Kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang berbahaya.
Di Indonesia sendiri, kanker serviks merupakan penyakit kanker nomor 2 terbanyak yang diderita oleh para perempuan, setelah kanker payudara.
Sebenarnya, kanker payudara bisa dicegah dengan dua cara, yaitu primer dan sekunder.
(Baca: 6 Penderitaan Jupe yang Menyedihkan Melawan Kanker Serviks)
Pencegahan primer dengan vaksin, dan sekunder dengan skrining, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. dr. Andrijono, Sp.OG(K)., yang menjabat sebagai Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI).
Sementara itu, kanker serviks stadium awal tak selalu membuat penderitanya merasa sakit, bahkan hingga pada stadium tertentu, seperti yang dijelaskan dalam EmedicineHealth.
Gejala yang umum terjadi adalah adanya pendarahan dari vagina yang tak normal, yang lebih deras daripada keluarnya darah menstruasi.
(Baca: Waspadai 6 Gejala Kanker Serviks yang Sering Dianggap Remeh Ini)
Pengobatan kanker serviks tergantung pada beberapa faktor seperti stadium kanker, jenis kanker, usia pasien, rencana kehamilan, atau kondisi medis lain yang sedang dihadapi.
Jenis penanganan kanker menurut stadium ada dua, yaitu penanganan tahap awal yaitu dengan pengangkatan sebagian atau seluruh organ rahim, radioterapi, atau keduanya.
Yang kedua, adalah penanganan kanker serviks stadium akhir dengan radioterapi dan atau kemoterapi, dan terkadang juga operasi lain yang dibutuhkan.
Pengobatan kemoterapi sendiri bisa digabung dengan radioterapi pada kanker stadium akhir.
(Baca: 2 Alasan Mengapa Kepala Penderita Kanker Jadi 'Botak')
Proses kemoterapi dilakukan untuk memperlambat penyebaran dan mengurangi gejala yang muncul.
Berbeda dengan radioterapi atau operasi yang berdampak pada bagian tertentu saja, kemoterapi akan berdampak pada seluruh tubuh.
Obat yang digunakan dalam kemoterapi akan mengincar sel yang tumbuh dengan cepat, terutama sel kanker.
Namun, sel sehat pun juga bisa terpengaruh oleh kemoterapi.
(Baca: Ini Beda Kemoterapi dan Radiasi untuk Atasi Kanker)
Pada stadium akhir, pengobatan kanker serviks akan menimbulkan berbagai komplikasi, bahkan sel kanker yang menyerang leher rahim bisa menyerang ke organ tubuh lain.
Apabila sudah ada komplikasi dan penyebaran, tentu saja penanganan kanker serviks akan lebih kompleks.
Menurut Prof. Andrijono, kanker serviks sendiri kurang respon dengan kemoterapi.
“Pada kanker serviks, kemoterapi hanya untuk pilihan kedua atau alternatif. Terapi utamanya operasi atau radiasi,” jelasnya.
Kemoterapi pada stadium akhir kanker serviks justru akan menimbulkan kemungkinan komplikasi lain dan memperburuk kondisi pasien.
(Baca: 5 Mitos Kanker Payudara dan Serviks yang Sering Salah Kaprah)
Maka, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Andrijono, terapi yang dilakukan adalah radiasi atau operasi, untuk mengurangi gejala kanker dan penyebaran sel kanker yang mungkin sudah menyebar ke organ tubuh lain.
Kanker serviks adalah penyakit yang mematikan, apabila tak ditangani sejak dini.
Maka, cara yang paling baik adalah sedini mungkin mencegah dan mendeteksi adanya kanker.
Jangan abaikan vaksin HPV, dan juga skrining bagi perempuan yang sudah menikah.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR