Petani bawang di Kota Palu tentunya sangat diuntungkan dengan kondisi tanah dan curah hujan yang rendah, sehingga bawang yang dihasilkan memiliki sedikit kandungan air serta menjadi salah satu komoditas hasil pertanian terbaik di Indonesia yang dikenal dengan nama Bawang Batu.
Bawang dari tanah Palu ini menjadi bahan andalan Sri Astuti dalam menghasilkan bawang goreng yang renyah dan mampu menembus negeri tetangga. Selain bahan baku yang berkualitas, kunci suksesnya adalah ikhlas dan selalu berpikir positif.
Bawang Goreng UD Sri Rejeki. Ya, nama itu sudah tak asing lagi bagi mereka yang pernah mengunjungi Kota Palu, Sulawesi Tengah. Boleh dibilang, setiap orang yang pernah berkunjung ke sana selalu membawanya sebagai oleh-oleh. Berbeda dengan bawang goreng di tempat lain, bawang goreng yang satu ini memang lebih gurih dan lebih crispy.
Perjuangan sang pemilik, Sri Astuti (64), menjadi pengusaha bawang goreng sukses ternyata tak semudah membalik tangan. Sri sebenarnya bukan asli Palu. Tahun 1982, ibu empat anak ini hijrah dari kota asalnya, Yogyakarta, mendampingi sang suami, Sukardi (69), yang dipindahtugaskan ke Palu.
Saat pertama kali tiba, kondisi Kota Palu tidak seperti sekarang. Cuacanya yang sangat panas, sangat gersang, kehidupan ekonomi pun belum berkembang. “Ketika itu anak saya baru satu dan saya nyaris tidak kerasan. Jauh lebih enak tinggal di Yogya,” katanya mengenang masa lalu.
Melihat kondisi tersebut, Sri Astuti yang sebelumnya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil di kota asalnya dan sempat menjadi pegawai di perusahaan swasta, lantas mencoba terjun berwiraswasta.
Hobi Memasak Membawa Keberuntungan
Pada awalnya Sri berbisnis di bidang mebel sebagai pemasok ke instansi-instansi Kota Palu dan sekitarnya. “Tujuan saya waktu itu sederhana. Mebel tidak bisa basi. Jadi, meski tidak laku tetap bisa dijual di lain kesempatan,” tuturnya.
Ternyata bisnis mebel yang telah dirintis tidak berkembang sesuai keinginan. Sri terkendala oleh ketersediaan bahan baku kayu yang mulai sulit didapat. Ia berputar haluan dengan berjualan peyek kacang. Singkat cerita, peyek buatannya sangat laris dan terkenal dimana-mana.
Ia juga melirik usaha lain dengan membuka kantin di kantor Dinas Pertanian Kota Palu. Ternyata kantinnya ramai didatangi pelanggan. “Saya memang punya passion kuat di bidang kuliner. Apa saja yang saya buat sepertinya laku,” katanya tersenyum.
Permulaan tahun 1990, sebagai bentuk persiapan mengisi masa pensiun sang suami, Sri mendirikan usaha abon ikan dan abon daging. Ternyata usahanya ini menarik minat orang. Salah satu yang membuat abonnya banyak disukai karena terdapat taburan bawang goreng sebagai pelengkap yang makin menambah cita rasa. Dari sana, para pelanggan justru meminta Sri membuat bawang goreng sendiri. “Bawang goreng Ibu enak dan renyah, Ibu jual bawang goreng saja,” pinta beberapa pelanggan. Inilah awal pembuka jalan kesuksesan Sri berbisnis bawang goreng.
Tahun 1997, Sri mengembangkan usahanya dengan memproduksi bawang goreng. Tak disangka, bawang gorengnya justru laris manis di pasaran. Padahal, kala itu bawang goreng yang disajikan belum begitu istimewa. Sri belum memakai spinner atau alat putar berkecepatan tinggi untuk mengeringkan sisa minyak yang menempel pada bawang goreng.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR