Diklat Tingkat Dasar Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (Diksar Mapala UII) seharusnya berakhir dengan kebersamaan, persaudaraan dan keharuan lantaran berhasil melewati kegiatan alam yang berat.
Namun yang terjadi sebaliknya, tiga nyawa melayang sia-sia lantaran perilaku senior-senior di Mapala dengan dalih mendidik mental di alam bebas dan nantinya akan jadi Mapala yang andal.
Berkas laporan Safii (58) terkait kematian putranya peserta Diksar Mapala UII ke Mapolda DIY, Selasa (24/1/2017).
Bukannya dilatih mental, peningkatan rasa percaya diri atau nilai-nilai kepemimpinan hingga bagaimana mencintai alam lewat pelestarian, perlindungan tapi berdasarkan fakta yang ada justru penyiksaan.
Baca juga: Curahan Hati Ayah Mahasiswa UII yang Meninggal Saat Diksar Mapala
Kegiatan itu digelar Mapala Unisi UII Yogyakarta di Hutan Tlogodringo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar.
Tiga korban tewas yakni, Muhammad Fadli (20) meninggal saat hendak dibawa ke Puskesmas Tawangmangu, Jumat (20/1/2017)
Dua korban meninggal di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, Syaits Asyam (19), Sabtu (21/1/2017) serta Ilham Nurfadmi Listia Adi (20), Senin (23/1/2017).
Selain tiga tewas Diksar Mapala Unisi The Great Camping yang menjalani rawat inap menjadi 10 orang.
Ilham Nurfadmi Listia Adi datang dalam keadaan sadar, hanya saja dia diketahui sempat jatuh pingsan saat berada di kos.
Tim medis Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta, kemudian melakukan cek hingga ditemukan luka di tangan, kaki, dan jempol kaki kanan hampir copot.
Saat dalam penanganan intensif, Ilham mengalami buang air besar darah sekitar pukul 15.00 WIB. Kondisinya terus menurun hingga harus mendapat transfusi darah. Ilham dirawat di ICU, dan akhirnya meninggal pada Senin (23/1/2017) pada pukul 23.20 WIB.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah saksi terdekat dengan almarhum, Ilham sempat berada di indekos selama dua hari sebelum dibawa ke Rumah Sakit Bethesda. Kesaksian memilukan pada sang ibu sebelum Asyam tewas
Sri Handayani ibu dari Syaits Asyam harus mengalami peristiwa yang memilukan, mendapati kondisi anaknya yang mengenaskan sebelum akhirnya embuskan nafas terakhir.
"Hari Sabtu, saya mendapat kabar kalau Asyam masuk Rumah Sakit Bethesda itu jam 10.30 WIB. Saya langsung ke rumah sakit dan tiba sekitar pukul 11.30 WIB," ujar Sri saat ditemui di rumahnya di Jetis RT 13/RW 13, Caturharjo, Sleman, Senin (23/1/2017).
Baca juga: Sebelum Meninggal, Mahasiswa UII Mengaku Sempat Dipukuli
Kesaksian Syaits Asyam sebelum meninggal. Ia mengaku dipukuli menggunakan rotan di bagian punggung, diinjak kakinya dan disuruh mengangkut beban air. Kesaksian ini ditulis oleh ibunya menggunakan kertas memo.
Sesampainya di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, Sri langsung menuju ke ruangan tempat putranya dirawat. Dia pun kaget dengan kondisi putranya yang sulit bernafas serta kedua lengan dan punggungnya mengalami luka.
"Saya shock, kaget, melihat kondisi Asyam. Bernafas saja susah. Lalu saya dipertemukan dengan dokter dan menceritakan kondisi Asyam," ucapnya.
Dokter lantas menyarankan agar Sri mengajak putranya berbicara semampunya menceritakan apa yang dialami. Dokter juga meminta agar apa yang disampaikan oleh Asyam dicatat.
KOMENTAR