Rabu (7/12/2016), jam menunjukkan pukul 16.39 WIB. Ratusan korban gempa mengungsi ke Masjid Al Munawarah, Desa Bie, Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya.
Mereka berasal dari Desa Lueng Rimba, Jurong, Buayan, Beuringen, dan Desa Pante Beree, Kemukiman Kuta Simpang, Kecamatan Meurah Dua. Satu-satu mereka berlarian ke dalam masjid saat hujan mulai turun. Sebagian duduk melamun di teras masjid dan tiga ruang kelas Taman Pengajian Al Quran (TPA) di kompleks masjid tersebut.
Dua tenda berukuran 5 x 10 meter terpasang di depan masjid. Kaum ibu dan anak-anak berteduh di bawah tenda. Hujan mengguyur deras dan membuat mereka sulit berteduh.
Koordinator pengungsian di lokasi itu, Ramli M Nafi, menyebutkan, saat gempa terjadi, mereka berlarian ke luar rumah. Sebagian rumah mengalami rusak berat dan rusak ringan. Tidak ada korban jiwa. Mereka memilih mengungsi karena khawatir peristiwa tsunami tahun 2004 lalu kembali terjadi.
"Kami bertahan di sini karena lokasi desa juga parah. Air keluar dari tanah yang terbelah," katanya.
Baca juga: Gempa Aceh, Suharnas Pergi Selamanya Meninggalkan Calon Istri dan Pelaminan yang Sudah Terpasang
Bantuan bahan makanan di lokasi itu sangat minim. Terlihat hanya 10 karung beras dan lima kardus mi instan. "Itu bantuan dari Kapolsek Meurah Dua. Ada juga bantuan pengusaha dan anggota DPRK Pidie yang datang kemari," ujarnya.
Saat ini, mereka kekurangan tikar dan bahan makanan. "Apalagi obat-obatan belum ada sama sekali. Mungkin tim kesehatan juga sedang bekerja ekstra untuk warga yang meninggal dunia dan masih tertimbun," katanya.
Kondisi di pengungsian itu memprihatinkan. Sebagian besar pengungsi adalah bayi yang harus diayun. Sesekali tangis mereka pecah dan orangtuanya sibuk berusaha mendiamkan jabang bayi itu.
"Kami berharap jika memungkinkan diberikan tambahan beras, ikan kalau ada, ikan asin pun bisa," kata pria paruh baya itu.
Baca juga: Dua Balita Tewas Tertimbun Reruntuhan Bangunan Saat Gempa Aceh Terjadi
Dia membawa istri dan semua anaknya mengungsi. "Kalau ada air keluar dari tanah yang retak itu sangat mengkhawatirkan kami. Ingat tsunami, lebih baik waspada dan bertahan di sini dibanding bertahan di desa," ucapnya.
Perlahan, hujan semakin deras. Matahari tenggelam tak terlihat lagi, berganti malam nan pekat. Malam itu mereka dibekap hujan dan dingin angin yang menerabas ke lokasi pengungsian.
Seperti diberitakan, gempa bermagnitudo 6,5 menghantam Pidie, Pidie Jaya, dan Kabupaten Bireuen, Rabu (7/12/2016) sekitar pukul 05.00 WIB. Akibatnya, ratusan warga luka-luka dan puluhan meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan bangunan di Pidie dan Pidie Jaya.
Puluhan rumah dan toko rusak parah. Gempa ini juga merusak sebagian bangunan di Kabupaten Bireuen.
Masriadi / Kompas.com
KOMENTAR