Di awal kelahirannya, gadis 16 tahun itu terlahir normal tak ubahnya seperti bayi pada umumnya. Namun, seiring berjalannya waktu, pertumbuhan fisiknya lebih cepat dibanding anak seusianya. Kini, bobot tubuh putri pasangan Padi dan Umiyatun tersebut membengkak mencapai 125 kilogram. Obesitas itu juga memicu sakit jantung yang belakangan ia derita.
Meski dengan langkah berat dan tak leluasa karena harus menopang bobot tubuhnya, sampailah Yunita Maulidia (16) di taman asri yang ada di tengah RSUD Sidoarjo, Jatim. Didampingi dokter dan ahli fisioterapi, gadis yang memiliki berat badan 125kg itu diajak melakukan berbagai kegiatan fisik mulai dari berjalan, senam ringan, bermain tiup-tiupan, sampai main bola.
Yunita, yang tinggal di Desa Griting, Kec. Tulangan, Kab. Sidoarjo, terlihat gembira dan banyak senyum. Apa yang dilakukan merupakan salah satu terapi yang dilakukan dokter untuk membantu agar jantung dan parunya kembali sehat. Berikut curahan hati Umiytaun, ibunda Yunita Maulida di RSUD Sidoarjo.
Bayi Montok
Aku tak menduga, Yuni, anak sulungku, menjadi bahan berita di media seperti sekarang ini. Tubuhnya yang mencapai 125kg menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Padahal, dulu setelah aku menikah dengan suami, Padi (47), yang asal Desa Griting, semua berjalan normal, termasuk ketika aku mengandung sampai melahirkan. Semua berjalan normal tak ubahnya seperti proses kehamilan dan kelahiran bayi-bayi lain pada umumnya. Bahkan, Faiz, adik Yunita yang kini berusia 7 tahun, sejak balita hingga saat ini juga tumbuh normal seperti anak-anak lain.
Waktu masih balita, Yuni memang tumbuh menjadi seorang bayi montok dan sehat. Dari kecil memang sudah ada bakat gemuk tetapi menurutku masih dalam batas wajar. Bahkan tetangga senang sekali melihat kemontokan Yuni karena jadinya memang terlihat lucu menggemaskan.
Namun, tanpa kusadari, lama-kelamaan tubuhnya makin membesar. Tapi lagi-lagi itu tak kuanggap sebagai masalah sebab selama itu pula dia tidak pernah mengalami masalah kesehatan. Meski tubuhnya gemuk, toh ia masih bisa bermain dengan teman sebayanya. Demikian pula setiap hari dia juga bisa mengikuti pelajaran sekolah dengan baik.
Baru ketika duduk di kelas 5 SD, tubuh Yuni terlihat amat gemuk. Saat itu berat badannya mencapai 80 kilogram. Karena itu kelincahannya pun jadi berkurang. Sehari-hari di sekolah dia lebih banyak duduk ketimbang berlarian seperti teman-temannya. Tapi lagi-lagi aku tak membawanya ke dokter sebab selama itu pula dia tak pernah sakit.
Namun, pertumbuhan badannya tak berhenti, bahkan makin hari tubuhnya makin besar saja sehingga ketika tamat SD dia tak mau sekolah lagi. Aku bisa memahami, jangankan untuk berangkat dan mengikuti kegiatan sekolah, di rumah saja dia tak bisa melakukan aktivitas di luar keperluannya sendiri seperti makan, tidur atau ke kamat mandi. Jadi, sehari-hari di rumah dia hanya duduk di kursi sambil nonton teve atau tiduran di lantai.
Padahal, kalau kuamati, jumlah porsi makanan pokok yang kuberikan pada Yuni sehari-hari tidak terlalu berlebihan. Sehari sehari dia tetap makan nasi dan lauk tiga kali. Cuma yang tak pernah ketinggalan adalah kebiasaan ngemilnya. Ngemil selalu dia lakukan sebelum menyantap makanan pokok. Dan camilan yang ia sukai kebanyakan adalah cemilan yang banyak mengandung MSG alias bahan pengawet.
Ngemil Sembunyi-Sembunyi
Susahnya, Yuni menghabiskan makanan-makanan tersebut dengan sembunyi-sembunyi saat aku tidak ada di rumah. Memang sehari-hari pekerjaanku adalah membantu suami berjualan es kelapa muda di depan Puskesmas Tulangan Sidoarjo. Aku biasanya baru sampai di rumah tengah hari. Nah, selama aku tidak ada di rumah itulah dia makan sendiri tanpa ada orang lain yang mengawasi.
KOMENTAR