Google Doodle Hari Ini: Sariamin Ismail yang Jadi Novelis Perempuan Pertama Indonesia

By Alsabrina, Sabtu, 31 Juli 2021 | 14:02 WIB
Google Doodle hari ini: Sariamin Ismail (tangkap layar Google)

NOVA.id - Google Doodle hari ini (31/7/2021) menampilkan sosok perempuan menggunakan pakaian adat berwarna merah muda.

Sosok tersebut bernama Sariamin Ismail yang tengah berulang tahun ke 112.

Sariamin Ismail adalah penulis Indonesia yang tercatat sebagai novelis perempuan pertama di Indonesia. 

Ia lahir di Talu, Pasaman, Sumatra Barat tanggal 31 Juli 1909.

Baca Juga: Profil Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia yang Masuk Google Doodle Hari Ini

Sariamin Ismail merupakan wanita pertama yang menulis untuk Balai Pustaka dan pelopor angkatan Pujangga Baru.

Mengutip Kompas.com, satu diantara novel yang terkenal berjudul Kalau Tak Untung (1933).

Novel tersebut bercerita tentang seorang perempuan bernama Rasmani.

Baca Juga: Ulang Tahun Google ke-22, Karakter Google Doodle Rayakan Lewat Video Call

Biografi Sariamin Ismail

Mengutip Tribun Pontianak, Sariamin pada masa kecilnya diberi nama oleh orang tuanya Basariah, namun sering sakit.

Oleh sebab itu, nama Basariah tersebut diganti dengan nama Sari Amin, kedua kata dipisahkan.

Namun, jiwa seni Selasih mendorongnya untuk menggabungkan kedua kata itu menjadi satu, yaitu Sariamin.

Baca Juga: Biografi Benyamin Sueb, Seniman Betawi Legendaris di Google Doodle Hari Ini

Tambahan Ismail didapatnya dari nama suaminya.

Sariamin menikah pada tahun 1941 dengan Ismail yang pada waktu itu adalah seorang pokrol atau pembela perkara di landraad.

Sariamin dan Ismail bertemu di Landraad sebab ia harus berurusan dengan Polisi Rahasia Belanda (PID) yaitu sebanyak tiga kali.

Sariamin pernah tiga kali kena delik pres dan satu kali kena "sprek delik" serta pernah membayar denda untuk koran.

Baca Juga: Mengenal Sosok Ani Idrus, Perempuan yang Wajahnya Hari Ini Tampil di Google Doodle, Ternyata Seorang Tokoh Wartawati!

Tulisan-tulisan Sariamin memang cukup tajam dan pada waktu itu cukup menggelorakan semangat kebangkiian untuk mencapai kemerdekaan.

Kebiasaan menulis yang dimiliki oleh Selasih sejak kecil menjadikannya seorang pengarang besar wanita di zamannya.

Selasih sejak umur sebelas setengah tahun sudah mulai menulis di buku harian, yang diberinya nama Mijn Vriendin.

Selasih selalu mencurahkan kesedihan hatinya pada buku harian itu.

Baca Juga: Jadi Google Doodle Hari Ini, Begini Sosok Maria Maramis, Pahlawan Nasional Indonesia

Pada saat itu, dia adalah murid Meiijes Normaal School, masih muda, bertubuh kecil, tidak cantik, dan berasal dari kampung kecil.

Hal itu menjadikan Selasih kecil selalu bersedih karena tidak ada teman-temannya yang memperhatikan, bahkan dia sering diejek oleh teman-temannya.

Kesedihannya itu dicurahkan pada buku harian dalam bentuk puisi. Kepandaian Selasih dalam menulis puisi ini tidak datang begitu saja.

Orang yang berjasa menumbuhkan minat dan kemampuan Selasih dalam dunia sastra adalah neneknya.

Baca Juga: Rayakan Hari Perempuan Internasional, Chelsea Islan: Kita Butuh Banyak Tokoh Perempuan Inspiratif

Nenek Selasihlah yang setiap malam menceritakan kepada Selasih kecil dongeng-dongeng dalam bentuk sajak, seperti Putri Bungsu, Mayang Mengurai, dan Gadis.

Selain itu, kehidupan yang ada di masyarakat desa tempat Selasih tinggal juga mendukung.

Mereka sering mengadakan acara pantun-berpantun dalam berbagai upacara selamatan.

Kebiasaan menulis sajak ini diketahui oleh teman-teman dan gurunya.

Baca Juga: Mengenal Sosok Sri Rezeki Hadinegoro, Pejuang Vaksin di Tengah Pandemi Covid-19

Selasih pun kemudian sering diminta oleh gurunya untuk menulis syair lagu atau pun naskah sandiwara.

Pada suatu saat Selasih menulis sebuah puisi yang berjudul "Orang Laut".

Puisi ini dianggap baik oleh gurunya sehingga dibacakan di setiap kelas.

Hal ini menjadikan Selasih mendapat julukan atau gelar "cucu Rabindranath Tagore".

Baca Juga: Sarah Gilbert, Sosok Inspiratif di Balik Penemuan Vaksin AstraZeneca

Lulus dari sekolahnya, Selasih kemudian menjadi seorang guru.

Setelah menjadi guru dia merasakan banyak hal yang perlu dibenahi dalam kehidupan wanita.

Melihat keadaan itu, Sariamin, yang pada waktu itu baru berumur 16 tahun, mulai menulis beberapa artikel yang berkaitan dengan dunia wanita.

Sariamin berpikir bahwa gadis Indonesia sebenarnya tidak harus selalu tinggal di rumah saja sehingga tidak memiliki pengetahuan apa pun.

Baca Juga: Selain Lili Pintauli Siregar, Ini 3 Tokoh Perempuan Dunia Pejuang Anti Korupsi

Gadis Indonesia sudah waktunya bergerak untuk mencari pengetahuan dan bekal hidupnya masing-masing.

Hal-hal semacam itu yang pertama kali dituliskan oleh Sariamin.

Tulisan Sariamin yang pertama berjudul "Betapa Pentingnya Anak Perempuan Bersekolah".

Karangan Sariamin ini dimuat dalam majalah pada tahun 1926.

Baca Juga: Profil Windy Cantika, Peraih Medali Pertama Indonesia di Olimpiade Tokyo

Pendidikan

Pendidikan terakhir Sariamin Ismail adalah Meisjes Normaalschool (Sekolah Guru Perempuan).

Pendidikan ini dijalaninya di Padang Panjang tahun 1921—1925.

Sariamin menamatkan sekolahnya pada tanggal 18 April 1925.

Baca Juga: Ibunda Didi Mahardika Meninggal Dunia, Ini Profil Rachmawati Soekarnoputri

Sebelum dia sekolah di Meisjes Normalschool Selasih sudah menamatkan pendidikan sekolah desa pada tahun 1916.

Pendidikan yang diperoleh oleh Sariamin cukup tinggi dan istimewa untuk masa itu sebab pendidikan untuk wanita di masa itu masih merupakan hal langka.

Keberadaan pendidikan perempuan yang demikian itu agaknya menggerakkan hati Sariamin untuk menuliskan kondisi yang dihadapinya.

Baca Juga: Profil Liza Putri Noviana: Dedikasikan Hidupnya untuk Merawat Pasien Hingga Gugur di RS Wisma Atlet Kemayoran

Beberapa karangannya bertema pendidikan untuk perempuan, seperti "Betapa pentingnya Anak Perempuan Bersekolah"; "Tak Perlukah Ditambah Sekolah Gadis di Sumatra?"

Selain pendidikan formal di zaman pemerintahan Belanda, pada masa Jepang Selasih juga mengikuti Sekolah Tinggi Pendidikan zaman Jepang atau Jo Kien Sihan Gakko pada sekitar tahun 1943-1944 di Padang Panjang.

Sariamin juga pernah mengikuti pendidikan di sekolah Samilussalam kepunyaan Ja'afar Jambek di Bukit Tinggi.

Baca Juga: Profil SK Trimurti: Dari Guru Jadi Jurnalis Perempuan Pertama Indonesia

Sekolah inilah yang menjadikan Sariamin dekat dengan agama Islam dan kemudian menjadi pengurus organisasi Islam yang aktif.

Karya Sariamin Ismail

Karya-karya berikut ada yang sudah diterbitkan dan ada yang belum diterbitkan.

Beberapa di antara karya Sariamin Ismail atau Selasih adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Profil Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia yang Masuk Google Doodle Hari Ini

 

 

Puisi

1. Kebesaran Hari Raya (Pandji Pustaka. No. 8-9. 1933. Th. 11)

2. Kecewa (Pandji Pustaka. No. 24. 1933. Th. 11)

3. Lapar (Pudjangga Bam. No. 1. 1933. Th. 1)

Baca Juga: Profil Kathrin Jansen, Ilmuwan Perempuan di Balik Keberhasilan Vaksin Pfizer untuk Covid-19

Prosa

Roman (sudah terbit)

1. Kalau Tak Untung (Balai Pustaka. Jakarta: 1933)

2. Pengaruh Keadaan (Balai Pustaka. Jakarta: 1937)

3. Kembali Ke Pangkuan Ayah (Mutiara Sumber Widya, Jakarta: 1986)

4. Musibah Membawa Bahagia (Depdikbud. Jakarta: 1986)

Baca Juga: Profil Moorissa Tjokro, Insinyur Perempuan Tesla Asal Indonesia yang Juga Aktif Sebagai Relawan Kemanusiaan

Roman (belum terbit)

1. "Di Pusara Ibu"

2. "Corak Dunia"

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil Sariamin Ismail, Sosok Perempuan Pengarang Novel di Google Doodle Hari Ini 31 Juli 2021