Punya Makna Mendalam, Inilah Filosofi Bubur Merah Putih yang Kerap Ditemui saat Peringatan Tahun Baru Islam

By Ratih, Kamis, 20 Agustus 2020 | 13:11 WIB
Punya Makna Mendalam, Inilah Filosofi Bubur Merah Putih yang Kerap Ditemui saat Peringatan Tahun Baru Islam (Line Today/Imesh)

NOVA.id - Hari ini, Kamis (20/08), seluruh umat Islam merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 H.

Di momen yang sangat spesial ini, masyarakat Jawa memiliki tradisi khusus.

Salah satunya adalah menu masakan bubur merah putih yang kerap ditemui untuk peringatan hari tertentu.

Baca Juga: Dita Soedardjo Lelang Kebaya dan Batik Tunangan dengan Denny Sumargo

Kehadiran bubur merah putih dalam berbagai perayaan adalah sebagai sesaji. Menurut sejarawan Heri Priyatmoko, sesaji memang jadi salah satu tradisi dalam perayaan atau selamatan yang dilakukan masyarakat Jawa.

"Sesaji itu sarana untuk memohon keselamatan, kelancaran, dan hal-hal penangkal bala kepada Gusti Allah atau Tuhan. Jadi tidak bisa dimaknai sebagai klenik," ujar Heri ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (11/08).

"Jadi mereka percaya pada Tuhan tapi dengan cara itu tadi, menyajikan aneka sesaji. Salah satunya bubur merah putih," lanjutnya.

Baca Juga: Merek Fashion Susen Hadir di Indonesia, Pilihan Tas Makin Beragam

Sejarah bubur merah putih ternyata bisa ditarik jauh hingga masa pra-Islam, tepatnya di era Hindu.

Bubur merah putih, kata Heri, bahkan sudah ada sebelum masa Serat Centhini.

Keberadaan bubur pada era Hindu ini tercatat bahkan pada prasasti. Itu dibuktikan, kata Heri, lewat adanya catatan tentang cara mengolah jenang atau bubur.

Jenang dianggap jadi makanan yang erat dengan kehidupan manusia yang paling awal.

Baca Juga: Berdarah Blasteran Bule Belanda, Anak Laki-Laki Maudy Koesnaedi Bangga Jadi Paskibraka

Pasalnya, jenang atau bubur jadi makanan pertama yang dikonsumsi oleh manusia ketika masih bayi. Bahkan sebelum nasi.

"Kemudian kok bisa masuk ke dalam wilayah religi dan ritual? Karena makanan itu bisa hadir bukan hanya pada kepentingan sehari-hari tapi kepentingan religi juga sama," kata Heri.

Warna merah pada bubur merah putih, kata Heri, jadi simbol indung telur. Sementara warna putih menjadi simbol dari sperma. Kedua warna tersebut jadi representasi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan.

Baca Juga: Sukses Digelar, Olahraga Virtual Ionation Berhasil Diikuti Ribuan Workout Enthusiast Indonesia

Tak itu saja, bubur merah putih juga bisa diartikan sebagai simbol kehidupan baru.

Ritual memasak dan pendamping sesaji Sebagai sebuah sesajen, bubur merah putih juga memiliki beberapa ritual khusus yang harus dilakukan kala membuat bubur merah putih.

Salah satunya adalah sang pembuat bubur merah putih harus dalam keadaan bersih dan suci. Dalam hal ini misalnya, tidak boleh sedang dalam keadaan datang bulan.

Baca Juga: Gaungkan Semangat Cinta dan Bangga Buatan Indonesia, NUFF 2020 Digelar

"Ini mitosnya ya. Tapi kemudian fakta di balik itu adalah masalah kebersihan. Faktanya biar bisa fokus memasak dan kebersihannya terjaga," jelas Heri.

Sementara untuk pendamping bubur merah putih, Heri menyebut seperti halnya sesajen lain biasanya bubur merah putih juga disajikan bersama dengan rokok kretek, uang koin, dan ayam ingkung.

Pendamping tersebut disebut juga sebagai pengantar doa. Bubur merah putih, rokok kretek, uang koin, dan ayam ingkung ini kemudian diletakkan dalam takir yang merupakan wadah yang terbuat dari daun pisang.

Baca Juga: Uniknya Konvoi Bendera Merah Putih di Raja Ampat untuk Peringati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Filosofi Bubur Merah Putih khas Tahun Baru Islam, Representasi Perempuan dan Lelaki