NOVA.id - Salah satu tempat yang menjadi favorit Sahabat NOVA ketika ingin hangout ke suatu kota adalah wisata belanja.
Nah, jika kita sedang menjalankan dinas luar kota atau memang sedang berlibur ke Cirebon tak ada salahnya mampir ke sebuah desa wisata bernama Trusmi.
Desa yang menawarkan one day shopping alias seharian penuh sampe puas dalam berbelanja batik, dan waktunya tepat dengan Hari Batik Nasional.
Terlebih, jika Sahabat NOVA memang kehabisan stok pakaian motif batik di rumah jangan lewatkan untuk mampir ke sentra batik di Kabupaten Cirebon ini.
Baca Juga : Hari Batik Nasional, Bambang Trihatmodjo Rangkul Mesra Mayangsari Saat Berbatik Merah Menyala, Cetar!
Di sepanjang kanan-kiri jalan, berderet ruang pajang batik milik warga setempat.
"Jumlahnya lebih dari seratus," ujar Heri Kismo (35), pemilik Batik Hafiyan kepada NOVA.
Beberapa tahun belakangan ini, kata Heri, ruang pajang di Desa Trusmi memang menjamur seiring berkembangnya batik Cirebon.
"Tiap libur dan hari Sabtu-Minggu, kawasan ini sudah pasti ramai. Banyak pengunjung datang dari luar kota. Sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi. Itu sebabnya, tiap libur, jadi susah parkir," bebernya.
Baca Juga : Supaya Tak Celaka, Lakukan 3 Teknik Ini Saat Menyetir di Tanjakan atau Turunan, ya!
Pusat batik Cirebon memang berlokasi di Desa Trusmi.
Kisah batik sendiri sudah sangat panjang, sejak zaman Kerajaan Cirebon.
Bermula ada yang mengajari membatik, masyarakat setempat dengan cepat menguasai ilmu membatik.
Lama-kelamaan, batik dijadikan lahan penghasilan warga Trusmi.
Baca Juga : Tak Mau Lagi Disebut Orang Ketiga Antara Raffi dan Nagita, Ayu Ting Ting Akui Dekat dengan Orang Lain
Banyak warga Trusmi yang mengambil karyawan dari desa sekitar.
Setelah pintar, si karyawan lalu buka usaha sendiri.
Dari Trusmi, batik menyebar ke desa sekitarnya seperti Desa Gamel, Kali Tengah, Wotgali, dan Panembahan.
Di situlah rumah-rumah pajang batik siap menanti pembeli.
Baca Juga : Selamat dari Maut, Pramugari Cantik Rekam Suasana Pesawat TNI AU Berisi 200 Korban Tsunami Palu!
Kemashuran batik Cirebon semakin terangkat ketika para desainer terkenal memakainya untuk dijadikan busana indah dan tentu saja mahal.
Belakangan, ketika batik mulai disukai lagi, Desa Trusmi pun tak pernah sepi pembeli.
Apalagi, sejumlah kantor membudayakan busana batik setiap Jumat sehingga batik Cirebon ikut naik pamor.
Motif batik Cirebon yang sangat khas semisal Megamendung, Singabarong, dan Panji Semirang, juga menjadi daya tarik tersendiri.
Baca Juga : Masyarakat Marah-Marah, Adelia Pasha: Ini Semua Ujian dari Allah
Harganya, tergantung cara pembuatan dan bahan dasarnya.
Untuk jenis printing, mulai Rp 17.500 - Rp 150 ribu.
Batik cap antara Rp 30 ribu - Rp 1,5 juta.
Yang paling mahal, jelas batik tulis karena pengerjaannya yang rumit dan makan waktu.
Baca Juga : Punya Suami Miliader, Andi Soraya Sering Turun ke Dapur, Interiornya Serba Glamor Bikin Takjub!
Salah satu ruang pajang yang besar dan ramai adalah Batik Nofa.
Tak hanya di Trusmi, tapi juga di Jakarta dan Yogyakarta.
Konon, usaha yang dikelola pasangan Hj. Eliya Rosa dan H. Surahman ini, termasuk pelopor.
Nama Nofa diambil dari sapaan Nur Fauziah, putri sulung pasangan ini.
Baca Juga : Ramalan Roy Kiyoshi tentang Gempa dan Tsunami di Palu: Saya Melihat akan Ada Air Besar
"Memang, batik Nofa termasuk perintis di sini," ujar Yeti (31), penanggung jawab batik Nofa.
Dulu, cerita Yeti, usaha ini berawal dari satu lemari batik.
"Sekarang mau pesan yang seperti apa pun, dilayani. Ada yang pesan batik tulis dengan kualitas istimewa. Satu bahan saja perlu waktu pengerjaan empat bulan. Malah ada yang setahun. Yang pesan, biasanya pejabat. Motifnya juga spesial, agar tidak sama dengan yang lain," ungkapnya.
Selain melayani pembeli perorangan, pesanan instansi pun kerap diterima para pengusaha batik di Trusmi. Siti Sarah (35), dari Batik Sinar Gunung Jati, contohnya.
Baca Juga : Seminggu Tak Makan Gula Buah dan Tepung, Perempuan Ini Alami Hal Menakjubkan Pada Tubuhnya!
"Sudah sejak lama kami kerja sama dengan PGRI," kata dia.
Motif apa yang banyak diminati pembeli?
"Dulu, masyarakat Cirebon malah sedikit yang memakai batik. Setelah Madame Ivan (Ivan Gunawan, Red.) pakai batik Megamendung, jadi banyak yang suka. Sampai sekarang masih dicari orang," urainya. (*)
(Henry Ismono)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR