Tepat di akhir Februari ini, dunia memperingati Hari Penyakit Langka. Penyakit langka adalah penyakit dengan jumlah penderita yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah populasi pada umumnya. Di Indonesia sendiri, suatu penyakit dikatakan langka jika penyakit tersebut dialami oleh kurang dari 2.000 orang.
Penyakit langka biasanya bersifat kronis, progresif, dan mengancam kehidupan penderita. 75 persen dari penderita penyakit langka adalah anak-anak, dan 30 persen di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Sebanyak 30 persen kematian anak secara umum disebabkan oleh penyakit langka ini.
Salah satu yang termasuk dalam penyakit langka adalah mukopolisa karidosis atau MPS. MPS adalah kelainan metabolik yang diturunkan karena faktor genetik. Penyebabnya adalah kekurangan enzim lisosom tertentu yang diperlukan untuk menguraikan mukopolisakarida, molekul gula rantai panjang yang digunakan untuk membangun jaringan ikat dan organ tubuh.
Baca: Pakar: Agar Anak Tak Menderita Penyakit Langka, Hindari Pernikahan Antar Saudara
“Gejala yang timbul dari MPS ini adalah penumpukan sel di wajah, otak, atau tulang. Biasanya kulit area wajah juga kasar,” jelas Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarief, Sp.A(K), ketua divisi nutrisi dan penyakit metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM pada peringatan Hari Penyakit Langka di RSCM.
Sayangnya, Indonesia masih memiliki keterbatasan, mulai dari diagnostik sampai ke tatalaksana obat-obatan dan makanan khusus bagi penderita penyakit langka pada anak. Itu saja, baru 5 persen dari keseluruhan penyakit langka yang telah memiliki terapi.
Baca: Terserang Penyakit Langka, Bilqis Butuh Dana
“Namun, dengan penanganan dan perawatan medis yang sesuai dan tepat, bisa memperbaiki kualitas kehidupan dan memperpanjang harapan hidup pasien,” jelasnya.
Maka, bila terlihat ada gejala-gejala yang tidak wajar yang muncul pada tahap perkembangan anak, lebih baik segera periksakan ke dokter. Gejala-gejala pada penyakit langka ini biasanya susah terdeteksi, namun lebih baik segera dikonsultasikan agar penanganan bisa diberikan lebih dini dan tepat.
Penulis | : | Dionysia Mayang |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR