Belum banyak yang mengetahui tentang penyakit hipertensi pulmonial atau yang juga sering disebut sebagai hipertensi paru.
Hipertensi paru adalah suatu kondisi langka dan fatal, di mana terjadi tekanan darah tinggi di arteri paru sehingga jantung kanan harus bekerja ekstra keras untuk memompa darah ke paru.
Bila terlambat atau tak diobati sama sekali, maka bisa terjadi gagal jantung kanan dan berakibat kematian, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K)., Ph.D.
(Baca: Waspada! Debar Jantung Tak Teratur Dipicu Penggumpalan Darah di Paru-paru)
Berbeda dengan hipertensi yang pada umumnya hanya membutuhkan tensimeter untuk mendeteksi tekanan darah, hipertensi paru lebih sulit didiagnosa.
“Kalau di paru, tekanan darahnya rendah, sekitar 25/13 milimeter merkuri (mmHg),” jelasnya saat ditemui di kawasan Sudirman.
Untuk itu, diperlukan echocardiogram atau alat perekam denyut jantung untuk mendeteksi hipertensi paru.
(Baca: Mengidap Kelainan Bawaan, Lidah Bayi ini Selalu Terjulur Setiap Saat)
Ada beberapa faktor risiko penyakit hipertensi paru, salah satunya adalah penyakit jantung bawaan.
Faktor risiko karena penyakit jantung bawaan ini bisa kita amati pada anak kita sejak dini.
“Pertama, ketika menyusui bayi akan mudah lelah. Istilahnya feeding difficulty,” jelas Prof. Bambang.
Kondisi ini membuat bayi tak bisa lama menyusui, rewel, menangis setelah menyusui, namun setelahnya akan menyusu lagi.
(Baca: Terpapar AC atau Kipas Angin Tiap Hari Sebabkan Paru-paru Basah, Benarkah?)
Setelah itu, anak yang menderita penyakit jantung bawaan akan memiliki gangguan pertumbuhan.
“Ukuran tubuh anak akan lebih kecil dibandingkan anak lainnya yang tidak memiliki penyakit bawaan,” tuturnya.
Kemudian, jangan anggap sepele batuk dan flu yang sering diderita anak, karena bisa menjadi gejala hipertensi paru.
“Bayi yang sering batuk dan pilek bisa dirontgen. Susahnya kalau batuk pilek dianggap biasa, apalagi di kampung enggak ada dokter dan rontgen jadi ketahuannya telat,” ucap dokter dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta ini.
(Baca: Sudah Tahu Beda Pilek yang Wajar dan yang Harus Diwaspadai?)
Prof. Bambang berharap agar dokter umum dan bidan bisa melakukan deteksi dini pada anak dengan rekam jejak pengidap jantung bawaan, misalnya dengan menggunakan stetoskop atau echocardiogram.
Bila kita menemukan ada gejala-gejala tersebut, kita bisa segera membawanya ke dokter agar diberi penanganan yang tepat.
“Misalnya ada bolong (pada jantung) lubang pemisah antara darah bersih dan darah kotor. Nah, itu harus cepat ditutup dengan operasi. Masalahnya, biaya operasi mahal,” jelasnya.
Meskipun operasi tersebut terbilang mahal, namun masih jauh lebih murah dibanding pengobatan hipertensi paru.
(Baca: Perempuan Lebih Rentan Alami Hipertensi Paru, Apa Bedanya dengan Hipertensi Biasa?)
Faktor risiko hipertensi paru yang kedua adalah riwayat keluarga, namun belum bisa dijelaskan secara pasti apa penyebabnya.
Lalu, faktor risiko berikutnya adalah penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat penghilang nafsu makan.
Konsumsi zat terlarang dan narkoba juga bisa menambah risiko penyakit hipertensi paru.
Kemudian, faktor risiko terakhir adalah penyakit paru bawaan yang bisa disebabkan oleh merokok.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR