NOVA.id - Waktu pacaran “LDR”, eh begitu menikah Lina malah “LDM”.
Mungkin sudah nasib teman kita itu menjalani long distance marriage alias LDM itu.
Namun dia senang-senang saja.
Bahkan santai saja saat teman-teman menjuluki suaminya : “suami weekend”.
Baca Juga : Pecahkan Rekor MURI, Glamournya Pernikahan Bos Baja di Solo Berderet 62 Mobil Mewah!
Lina memahami karena tuntutan pekerjaan suaminya hanya bisa di rumah pada hari Sabtu dan Minggu.
Toh, di satu dua tahun pertama Lina mengaku senang punya “suami weekend”.
Dia bisa punya waktu banyak buat dirinya sendiri dan ini yang tak kalah penting makin mesra dengan sang suami, total melepas rindu yang ditabungnya sejak Senin sampai Jumat.
“Lagian kan enggak kayak Bang Toyib,” canda Lina menyitir lirik lagu dangdut tentang suami yang 3 Lebaran saja tak pulang.
Baca Juga : Delapan Kostum Halloween Artis Luar Ini Bikin Pangling, Siapa Saja?
Tapi, mengapa belakangan apalagi sejak si kecil hadir Lina malah mulai menyesali “suami weekend”-nya?
Dia merasa suaminya tak semesra dulu.
Kalau di rumah lebih banyak main dan istirahat sendiri.
Diajak berduaan, malas.
Kalau ditegur malah galakan dia. “Ah, janganjangan..,” batin Lina.
Baca Juga : Pesawat Lion Air Jatuh, Desta Ungkapkan: Co-Pilotnya Adalah Teman Saya di SMA
Salahkah Lina lantas mencurigai kiprah sang suami yang tinggal lebih lama di kota lain
itu?
Kalau sekadar curiga, ya boleh-boleh saja.
Situasi lokasi tinggal yang berjauhan memang bisa membuka peluang terjadinya kesalahpahaman yang berujung pada konflik.
Baca Juga : Sebelum Terbang, Kopilot Lion Air JT 610 Lakukan Hal Janggal Ini
Karena proses komunikasi yang dilakukan tidak langsung, tapi menggunakan media perantara seperti aplikasi pesan singkat, telepon, video call.
Namun, “…tidak bisa serta merta dikatakan bahwa ‘suami weekend’ akan rentan konflik atau sebaliknya makin mesra. Akan sangat bergantung pada tingkat kesehatan relasi pasutri tersebut,” ujar Pinkan Margaretha Indira, M.Psi Psikolog dari Universitas Kristen Krida Wacana dan Psikolog Wellness Indonesia.
Nah, sehat atau tidaknya relasi pasutri, salah satunya terlihat dari lancar atau tidaknya kita menjalin komunikasi dengan pasangan.
Karena, kita masing-masing di saat-saat tertentu pasti akan berbeda keperluan dan keinginan.
Baca Juga : Gelar Hanum Rais Terancam Dicabut, Ini 4 Fakta Kasusnya Terkait Ratna Sarumpaet!
Terus harus gimana, dong?
“Ya, solusinya masing-masing belajar mengungkapkan perasaan dan harapannya terkait dengan pemanfaatan waktu bersama di akhir pekan. Waktu bersama yang relatif singkat dibandingkan waktu berpisah, perlu diperlakukan sebagai waktu berkualitas yang berharga, sehingga penggunaannya juga direncanakan dengan baik,” kata Pinkan.
Saran Pinkan, perencanaan yang baik bisa dimulai dari kontribusi ide suami dan istri, bahkan bisa juga melibatkan anak-anak, tentang bagaimana waktu langka itu akan digunakan.
Semua keputusan pun harus didasari oleh kebutuhan dan keinginan dari suami dan istri, yang kemudian dinegosiasikan jalan tengah, atau biasa disebut win-win solution.
Baca Juga : Resmi Menikah, Maia Estianty Unggah Foto Lengkap dan Sempurna dengan Irwan Mussry
Dengan demikian, rencana kegiatan bersama di akhir pekan merupakan salah satu bentuk kesepakatan bersama pasutri dengan situasi LDM.
Dalam hubungan seperti ini, perlu ditingkatkan juga rasa percaya satu sama lain, keterbukaan komunikasi, dan komitmen untuk berkomunikasi secara rutin.
Misalnya di pagi hari, siang hari, atau malam hari, tergantung kesepakatan.
Baca Juga : Tak Perlu Lama, Kurangi Berat Badan cukup 5 Menit Aja, Gimana ?
Bisa melalui media chat online, SMS, telepon, atau bahkan video call.
“Jadi ada semacam ritual komunikasi yang dilakukan sebagai upaya nyata memelihara relasi pasutri yang tinggal berjauhan. Sepakati kapan komunikasi itu dilakukan dan tepati kesepakatan itu sehingga terbangun ritual komunikasi jarak jauh,” ujar Pinkan.(*)
(Maria Ermilinda Hayon)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR