NOVA.id - Tentu saja sikap agresif anak membuat kita sebagai orangtua khawatir, terlebih jika kebiasaan tersebut sudah mulai menggangu si anak maupun orang lain.
Psikolog Anak Astrid WEN, M.Psi., Psikolog, menuturkan bahwa kebiasan anak yang suka memukul bukanlah hal yang wajar, meskipun mungkin hal itu dilakukan karena anak belum mengetahui bagaimana mengekspresikan emosinya.
“Bukan suatu hal yang wajar dilakukan, tetapi kalau anak melihat ada contohnya, sangat mungkin untuk dia lakukan,” ujar Astrid.
Yang dimaksud contoh, misalnya tanpa sengaja anak melihat lingkungan sekitar atau melihat adegan di TV, di mana saat dalam kondisi terdesak responsnya adalah dengan memukul untuk mempertahankan diri.
Baca Juga: Tips Kesehatan Tabloid NOVA Minggu Ini: Wajarkah Kita untuk Overthinking?
Respons Lingkungan
Selain karena anak belum tahu bagaimana mengekspresikan emosinya, kebiasaan anak memukul juga bisa jadi karena respons lingkungan yang tidak tepat.
“Ada respon lingkungan. Karena dia masih bayi, enggak sengaja gerakan tangannya kena orangtuanya, misalnya. Tapi orangtuanya karena merasa belum sakit, ngajak bercanda misalnya, Oh Mama sakit."
"Dari situ anak merasakan ada kesenangan, karena kan ada perhatian yang diberikan orangtua,” kata Astrid.
Baca Juga: Tabloid NOVA Terbaru: Pernah Gagal Berumah Tangga, Gading Marten Akui Kini Takut Komitmen
Memberikan respons tertawa bahagia bisa membuat anak berpikir bahwa hal tersebut bisa dilakukan kembali, karena persepsi anak, melakukan hal tersebut adalah bercanda.
Tak hanya memukul, si anak bisa juga melakukan tindakan kekerasan lainnya dengan mencubit, menjambak, menggigit, hingga mencakar.
Sebelum terburu-buru memarahi anak, ada baiknya kita mencari tahu terlebih dahulu penyebab anak melakukan hal itu.
Baca Juga: Tabloid NOVA Terbaru: Han So-hee dan Gading Marten yang Ceritakan soal Cinta
Cara Mengatasinya?
Lantas apakah kebiasaan itu bisa dihilangkan? Tentu bisa. Kata Astrid, anak berusia bayi sampai dengan pra-sekolah dasar masih sangat mudah untuk diubah kebiasaanya.
Berbeda jika anak sudah memasuki usia sekitar 9 tahun ke atas, akan sangat berkaitan dengan perbaikan respons dari orangtua.
Baca Juga: Resep Tabloid NOVA Seminggu: Cara Membuat Getuk Singkong Nangka
1. Beri anak pengertian
Pertama-tama kita dapat memberikan pengertian kepada anak, bahwa tindakan memukul adalah tidak baik.
Jika ternyata karena tindakan itu didukung oleh lingkungan dan anak menganggapnya sebagai bentuk bercanda, maka selanjutnya, saat anak memukul jangan lagi memberikan respons tertawa.
Saran Astrid, kita ajarkan, misalnya dengan bilang, “Jangan pukul yah, ternyata Mama selama ini salah, memukul itu sebenarnya tidak boleh.”
Jadi, “Respons kita juga diganti untuk mendapatkan pergantian tingkah laku,” kata Astrid.
Pastikan saat memberitahukan hal itu kepada anak, kita tetap tenang namun tegas. Tegas dalam artian bukan berarti kita balik memukul anak. Kita bisa mengatakan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan.
Baca Juga: Tabloid NOVA Edisi 1747: Tips agar Bisa Lakukan Self Reward Namun Tetap Sesuai Kantong
2. Ketahui apa yang anak inginkan
Sembari memberinya pengertian, coba untuk memahami apa yang anak ingin komunikasikan, dan kenapa dia memukul.
Kata Astrid “Biasanya anak memukul ada alasannya, apakah ada kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi.”
Coba untuk mendengarkan anak, karena mungkin saja ada rasa marah, di mana sebenarnya anak sudah berusaha menyampaikan kepada orangtua, namun tak kunjung mendapatkan respons.
3. Ajari anak hadapi konflik
Alasan lain mengapa anak memukul bisa jadi karena memang kita tak pernah mengajarkan anak bagaimana menghadapi konflik.
Misalnya, saat anak diganggu atau mainannya direbut lalu responsnya memukul, bisa jadi karena si anak memang belum tahu bagaimana harus mengatasi konflik.
Karena itu, menurut Astrid anak perlu diajarkan kemampuan-kemampuan menyelesaikan masalah.
Dalam situasi seperti itu, orangtua dapat mendampingi anak dan membantu validasi emosinya.
Baca Juga: Cover Tabloid NOVA Terbaru: Marshanda Buka-bukaan Soal Bentuk Tubuhnya dan Cintai Diri Sendiri
“Kamu marah, ya?” Lanjutkan denganpertanyaan, “Marahnya karena apa? Oh kamu marah karena mainan kamu diambil?”
Selajutnya orangtua bisa membatu anak untuk berkomunikasi dan bernegosiasi, misalnya meminta teman atau kakaknya agar mau berbagi mainan.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)