NOVA.id – Kasus penganiayaan anak di Pontianak masih berlanjut.
Namun, belajar dari kasus Audrey ini, harus disadari bahwayang kita anggap sebagai korban dan pelaku pada akhirnya sama-sama jadi korban.
Hal itu ditegaskan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susianah Affandy M.Si.
“Mereka jadi terkenal sedunia, tak cuma se-Indonesia. Para pelaku anak-anak pun bisa tak punya masa depan,” kata Susianah.
Baca Juga : Efeknya 10 Ribu Kali Lebih Kuat dari Kemoterapi, Jengkol Bisa Jadi Alternatif Obat Kanker Ani Yudhoyono
Mereka jadi begitu terkenal, karena menurut Susianah, kasus ini keburu viral.
Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat KPAI ini juga menyebut jika penyebabnya adalah cyberbullying.
Saat berdiskusi dengan beberapa pengamat di Redaksi NOVA, Senin (15/04), Susianah memang mengungkapkan jika kasus yang disebabkan cyberbullying ini.
Kasus itu kemudian berkembang menjadi kasus pengeroyokan dan penganiayaan sehingga menjadi kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).
Baca Juga : Santap Makan Siang, Bumi Sampireun Cikarang Hadirkan Harga Promo
“Tapi dalam perspektif perlindungan anak, korban dan pelaku itu sama-sama korban. Peristiwa itu, pelanggaran hak anak, bisa terjadi karena adanya pembiaran,” tambah Susianah.
Kata Susianah, pembiaran yang dimaksud karena terjadi pelanggaran hak anak.
Pelanggaran itu pun disebabkan karena anak-anak berangkat dari keluarga yang disfungsi.
Baca Juga : Berikan Kejutan Ulang Tahun, Iko Uwais Berikan Pesan Romantis untuk Audy Item
“Seperti fakta tadi, bahwa dari 10 orangtua hanya 1 atau 2 yang melakukan fungsinya dengan baik. Ini memprihatinkan,” kata Susianah.
Sebelumnya, Mira D. Amir, Psikolog Anak dan Keluarga yang juga ikut dalam diskusi tersebut mengungkapkan bahwa dari 10 orangtua, hanya 1-2 orang yang berkomunikasi baik dengan anak.
Menyoroti hal itu, Susianah mengharapkan agar orangtua tak salah kaprah dalam mendidik anak.
Baca Juga : Hanum Rais Komentari Kejujuran Istri Andre Taulany, Ernest Prakasa: Beli Cermin Agak Gedean
“Ketika anak kita kasih fasilitas, kita sekolahkan, (terus) kita merasa selesai tanggung jawab kita. Padahal Allah memberikan amanah. Anak itu diamanahkan ke orangtuanya, bukan dipindahkan amanah itu kepada gadget-nya,” kata Susianah.
Bahasan lengkap diskusi tentang kasus ini bisa dibaca di Tabloid NOVA edisi No. 1626, tanggal 22-28 April 2019. (*)