NOVA.id - Pasti kita pernah beranggapan bahwa mengenalkan konsep uang sejak dini pada anak akan menjadikannya boros dan konsumtif.
Ternyata paradigma itu salah. Justru perlu dilakukan dan penting. Tujuannya, agar dewasa nanti si anak bisa mengelola emosi terhadap keinginannya membeli sesuatu.
Menurut Astrid Wen, M.Psi, psikolog dari PION Clinician dan Theraplay Indonesia, kita sudah bisa mengenalkan konsep uang pada anak sejak umur tiga tahun loh.
Bisa dimulai dengan penjelasan sederhana kepada anak bahwa jika kita ingin sesuatu, tidak bisa didapatkan begitu saja. Ada harganya.
Baca juga: Inilah 5 Hal yang Bikin Duda Lebih Menarik Hati Wanita, Nomor 4 Alasan Paling Mainstream!
Atau, jika kita datang ke toko dan ingin membeli sesuatu, maka kita harus membeli dengan uang.
Tak perlu ragu untuk menunjukan bentuk uang kepada si kecil, secara nilai mungkin mereka belum benar-benar mengerti, namun secara konseptual sebaliknya.
Belajar Membeli
Kita bisa mengajarkan sikap membeli pada anak.
Misalnya bilang pada anak, bahwa kita boleh membeli satu barang saja. Contohnya mainan atau makanan.
Jadi anak belajar memilih apa yang mau dibeli.
Nah, dengan begitu, kita tidak hanya mengajarkan konsep uang, tapi juga mengajarkan bagaimana harus bersikap terhadap uang.
Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat Ajari Anak Tidur Sendiri? Ini Jawabannya...
Perlu diketahui, yang berbahaya dari uang sebenarnya adalah pengelolaannya.
Ketika kita tidak tahu cara mengelola uang, maka percuma saja jika kita memiliki banyak uang.
Tak sedikit orangtua yang bangga jika mampu membelikan sesuatu yang lebih pada anak, apalagi jika si orangtua memiliki penghasilan yang besar.
Mereka membolehkan anak membeli barang apa saja lebih dari satu.
Baca juga: Duh, Ternyata Begini Dampak Sinyal Wi-fi Bagi Anak dan Janin Kita, Mengerikan!
Kadang-kadang, kita sebagai orangtua tidak sadar, kita ingin menyenangkan hati mereka dengan cara membelikan sesuatu, padahal hal tersebut justru mendukung anak berbelanja lebih dari yang dia inginkan.
Ketika kita menyuruh anak membeli apa yang dia inginkan, kita sebenarnya mendorong anak untuk kompulsif.
Compulsive buyer adalah hal tidak baik. Karena nantinya akan membuat anak berbelanja lebih dari yang dia mau.
Hal tersebut karena adanya dorongan emosional, seperti baru menerima gaji dan merasa punya uang, atau ketika lagi marah dan melampiaskannya dengan belanja.
Baca juga: Tips Berbagi Peran Rumah Tangga, Bagi Pasangan yang Sama-sama Bekerja
Belajar Menabung Sendiri
Memasuki usia SD, anak sudah bisa belajar planning. Anak sudah mengerti nilai uang, dan mereka bisa belajar merencanakan dan mengatur strategi.
Misalnya, waktu anak dapat uang jajan Rp 10 ribu, kita bisa tanyakan berapa yang akan ditabung dan mereka bisa menyimpan sendiri uangnya.
Jadi mereka belajar menabung sendiri, bukan kita yang menyimpan uang mereka.
Kesalahan yang sering kita lakukan ketika mengatur keuangan adalah menabung di belakang.
Baca juga: 6 Hal Yang Sering Dilupakan Saat Menjadi Orangtua Generasi Millennials
Maksudnya, ketika kita baru menerima gaji, maka kita langsung menggunakan uang tersebut untuk membayar atau membeli keperluan yang diinginkan.
Sedangkan konsep yang sebenarnya adalah, kita harus menyisihkan dahulu uang yang ingin ditabung, baru kita belanjakan sisanya. Jadi kita bisa melihat pertambahan uang di tabungan kita.
Belajar Tega
Salah satu penentu keberhasilan anak di masa depan, adalah delay gratification atau kepuasan yang tertunda.
Maksudnya, jika anak punya keinginan, kita tidak bisa langsung berikan. Namun mereka belajar untuk menunggu, belajar untuk sabar.
Dan dalam waktu menunggu itu, mereka bisa mengalihkan perhatian ke hal lain, dan mereka mampu meregulasi emosinya.
Baca juga: Akui Lakukan Suntik ‘Filler’, Giselle Anastasia Menyesal
Mau tidak mau, kita harus tega pada anak. Kita sebagai orangtua perlu sikap tenang dan tidak mengubah aturan pada anak, apabila mereka merengek minta dituruti keingannya saat itu.
Orangtua harus membantu anak untuk bisa me-manage dirinya di masa depan. (*)
KOMENTAR