NOVA.id - Setiap menyebut Laweyan, Solo, benak orang pasti tertuju pada batik.
Ternyata Laweyan bukan hanya batik saja, melainkan juga menyimpan jejak sejarah terutama lewat arsitektur bangunannya.
Menjelajah Kampung Laweyan serasa memasuki lorong waktu.
Arsitektur bangunan membawa kita ke masa kejayaan Laweyan, khususnya sebagai penghasil kain batik.
Selain showroom batik, banyak pula bangunan hunian bergaya Indisch, Timur Tengah, dan Jawa.
Baca juga: Polisi Dicopot dari Jabatannya setelah Pukul Ibu-Ibu yang Mencuri
Ketua Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan, Alpha Febela Priyatmono menuturkan, kampung batik Laweyan merupakan kampung fenomenal.
Berdasarkan sejarahnya, Laweyan terbagi dalam empat bagian.
Bagian pertama Laweyan adalah masa keraton Pajang.
“Laweyan di masa itu merupakan tanah perdikan yang menjadi sentra ekonomi sandang terutama tenun dan produksi benang lawe. Kenapa benang lawe? Karena memang pada saat itu di sekitar Laweyan banyak tumbuh tanaman kapas dengan kualitas bagus, “ jelas Alpha.
Pada zaman ini, Laweyan menjadi pusat denyut nadi perekonomian Kerajaan Pajang.
Di sebelah selatan Laweyan mengalir Sungai Jenes yang menghubungkan ke Bengawan Solo dan menjadi jalur transportasi sebelum menuju Laut Jawa.
Baca juga: Bayar Jutaan, Raditya Dika Cicipi 17 Makanan Berwujud Tak Lazim
“Ini berlangsung hingga kerajaan Demak dan kemudian Mataram Islam. Tetapi sejak PB X, bandar Kabandanaran di Kali Jenes dan juga pasar tradisional di sampingnya semakin
sepi. Mengingat PB X, memperbanyak membangun pasar tradisional, “ jelas Alpha yang
juga dosen arsitektur di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
“Rumah-rumah kuno di Laweyan itu juga ada bunker. Bisa jadi ketika ada inspeksi dari Belanda, para pekerja batik ini diminta bersembunyi di bunker. Jikalau ketahuan memiliki tenaga kerja yang banyak justru membahayakan nyawa. Karena bagaimanapun juga, masyarakat pribumi pada zaman itu dianggap sebagai kelompok ketiga," beber Alpha.
Satu hal yang unik dari bangunan-bangunan kuno di Laweyan ini adalah banyaknya pengaruh dalam bangunan.
Dari 50 bangunan kuno yang masih tersisa masih terlihat dengan jelas konsepnya pengaruh dari Timur Tengah.
“Ciri-cirinya fasad sama, dindingnya tinggi, arsitektur tersembunyi, ruang-ruangnya fleksibel, orientasi bangunan memusat, satu rumah bisa untuk beberapa keluarga, “ tegasnya.
Baca juga: Yuk, Buang Penat di Akhir Pekan dengan Menginap di Pantai Lampuuk!
Sementara untuk konsep rumah masih kuat dengan gaya Jawa.
Ini terlihat dengan adanya halaman, pendapa, gandok kanan kiri, sentong kanan dan kiri.
“Gaya art deco terlihat dari bangunan yang dulunya dari kayu diganti tembok. Kemudian pengaruh dari Cina terlihat dari pemilihan tempat yang terletak di cekungan dan ada di bagian utara sungai,” kata dia.
Tata ruang Laweyan pun cukup unik.
Di Laweyan ada tiga bagian, bagian Utara merupakan deretan saudagar kaya, tengah
saudagar biasa, sementara area dekat sungai merupakan rumah pekerja pembatik.
“Mengingat ragam tata bangunan itu, kita eksplor sebagai objek wisata. Kita memberikan paket wisata selain belanja batik. Beberapa gerai juga memberikan kesempatan membatik secara langsung. Bisa juga menyaksikan secara langsung proses pembuatan batik,” kata Alpha yang memiliki gerai batik Mahkota ini.(*)
(Fajar Sodiq)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR