NOVA.id - Beberapa hari ini masyarakat kembali dihebohkan dengan kabar meninggalnya SN (14), seorang siswi SMP di Ciracas, Jakarta Timur, setelah melakukan upaya bunuh diri dengan melompat dari lantai 4 gedung sekolahnya pada Selasa (14/1) lalu.
Banyak dugaan dan spekulasi yang muncul di balik keputusan SN untuk mengakhiri hidupnya dengan cara ini.
Mulai dari permasalahan keluarga hingga kasus bullying yang diduga dialami SN dari teman-temannya di sekolah.
Baca Juga: Menentang Perundungan Online, Instagram Luncurkan Stiker Anti Bullying Terbaru
Kendati demikian, polisi masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap motif dan penyebab pasti terkait kasus ini.
Miris memang mendengar kabar ini, apalagi ditambah dengan berita dugaan bullying yang dialami korban seakan menjadi alarm keras bahwa fenomena bullying tampaknya belum juga usai.
Kita sebagai orangtua yang memiliki anak usia sekolah, pasti ketar-ketir mendengar kabar ini, bukan?
Kan, kita menyekolahkan anak untuk tujuan yang baik dan berharap si kecil bisa belajar dengan aman, bukan justru jadi sasaran bullying.
Tapi, kalau kadung anak sudah menjadi korban, orangtua harus bagaimana?
Jangan panik, tetaplah berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan anak, nah untuk detailnya, bisa ikuti langkah ini, agar masalah bullying yang menimpa anak kita tak berujung seperti kasus SN.
Baca Juga: Waduh, Psikolog Sebut Beauty Bullying Sebabkan Orang Jadi Bunuh Diri!
1. Dengarkan dan Konfirmasi
Jika bullying yang diterima anak berbentuk penganiayaan verbal ataupun sosial dan anak bercerita, maka dengarkanlah cerita itu dengan saksama.
Tanggapi dengan kepala dingin, jangan cepat bersikap emosional, apalagi menyepelekan.
Biarkan anak menyelesaikan semua ceritanya tanpa interupsi.
Baca Juga: Peringatan Untuk Orang Tua! Seorang Anak Bunuh Diri Setelah Mendapat Bullying Melalui Media Sosial
Kemudian kumpulkan semua fakta-faktanya.
Pastikan kita tahu siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana.
Selanjutnya, cobalah untuk memahami data itu dengan nalar dewasa. Deskripsikan secara konstruktif dan hindari asumsi dengan memastikan kembali pada anak.
2. Amati Perasaan Anak
Di saat yang sama, sembari mendengarkan anak bercerita, amati juga apa yang dia rasakan saat itu.
Sedih, marah, cemas, malu, atau perasaan lainnya?
Ukur juga seberapa kuat perasaan itu tengah anak rasakan.
Baca Juga: Yuk Mulai Terapkan Pola Asuh Organik untuk Anak Kita!
Jika intensitas emosinya tinggi, misalnya dia terlihat luar biasa marah, amat sangat sedih, sangat ketakutan, atau semacamnya, segera berikan emotional first aid (dukungan emosional).
Ada dua cara, pertama, bantu anak untuk mengenali perasaannya saat itu.
Misalnya, dengan menanyakan, “Kamu sakit hati waktu Vita bilang kawat gigimu aneh?” Jika anak sudah berhasil dibantu untuk mengenali perasaannya (misalnya dia menjawab, “Iya, aku memang marah sekali” atau “Ya, betul, aku merasa sakit hati dikatai begitu”), maka intensitas emosi yang menyertai perasaan itu biasanya akan surut.
Baca Juga: Waspada! Sikap Orangtua yang Seperti Ini Ternyata Bisa Bikin Anak Tumbuh Besar dengan Sifat Penakut
Kedua, Jika ketajaman emosi anak sudah berhasil dikurangi, selanjutnya tinggal membantu dia untuk mengelola sisa emosinya.
Misalnya dengan berkata, “Minum es teh manis dulu, ya, sebelum melanjutkan ceritamu.” Nah, biasanya usai mendapat emotional relief treatment—dengan teh tadi misalnya—maka intensitas emosi anak dapat surut drastis dan dia akan terlihat lebih ringan.
Jika anak sudah tidak emosional lagi, akan mudah bagi anak untuk melanjutkan ceritanya secara lebih rinci.
Baca Juga: Ini Dia 5 Perilaku Orangtua yang Seringkali Pilih Kasih pada Anak
3. Latih Anak
Jika menurut kita anak masih mampu menangani persoalan ini sendiri, maka usai sesi curhat dan anak terlihat sudah siap—baik saat itu atau beberapa waktu kemudian—kita bisa latih si kecil untuk bisa menghentikan bullying yang dia terima dengan cara non kekerasan.
Misalnya, mengajari anak untuk belajar mengontrol emosinya dengan mengacuhkan dan tidak mendengarkan ejekan yang diterima.
Minta juga anak untuk pergi dari tempat kejadian untuk meredakan emosinya.
Baca Juga: Ternyata Anak Kesayangan Tak Tahu Caranya Memilih dan Buat Keputusan, Begini Penjelasannya
Kita pun bisa melatih dia untuk bisa tegas mengatakan ketidaksukaannya pada perilaku si pem-bully dengan menggunakan nada suara yang tegas dan sikap yang kokoh.
Misalnya, “Jangan mengejek. Aku tidak suka!”
Atau, anak juga bisa diajari untuk menyampaikan ekspektasinya kepada si pelaku secara asertif, misalnya dengan menggunakan kata-kata: “Aku mau…” Contohnya, “Aku mau kamu berhenti menggangguku.”
Baca Juga: 5 Tips Menjadi Orangtua Enggak Pilih Kasih Terhadap Anak
4. Laporkan
Apabila bullying yang terjadi pada anak sudah sampai pada penganiayaan fisik atau tindak kriminal, misalnya dia dipukuli atau dilecehkan.
Maka jangan ragu untuk segera melaporkannya kepada pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan anak saat kejadian berlangsung, dalam hal ini kepada pihak sekolah.
Bahkan, jika perlu laporkan juga kepada polisi untuk mendapat penanganan yang serius.(*)