Saat ini Rosmini memiliki margin keuntungan 10-12% per bulan, ia juga mendapat pinjaman modal dari bank untuk mengembangkan usahanya dan dapat membeli lebih banyak produk pasca-konsumsi dari Pelestari.
Hamish menambahkan, di aplikasi Octopus juga memuat cara kelola sampah tertentu, misalnya popok bekas, kaca, dan sebagainya. “Kita bantu konsumen untuk mengubah gaya hidupnya,” tuturnya.
Guna menarik minat anak muda kalangan millennial untuk bergabung dalam mengelola sampah melalui Octopus, aplikasi ini telah menjalin kolaborasi dengan pihak lain yang relevan dengan gaya hidup kekinian. “Sekarang kami kerja sama dengan Kopi Soe, UMKM, juga sejumlah tempat popular di Bali.
Tak lama setelah dibentuk, Octopus telah menarik perhatian sejumlah perusahaan multinasional, mulai dari industri kemasan hingga merek-merek FMCG.
Baca Juga: Resep Tabloid NOVA Seminggu: Cilok Isi Keju Melted yang Bisa Jadi Ide Jualan Gampang
Hingga akhir tahun 2021, sebut Hamish, Octopus berharap dapat mengelola 1 miliar post consumed products (sampah kemasan yang telah digunakan oleh konsumen) menjadi materi yang dapat didaur ulang dan digunakan kembali (umumnya terdiri dari botol plastik atau kertas kemasan).
Guna meluaskan jangkauan dalam solusi penanganan sampah, Octopus juga berkolaborasi dengan pemerintah. “Saat ini kami bermitra dengan provinsi Jawa Barat dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,” terang Hamish.
Hamish mengajak segenap pemangku kepentingan untuk ikut bergabung di Octopus dan bersama-sama mengatasi masalah sampah.
“Sangat mudah bergabung dengan ekosistem kami jika mau berkontribusi dalam melestarikan alam. Tersedia insentif bagi pengguna dan pendapatan yang lebih baik bagi Pelestari, serta membantu memberdayakan Pelestari agar menikmati hidup yang lebih baik bersama keluarganya,” pungkas Hamish. (*)