Perempuan Jadi Korban Kekerasan? Jangan Diam, Bila Perlu Balas!

By Firli Athiah Nabila, Jumat, 20 September 2019 | 10:40 WIB
Alasan Kenapa Perempuan Harus Belajar Teknik Beladiri, Salah Satunya Menghindari KDRT (saveimternational.biz)

NOVA.id - Di saat kita menjadi korban KDRT, ungkapan “diam adalah emas” tidak berlaku.

Bahkan wajib diubah menjadi “diam adalah emas, tapi melawan adalah berlian!”

Karena, dengan diam bukan saja bakal menderita berkepanjangan, tapi lebih dari itu, “Kalau kita diam, sama saja kita setuju,” kata Hannah Al Rashid , aktris yang aktivis pembela hak perempuan itu.

Baca Juga: Alami Pelecehan Seksual Saat Mahasiswi, Hannah Al Rashid Curhat Begini

Jadi, apa perlu jika kita ditempeleng balas memukul, dipukul balas menendang, dan jika dihardik kita pun balas membentak?

Kalau berani—karena kita yakin tidak bersalah—mengapa tidak.

Namun, yang lebih tepat adalah: tidak diam, berani bersuara.

Merunut kepada penjelasan Wakil Ketua Komisioner Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, langkah awal dalam melawan KDRT yang bisa dilakukan adalah dengan memberanikan diri bercerita kepada orang-orang terdekat.

Baca Juga: Alasan Kenapa Perempuan Harus Belajar Teknik Beladiri, Salah Satunya Cegah KDRT

Memang tidak harus selalu pada orangtua—karena jangan-jangan persoalan bisa tambah memburuk—melainkan pada orang-orang yang bisa Anda percaya, termasuk melapor kepada penegak hukum.

“Dengan melapor itu sebenarnya bisa mengangkat sejumlah persoalan dan memproteksi diri, sehingga lingkungan tahu ada yang mengalami tindak kekerasan.

"Silakan bercerita kepada siapa saja yang dianggap nyaman, bisa dipercaya, dan bisa membantu,” ungkap Yuniyanti Chuzaifah.

Baca Juga: Menangis Minta Tolong Alami KDRT Hingga Kakinya Pincang, Artis Tiga Setia Gara Minta Dipulangkan ke Indonesia

Memang sih, bercerita atau melapor sering tidak mudah. Karena seperti kita tahu, tak sedikit pula orang yang memberi feedback dengan balik menyalahkan atau mencaci kita yang jadi korban.

Tapi, selain kita tak boleh patah semangat, korban tindak KDRT harus terus maju mencari informasi pihak yang benar-benar bisa membantu dirinya.

Baca Juga: Berkaca dari Sara Wijayanto hingga Tiga Setia Gara, Langkah Ini yang Harus Dilakukan Jika Alami KDRT

Mengadu ke Lembaga atau Polisi

Jika tingkat KDRT masih tergolong ringan, bertemulah dengan konsultan perkawinan atau konsultasi ke psikolog.

Namun, ketika taraf KDRT sudah memasuki kategori membahayakan, bukan lagi bercerita ke orang terdekat, kita sebaiknya segera mengadu kepada lembaga yang menangani kasus kekerasan.

Sejauh ini, ada beberapa lembaga terpercaya yang bisa kita hubungi atau kunjungi, seperti LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Perempuan, atau LBH Mawar Saron.

Baca Juga: Kurangi Risiko Kekerasan Seksual Terhadap Anak dengan 5 Ajaran Ini

“Sekarang ini, kan, sudah banyak shelter, di mana perempuan korban kekerasan bisa mendapat perlindungan.

"Upaya terakhir adalah jangan sungkan-sungkan melakukan proses hukum atas tindak kekerasan yang dialami, agar ada efek jera,” ujar Yuniyanti.

Tapi ada hal-hal yang harus tidak dilupakan ketika melapor.

Tapi jangan lupa, saat melapor ke pihak yang berwajib, kita harus membawa saksi serta bukti-bukti.

Flora Dianti, pengamat hukum pembuktian pidana, menganjurkan korban sebaiknya membuat laporan di kantor kepolisian terdekat—diutamakan tingkat Polres—yang mempunyai fasilitas khusus untuk membantu korban KDRT.

Baca Juga: Jelang Hari Perempuan Internasional 2019: Hati-Hati, Salah Kaprah RUU PKS Justru Picu Tingginya Kekerasan Seksual

“Jika keadaan luka korban tidak terlalu parah, dan masih bisa diatasi, maka bisa langsung dibawa ke kantor kepolisian untuk dilakukan visum.

"Jika korban harus segera ditangani oleh dokter, maka visum tetap harus dilakukan setelah mendapat surat pengantar dari penyidik dan korban ditangani oleh dokter,” lanjutnya.

Melawan Secara Fisik

Tapi, salah satu alasan korban KDRT untuk memilih diam adalah takut.

Karena di saat—katakanlah dipukul, kemudian balas memukul—bukankah yang terjadi malah perkelahian?

Baca Juga: Undurkan Diri karena Jadi Tersangka Korupsi, Perpisahan Imam Nahrawi dengan Anak Buahnya Sungguh Haru: Berpelukan hingga Banjir Air Mata

Ya, memang bisa saja terjadi begitu. Namun jika merasa jadi korban KDRT, tak usah takut. Karena, hukum akan membela.

 Pasal 49 KUHP mengaturnya sebagai “pembelaan darurat”.

Namun, “Pembelaan ini harus dalam kondisi berimbang, dalam arti tidak mungkin pelaku KDRT yang melakukan kekerasan tanpa senjata, dilawan oleh korban dengan senjata tajam atau api.

"Hal ini yang disebut dengan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana,” ujar Flora.

Baca Juga: Temui Keluarga Korban yang Ditabraknya Beberapa Tahun Lalu, Dul Jaelani: Tolong Maafkan Saya, Maafkan Saya...

Sementara jika ada yang jadi korban adalah orang yang dekat dengan kita—tetangga, misalnya—bolehkah kita membantu?

Boleh. “Kita yang jadi tetangga kanan-kiri harus ikut memikirkan.

"Caranya, ya cari tahu dulu ke korbannya, tanya persoalannya apa dan apa yang kita bisa bantu. Dimulai dari situ dulu,” tutur Yuniyanti.

Yup. KDRT adalah tindak kejahatan.

Karenanya, sebagai tetangga kita perlu mencegah, bahkan ikut mengatasinya.

Jangan hanya diam lantaran takut dituding sok kepo! (*)