Jawab:
Dear Bu Anita,
Saya membaca email Anda berulang-ulang, mencoba mencari apa sebenarnya masalah Anda, khawatir tentang prestasi akademik Ananda yang sulung, atau Anda sedang resah mengenai kedekatan dia dengan ayahnya?
Boleh, ya, Bu Anita, kalau saran pertama saya justru cobalah untuk menelaah diri terlebih dahulu, kondisi emosi Anda, yang menyertai perceraian dulu apakah sudah sempat terselesaikan? Bila itu didominasi rasa marah, sudahkah marah itu reda? Bila itu lebih ke arah sedih karena merasa kehilangan, apakah Anda sudah bisa mengikhlaskan kepergian mantan suami Anda? Bila itu adalah benci, adakah saat di mana Anda merasa lelah sekali harus memelihara rasa benci dalam diri Anda, sementara pengalaman menyakitkan hati sebenarnya sudah lama berlalu dan Anda sudah berpeluang untuk move on?
Bohong, memang, kalau ada orang yang mengatakan bahwa setelah bercerai, dia tak punya perasaan negatif sedikitpun pada mantannya, kecuali memang saat menikah tak pernah ada cinta, akan tetapi, dinamika setelah perceraian, biasanya masih menyisakan emosi-emosi negative, pada perempuan yang diselingkuhi, perasaan tersakiti biasanya membuat hati ngilu, sengilu-ngilunya, hal tersebut dikarenakan, selain kehilangan suami, juga ada rasa kalah dari perempuan yang merebut suami dari sisinya.
Baca Juga : Selingkuh, 2 Oknum Kepala Dinas Mesum Dipergoki Istri Sah: Saya Temukan Video Porno di Handphone Suami
Proses penyembuhan rasa ngilu hati tadi, ngilu itu sudah di atas sakit hati, ya, Bu, berlangsung untuk waktu yang tak sama buat tiap orang, tetapi mereka yang relatif lebih cepat bisa move on, tegak kembali, adalah mereka yang mampu fokus pada hari ini, dan termotivasi untuk meraih target-target keberhasilan hidup yang dicanangkan setelah bercerai.
Yang sibuk mengintip kaca spion untuk melihat masa lalu, adalah mereka yang menghabiskan waktu dan energi untuk meratapi, atau marah-marah terhadap apa yang ada di masa lalu, mereka melakukan hal tersebut tanpa menyadari bahwa sebenarnya, kan, tak akan merubah apapun, di hidup kita saat ini bukankah lebih efektif bagi hidup kita dan anak-anak kalau kita sibuk berpikir, berniat, dan bertindak, untuk mewujudkan kehidupan yang lebih nyaman?
Dari mana datangnya energi untuk itu? Yang paling mudah, adalah membangkitkannya dari dalam diri sendiri, anak-anak sebenarnya adalah sumber energi luar biasa bagi para janda, bukankah rasanya kita mau melakukan apapun, untuk membuat anak bahagia dan mencegah mereka terus menerus merasa tak bahagia karena ayahnya tak hadir dalam hidupnya? Lebih penting lagi, seorang ibu yang sibuk dengan hal-hal positif di dalam dirinya, akan memancarkan pula energi positif bagi lingkungannya, untuk Bu Anita, untuk kedua anak, begitu pula untuk ibu dan adik Anda, bukan?
Baca Juga : Bak Kasih Tak Sampai, Begini Awal Perkenalan Luna Maya dan Reino Barack hingga Pacaran