Yang juga unik, kaledo lebih pas disantap dengan ketela pohon.
“Sensasi rasanya berbeda. Kendati demikian kami tetap menyediakan nasi karena, kan, tidak semua orang cocok dengan ketela pohon, terutama pembeli dari luar daerah,” imbuh Dahlia.
Baca juga: Pria Ini Tak Dapat Restu Istrinya Nonton Piala Dunia, Hal Unik pun Dilakukan oleh Teman-Temannya
Berusaha konsisten pada resep asli sekaligus menjaga kualitas bahan menjadi resep sukses Dahlia.
“Misalnya, saya selalu menggunakan daging segar sebagai bahan utama,” lanjut Dahlia yang mengambil contoh kaledo yang dijual hari itu yang ia ambil dari kaki sapi yang disembelih pagi harinya.
Dengan daging yang masih baru, lanjutnya, “Rasa dan aromanya akan jauh berbeda dengan rasa daging sapi yang sudah berhari-hari disembelih,” papar Dahlia yang mematok
harga Rp60 ribu per porsi kaledo, termasuk nasi putih.
Dahlia juga memilih tulang dan daging paha atas ke bawah, sementara penjual kaledo
lain memilih bagian tulang dan kaki dari lutut ke bawah.
Sementara untuk membuat aroma kaledonya makin mantap, sejak dulu sampai sekarang Dahlia tak pernah menggunakan kompor gas atau minyak untuk memasak.
“Saya menggunakan kayu bakar atau batok kelapa untuk memasak kaledo. Kayu bakar akan menghasilkan aroma sangat berbeda dibanding gas atau minyak tanah,” urai Dahlia.
“Kata pelanggan, influensa langsung hilang kalau habis menyantap kaledo,” kata Dahlia tertawa.
Nah, melihat tips jitu dari Dahlia, bisa nih kita aplikasikan kaledo di rumah sendiri, Sahabat NOVA.(*)
(Gandhi Wasono M.)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR