Produk makanan atau obat kedaluwarsa masih kerap dijumpai di pasaran. Keberadaannya pun membuat resah banyak konsumen.
Tapi, bukan cuma mengetahui makna label pada kemasan soal tanggal kedaluwarsa saja yang perlu kita tahu. Cara penyimpanannya pun harus benar untuk menjaga mutu makanan.
Namun, “Sebelum mengetahui pangan kedaluwarsa, harus diketahui juga bahwa pangan itu dibagi dua bagian, yaitu produk akhir dan bahan baku atau ingredient yang digunakan untuk membuat produk akhir. Yang dikenal sebagai pangan kedaluwarsa adalah produk akhir yang diterima konsumen,” jelas Prof. Dr. Nuri Andarwulan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Ia menambahkan, “Produk akhir sudah ada regulasinya, sementara ingredient belum ada. Khusus untuk produk akhir, produk akan dianggap kedaluwarsa apabila melewati batas yang sudah ditentukan dan ditetapkan produsen dan tertulis di label.”
Baca: Tips Menjaga Kualitas Makanan Beku
Produsen juga menentukan umur simpan produk itu dengan berbagai alasan seperti faktor mutu, apakah produk mudah rusak, dan seberapa cepat produk akan diterima konsumen.
“Misalnya produk sari buah pada botol transparan. Konsumen sadar dan biasanya tidak akan membeli saat warnanya pudar. Ini disebut sebagai rejection point. Artinya produk itu direject oleh konsumen dengan sadar saat mengetahui warnanya pudar. Padahal belum tentu zat gizinya berkurang dan belum tentu mikroba tumbuh,” jelas Nuri.
Rejection point merupakan bagian dari mutu sensori yang ditolak konsumen. Contoh lain adalah produk biskuit.
Baca: 5 Kekurangan Makanan Kemasan Kalengan
“Biskuit itu, kan, kering. Ketika diterima konsumen, bukan soal gizinya, tapi kerenyahannya. Kerenyahan ini berhubungan dengan kadar air. Ada batasnya. Kalau kadar airnya sudah lebih dari 5%, maka biskuit pun akan melempem dan konsumen enggak akan mau membeli. Tetapi, apakah biskuit melempem itu beracun? Tidak, tetapi biskuit itu ditolak konsumen karena kurang renyah,” jawabnya panjang lebar.
“Masyarakat sebaiknya aware dan teliti untuk standar keamanan pangan ini. Sebab untuk mengetahui apakah mikroba itu tumbuh, ya, lewat tes laboratorium,” sahutnya.
Peraturan bahwa produsenlah yang menentukan umur simpan bertujuan agar konsumen terjamin dan mendapatkan kualitas produk yang prima.
Yang berhubungan dengan keamanan misalnya produk frozen food, seperti chicken nugget. Menurut Nuri, setelah diproses, chicken nugget itu harus masuk freezer. Begitu pula saat didistribusikan dan dibeli konsumen juga harus langsung masuk freezer.
“Supermarket yang bagus pasti kasih es, sehingga sepanjang distribusi ke rumah selalu dalam keadaan beku, tidak boleh mencair. Tapi, seringnya, kan, beli chicken nugget tidak dalam keadaan beku, dibawa pulang ke rumah kepanasan, sampai rumah kembung. Nah, itu mikroba tumbuh,” ujarnya.
Baca: Lemari Es Sebabkan Bakteri Pada Makanan?
Walaupun tanggal kedaluwarsa produk belum lewat, tetapi karena ada permasalahan dalam proses distribusi atau temperature abused, maka kenaikan suhu yang cukup tinggi bisa menyebabkan mikroba yang ada di dalam produk tumbuh selama perjalanan. Akhirnya, produk tidak layak dikonsumsi.
Nuri menyarankan konsumen untuk membaca label dan penanganan produk yang dibeli. Ia mencontohkan produk sosis.
Di balik kemasan sosis selalu tertulis suhu ruang dan suhu untuk menyimpan produk secara tepat. Misalnya, untuk penyimpanan 30 hari, dibutuhkan suhu 4 derajat Celcius atau suhu minimum 12 derajat Ccelcius untuk tiga bulan.
“Apabila produk disimpan sesuai instruksi, maka kondisi produk akan selalu bagus. Sedangkan apabila produk disimpan tidak sesuai kondisi, maka umur simpan produk akan berkurang, terutama untuk frozen food yang biasanya cepat tumbuh mikroba,” lanjutnya.
Baca: 3 Tips Membekukan Makanan Agar Lebih Awet dan Tak Kehilangan Gizi
Sama halnya dengan produk akhir, umur simpan ingredient juga dipengaruhi oleh bagaimana kondisi penyimpanan.
Jika tepung disimpan dengan kondisi penyimpanan yang tidak benar atau pengemasan terbuka, hasilnya akan berbau tengik atau tercampur aroma bahan lain. Sehingga, walaupun belum memiliki masa kedaluwarsa, tepung itu tak layak dikonsumsi.
“Masa kedaluwarsa bisa dilihat juga dari bagaimana proses penyimpanan produk, apakah sesuai instruksi produsen atau tidak, karena masa kedaluwarsa adalah jaminan dari produsen,” tutupnya.
Penulis | : | Swita Amallia Alessia |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR