NOVA.id - Saat Opening Ceremony Asian Games 2018 banyak masyarakat mengira tarian kolosal yang ditampilkan oleh sekitar ribuan penari tersebut adalah Tari Saman.
Namun, saat itu juga berbagai media langsung memberitakan bahwa yang benar tarian tersebut adalah Tari Ratoh Jaroe.
Nah, tampaknya Sahabat NOVA pun kini perlu menambah wawasan kita tentang budaya yang ada di Tanah Gayo atau Aceh.
Karena ternyata tarian massal atau ramai-ramai adalah merupakan Tari Saman atau Tari Ratoh Jaroe saja.
(Baca juga: Joni 'Pemanjat Tiang Bendera' Dihadiahi Rumah, Begini Tempat Tinggalnya yang Sederhana!)
Salah satu seni lainnya adalah Seni Didong adalah kesenian khas dari Tanah Gayo, Kabupaten Aceh Tengah.
Didong adalah bahasa Gayo, yang artinya dendang atau nyanyian.
Namun, ada juga yang berpendapat jika Didong berasal dari kata denang atau donang yang artinya nyanyian sambil bekerja atau menghibur hati dengan bunyi-bunyian.
Didong juga disebutkan berasal dari kata “din” (agama) dan “dong” (dakwah).
(Baca juga: Seperti Mimpi, Putri Charlotte Miliki Barang Seharga 15 Miliar!)
Namun, secara umum Didong merupakan gabungan dari unsur seni tari dan seni sastra.
Dalam Didong selalu dilantunkan nasehat-nasehat kehidupan dan adat istiadat orang Gayo yang berlandaskan syariat (hukum) Islam yang kental.
Syair-syair seni Didong dari isi dan kandungan makna punya konsistensi dan kecenderungan yang tinggi dalam mengomunikasikan dan menyampaikan pesanpesan keislaman.
Sedangkan gerak tari dalam Didong muncul dalam gerakan-gerakan badan yang sederhana.
(Baca juga: Dulu Artis Cilik, Kini Mantan Kevin Aprilio Ini Jadi Mama Muda Cantik!)
Tidak ada yang tahu pasti, kapan seni Didong dimulai di Tanah Gayo.
Konon, Didong ini sudah berumur sangat tua, kira-kira muncul bersamaan dengan munculnya peradaban Suku Gayo di tepi danau Lut Tawar.
Seni Didong biasanya mudah ditemui pada peringatan hari-hari besar agama Islam, upacara adat, maupun panen raya.
Atau dalam acara seremonial seperti penyambutan tamu.
(Baca juga: Ditangkap Pakai Kokain, Ini Fakta Richard Muljadi! Cucu Konglomerat - Pacari Artis)
Tentu saja, para seniman Didong selalu menyesuaikan tema-tema yang disampaikan dalam pertunjukkan Didong dengan acara yang sedang berlangsung.
Didong selalu dimainkan paling sedikit 12 pemain.
Terdiri dari pemain tepok tingkah (penepuk bantal), tepok (tanpa bantal), dan ceh (penyanyi/penyair).
Awalnya, pemain Didong semuanya laki-laki.
(Baca juga: Ingin Punya Wajah Halus dan Segar Seperti Artis? Berikut Caranya!)
Namun belakangan, beberapa perempuan dewasa ada juga yang ikut ambil bagian.
Tapi yang menarik dari seni Didong ini adalah kekompakan para pemain tepok tingkah, tepok, dan ceh dalam melantunkan pantun atau nasehat.
Kekompakan para pemain Didong jadi kunci keberhasilan pertunjukan.
Selain untuk pertunjukkan, seni Didong juga bisa dipertandingkan.
(Baca juga: Ternyata Rahasia Turunkan Berat Badan dengan Cepat Ada di Pisang!)
Biasanya pertandingan dilakukan pada malam hari dan dalam waktu semalam suntuk.
Ada dua kelompok yang akan bertanding, setiap kelompok biasanya terdiri dari 30-40 orang.
Mereka duduk bersila membentuk lingkaran, dengan bantal kecil sebagai pengganti alat musik pengiring.
Dalam pertandingan Didong, setiap kelompok terdiri dari 1-3 orang ceh, yang dianggap ahli dalam menuturkan dan melantunkan sastra Gayo dalam bentuk syair puisi dan lagu, baik itu secara spontan maupun melalui berbagai persiapan.
(Baca juga: Cantik! Begini Penampilan Dinda, Atlet Panah Indonesia Pakai Batik)
Kemudian, setiap kelompok diberi kesempatan tampil selama 30 menit secara bergantian, mereka beradu syair dan puisi.
Pertandingan itu akan dinilai juri untuk menentukan, siapa kelompok yang pandai memainkan syair dan puisi dalam seni Didong.
Didong disebutkan memiliki peran dan fungsi yang cukup luas dalam kehidupan sosial, di antaranya sebagai media penyaluran nilai-nilai estetika masyarakat.
Selain itu, Didong disebutkan jadi media komunikasi yang cukup efektif antara pemerintah dengan masyarakat, maupun antar masyarakat itu sendiri.
(Baca juga: Catat, Mulai Besok Belanja Online Diskon Sampai 95%, Ini Daftarnya!)
Makanya, saat ini seni Didong sering digunakan sebagai sarana untuk bergotong-royong.
Seperti membangun rumah ibadah, sekolah, dan upacara pernikahan adat Gayo.
(Baca juga: Bikin Pangling, Ivan Gunawan Pamer Foto Lawasnya, Kurus Banget?)
Untuk kepentingan pemerintah, Didong biasanya dipakai untuk sosialisasi Pancasila, UUD 1945, dan hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan.
Sementara zaman dulu, Didong pernah digunakan untuk melantunkan syair perlawanan saat terjadi penjajahan yang merugikan rakyat Tanah Gayo.(*)
(Ricky Martin/Muhamad Yunus)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR