Salah satu komunitas yang tidak pernah lelah melestarikan kekayaan wastra nusantara dalam berbagai platform ialah Yayasan Cita Tenun Indonesia.
CTI, singkatan dari Yayasan yang diprakarsai oleh Okke Hatta Rajasa ini telah melakukan berbagai pelatihan dan pengembangan perajin, untuk meningkatkan produksi yang bekerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka memperluas pasar lokal dan mancanegara.
Kali ini, Cita Tenun Indonesia mengambil bagian di panggung mode IPMI Trend Show 2017 dalam tajuk ‘Warna Alam’.
Tema tersebut memiliki alasan di balik pemilihannya. Sebab, ‘Warna Alam’ menggambarkan kehebatan pewarna alam kain yang bersumber dari keanekaragaman hayati Indonesia. Selain lebih ramah lingkungan, pewarna alam ini mampu menciptakan kesan lain pada sepotong kain yang dianggap memiliki nilai lebih dari sekedar tenun atau sebuah guratan motif saja.
Baca: Pesona Kain Tradisional Sumatera&Jawa Dari Ghea Panggabean di IPMI Trend Show 2017
Sekedar informasi, tenun di Indonesia memiliki 12 teknik pembuatan, seperti tenun ikat lungsi, pakan, pakan tambah, lungsi pakan, sobi, dobi, jacquard, datar, songket, kombinasi tenun ikat dan songket, rang rang, dan tapestri.
Didukung oleh EU dan HIVOS, Cita Tenun Indonesia melakukan pembinaan di empat daerah tujuan seperti kabupaten Jembrana di Bali bagian barat, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah bagian utara dan Jawa Tengah bagian selatan.
Cita Tenun Indonesia juga kembali menggandeng nama-nama perancang busana terkenal Indonesia seperti Chossy Latu, Denny Wirawan, Didi Budiarjo, Auguste Soesastro.
Deret presentasi koleksi busana dari Cita Tenun Indonesia pada pagelaran IPMI Trend Show 2017 kemarin dirancang dalam gaya modern kontemporer yang sarat akan selera pasar internasional. Ini sangat nampak dari setiap potong koleksi yang dihadirkan ke dalam siluet busana siap pakai bergaya high-tailoring.
Seperti halnya karya Chossy Latu yang mengusung warna earth-toned semisal cokelat muda, hijau muda, putih gading dan abu-abu. Siluet H-line semisal rok panjang, celana pendek, dress dan atasan model cropped mendominasi karya milik seorang Chossy Latu.
Baca: Pesona Busana 6 Jenis Tenun Nusantara Dari Cita Tenun Indonesia di JFFF 2016
Sementara, Auguste Soesastro menawarkan citra elegan yang begitu kentara dalam palet gelap semisal biru navy. Potongan bergaya simpel minimalis yang cenderung berukuran longgar pun dipilih oleh Auguste sebagai tema besar koleksinya.
Beda dengan kedua rekannya, Didi Budiarjo justru menambahkan aura busana tradisional Jepang seperti kimono dalam koleksinya yang terkesan modern. Perkawinan warna kontras seperti merah, putih, cokelat dan lainnya muncul dalam gaya layering.
Sebaliknya, Denny Wirawan menuangkan kesan eklektik berpotongan tegas dalam deret koleksinya yang menyuguhkan palet warna-warni tanah seperti oranye, tangerine, krem, dan cokelat muda.
Ita Adnan
Foto-foto: Eddy Bogel untuk TabloidNova
KOMENTAR