Memang hingga saat ini, kanker payudara merupakan salah satu momok bagi perempuan.
Kanker payudara adalah keganasan pada jaringan payudara.
Bersama kanker mulut rahim, kanker payudara menjadi penyebab kematian perempuan terbesar di negeri ini.
Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%.
Diperkirakan, angka kejadian kanker payudara di Indonesia adalah 12/100.000 wanita.
Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sudah sulit dilakukan.
(Baca: Pahami Perbedaan Keganasan 4 Stadium Kanker Payudara Ini)
Masalahnya, selain bisa berdampak fatal, kanker payudara juga menimbulkan dilema bagi perempuan.
Begitu seorang perempuan didiagnosis terkena kanker payudara, seakan-akan tidak memiliki pilihan selain menjalani operasi pengangkatan kanker, dimana ia akan kehilangan payudara atau setidaknya bentuk payudaranya berubah.
(Baca: Operasi Pengangkatan Kanker Payudara, Haruskah Dilakukan?)
Sebenarnya pada beberapa kasus, penderita kanker payudara bisa menjalani operasi tanpa harus kehilangan payudara, terutama pada penderita kanker stadium awal.
Karena itulah, slogan ‘lebih cepat lebih baik’ sangat tepat dalam kasus kanker payudara.
Pasalnya, bila sudah pada stadium lanjut, kanker telah menyebar (metastesa) ke organ lain.
Menurut Dr. dr. Samuel J Haryono Sp.B (K)Onk.,dari RS kanker Dharmais Jakarta, metastesa adalah proses ketika sel kanker melepaskan diri dari tumor utama, lalu masuk ke pembuluh darah, ikut bersirkulasi dalam aliran darah, lalu tumbuh pada jaringan normal yang terletak jauh dari asal tumor tersebut.
Pada kanker payudara, metastasis yang paling umum terjadi di organ-organ vital seperti paru, hati, tulang, bahkan juga otak.
(Baca; Ini Alasan Mengapa Sel Kanker Payudara Menggerogoti Paru-paru dan Tulang di Tubuh Renita Sukardi)
Lalu bagaimana terapi yang dilakukan untuk kanker payudara ini?
Terapi pada kanker payudara tentunya harus didahului dengan diagnosis yang lengkap dan akurat, termasuk penetapan stadium.
Diagnosis dan terapi pada kanker payudara haruslah dilakukan dengan pendekatan humanis dan komprehensif.
Kenapa?
Karena terapi pada kanker payudara memiliki berbagai efek terapi.
Maka sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung ruginya dan harus dikomunikasikan dengan pasien dan keluarga.
(Baca: Ini Beda Kemoterapi dan Radiasi untuk Atasi Kanker)
Nah, pada stadium awal atau ketika ukuran tumor ganas belum mencapai 3cm, pasien bisa menjalani breast conservation therapy (BCT).
Yakni, pembedahan untuk mengangkat jaringan kanker dan kelenjar getah bening dengan mempertahankan payudara, puting, dan areola.
Payudara bisa tetap utuh dan tidak berubah bentuk, lalu biasanya diikuti radioterapi.
Namun, tindakan ini hanya berlaku untuk stadium I dan II.
(Baca; 2 Alasan Mengapa Kepala Penderita Kanker Jadi 'Botak')
Nah, bagi pasien yang terlambat menyadari pertumbuhan sel kanker pada payudara, pilihannya menjadi terbatas.
Salah satunya, menjalani mastektomi yaitu pembedahan atau operasi pengangkatan satu ataupun kedua payudara, baik sebagian ataupun keseluruhan payudara.
Tujuannya agar sel-sel kanker tidak menyebar.
Tindakan operasi payudara ini biasanya dilakukan sebelum kemoterapi ataupun radioterapi.
(Baca: Berani! Perempuan Ini Buat Seri Foto Mastektomi yang Ia Jalani dengan Menakjubkan)
Ada berbagai macam mastektomi, tergantung dari kasus masing-masing individu.
Di antaranya, mastektomi "nipple-sparing" hanya mengangkat jaringan payudara, tidak termasuk puting atau areola.
Sementara mastektomi "skin-sparing" mengangkat seluruh bagian payudara.
Kemudian, mastektomi "modifed radical" mengangkat seluruh payudara termasuk jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta benjolan di sekitar ketiak.
(Baca: Begini 5 Cara Rekonstruksi Payudara)
Hilman Hilmansyah/Kontributor NOVA.id
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR