NOVA.id - Kabupaten Donggala, yang berjarak 40 km dari Palu, Sulawesi Tengah, memiliki potensi yang luar biasa.
Tak hanya dikenal sebagai kota bersejarah dengan beberapa tempat peninggalan Belanda, panorama pantai dan laut yang indah lengkap dengan hasil ikannya yang melimpah, Donggala juga dikenal dengan hasil tenun sutera Donggala yang cantik.
Kain tenun yang disebut dengan buya sabe tersebut merupakan hasil kerajinan ibu-ibu warga desa yang diwariskan secara turun-temurun.
Menurut sejarah, awalnya tenun Donggala hanya dipakai oleh kalangan bangsawan karena dianggap sebagai kain sutera mewah.
Baca juga: Meski Hal Wajar, Mungkinkah Tak Ada Konflik dengan Pasangan Kita?
Namun kini tenun Donggala biasa digunakan masyarakat umum sebagai pakaian resmi untuk pesta dan upacara kematian, atau bahkan untuk pakaian sehari-hari.
Tenun Donggala memang memiliki sejarah panjang.
Entah sejak kapan keberadaannya mulai diketahui, namun warga desa sudah turun-temurun memiliki keterampilan menenun kain sutera.
“Saya tidak tahu kapan persisnya, tetapi sejak nenek-nenek saya dulu memang sudah menenun. Saya sendiri belajar menenun dari ibu saya sejak tamat dari sekolah dasar,” kata Masnun, salah satu penenun tradisional di Desa Limboro, Kec. Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.
Ibu empat anak ini juga menjelaskan mayoritas ibu rumah tangga menenun disela-sela waktu mengurus anak dan keluarga.
Baca juga: Ini Peran Warga Sekitar dalam Operasi Penyelamatan Keluar Gua
Biasanya mereka akan mulai melakukan aktivitas tersebut setelah anak-anak berangkat sekolah, usai memasak atau bersih-bersih rumah.
Namun, tak jarang ibu-ibu melanjutkan pekerjaan menenun pada malam hari.
“Pokoknya seenaknya sajalah kalau pas ada waktu luang kita kerjakan, tapi kalau pas sibuk, ya, kita tinggal dulu. Atau bisa jadi karena kita butuh uang sehingga mau tidak mau segera kita selesaikan agar segera terjual,” katanya sambil tersenyum.
Karena itulah waktu penyelesaian selembar kain tidak bisa ditentukan secara pasti, tergantung yang mengerjakan.
“Kadang dua minggu selesai satu lembar kain, tapi kadang sampai satu bulan lebih baru selesai,” imbuhnya.
Kain tenun sutera Donggala memiliki corak maupun warna yang berbeda dibandingkan kain tenun lain di Indonesia.
Baca juga: 5 Pilihan Sepatu Pengantin yang Tak Cuma Cantik, Tapi Juga Nyaman, Yuk Intip!
Warnanya cenderung ngejreng atau malahan warna gelap sama sekali.
Warna-warna “berani” dan ngejreng yang dipilih untuk kain tenun Donggala antara lain warna merah menyala, kuning, oranye, atau kombinasi bercorak warna emas.
Sementara warna-warna gelap yang dipakai pada kain tenun Donggala seperti biru tua, merah marun, hitam, serta ungu tua.
“Warna-warna seperti ini memang salah satu ciri khas tenun Donggala,” kata Masnun.
Ciri lain kain tenun Donggala adalah tekstur kainnya yang sekilas agak kaku di tangan, tidak seperti kain tenun pada umumnya.
“Ini karena tenun ini murni hasil kerajinan tangan, tidak ada sentuhan mesin sama sekali. Selain itu karakter benangnya memang demikian,” imbuhnya.
Baca juga: Sempat Menjadi Alat Bermain, Ternyata Begini Sejarah dari Kartu Tarot
Dilihat dari motifnya, terdapat beberapa jenis tenun yang dibuat pengrajin tenun Donggala.
Buya bomba merupakan corak tenun yang paling terkenal dengan motif bunga-bunga.
Corak ini menunjukkan sisi kain yang anggun dengan perpaduan warna yang berani.
Corak lainnya adalah pelekat garusu, buya sura, buya subi, tangga-tangan, bunag roses,
bomba kota, serta buya awi yang polos dan biasa dipakai sebagai alas meja.
“Motif bomba ini yang paling sulit dan yang paling mahal dibandingkan motif lainnya,” ujarnya.(*)
(Gandhi Wasono M.)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR