“Setetes darah Anda sangat berharga menyelamatkan nyawa sesama”. Istilah ini tentu sering kita dengar.
Ya, tak sedikit orang yang mengalami masalah kesehatan sehingga membutuhkan “asupan” darah yang dalam bahasa medis disebut transfusi darah. Seperti apa ketentuannya?
Menurut dr. Silvia Dewi, Sp.PD dari RS Hermina Bogor, transfusi dapat berupa darah secara keseluruhan (whole blood) atau sel darah (Pack Red Cell), komponen darah berupa keping pembekuan darah (trombosit), darah putih (leukosit), plasma darah, cryopresipitat, atau fresh frozen plasma.
Perlu diketahui, sebelum donor darah dilakukan, calon pendonor wajib melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita.
Baca: Komunitas Pemilik Golongan Darah Langka: Beri Kehidupan Lewat Setetes Darah
Hanya calon yang lolos skrining ini yang dapat mendonorkan darahnya. Yaitu berusia 17-65 tahun, berat badan 50 Kg atau lebih, tidak demam, frekuensi dan irama denyut nadi normal, tekanan darah 50-100/90-180 mmHg, dan tidak ada lesi kulit yang berat.
Transfusi darah dilakukan pada seseorang dengan 4 kondisi berikut:
1. Mengalami kecelakaan dan perdarahan banyak
2. Menjalani pembedahan/operasi
3. Perdarahan berat saat melahirkan
4. Mengalami penyakit tertentu yang berisiko mengalami perdarahan seperti anemia, hemofilia, thalasemia, kanker, dll.
6 Risiko Usai Transfusi Darah
Saat menerima darah transfusi, sistem pertahanan tubuh akan bereaksi lantaran menilai darah yang masuk adalah “benda asing”. Tubuh akan menolak darah yang masuk dan berusaha menghancurkannya.
Baca: Kenapa Enggan Donor Darah?
Jadi, pasien tetap dapat mengalami risiko/reaksi ringan akibat transfusi darah meski telah diupayakan pencocokan golongan darah dan dilakukan sesuai prosedur. Meski begitu, transfusi darah jarang menimbulkan komplikasi. Berbagai reaksi tersebut di antaranya:
Demam
Penulis | : | nova.id |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR