Mengenal Skema Ponzi, Jenis Penipuan yang Dipakai oleh Simon Leviev The Tinder Swindler untuk Menipu Korbannya

By Alsabrina, Selasa, 8 Februari 2022 | 18:31 WIB
Skema Ponzi yang digunakan Simon Leviev untuk menipu korbannya ()

NOVA.id - Nama Simon Leviev atau Shimon Hayut menjadi perbincangan sejak meledaknya film dokumenter Netflix yang berjudul The Tinder Swindler.

Diceritakan, Simon Leviev menipu korbannya dengan identitas palsu sebagai seorang miliarder yang tengah terancam oleh musuhnya.

Ia kemudian meminta bantuan sejumlah uang dari para korbannya yang ia temui dari Tinder.

Uang tersebut kemudian ia pakai untuk menghidupi kehidupan serba mewahnya.

Diberitakan oleh The Times of Israel, Simon Leviev telah menipu sebanyak 10 juta USD atau sekitar Rp144 miliar dari para korbannya pada tahun 2017 hingga tahun 2019 dengan memakai skema ponzi.

Modus penipuan skema ponzi harus diwaspadai. Pasalnya, skema ponzi adalah skema penipuan keuangan yang paling sering terjadi.

Skema penipuan sejak dahulu memiliki pola yang sama, hanya dibalut dengan kulit yang berbeda.

Apa pun jenis penipuannya, pasti diberikan dengan menyertakan umpan agar bisa menarik korban. Sama halnya seperti skema ponzi.

Oleh karenanya, skema ponzi adalah salah satu modus penipuan yang harus diketahui dan dipahami oleh investor maupun masyarakat awam agar tidak ada lagi yang terjebak dalam skema penipuan ini.

Baca Juga: Sinopsis The Tinder Swindler, Film Dokumenter Netflix Soal Penipuan Simon Leviev di Aplikasi Kencan

Mengenal Skema Ponzi

Mengutip buku Bebas dari Penipuan Keuangan oleh Benny Santoso, skema ponzi adalah modus penipuan yang menjanjikan keuntungan cepat untuk para korbannya.

Kenapa skema ponzi tetap banyak menarik korban?

Karena skema ponzi memiliki umpan yang sangat menggiurkan, di mana sang korban dijanjikan akan mendapat uang dengan cepat dan mudah.

Penipu hanya perlu mengubah bentuk luar dari skema ponzi ini, lalu korban pun akan berdatangan dan jatuh dalam jebakan penipuan.

Secara umum, skema ponzi adalah dapat memberikan keuntungan bagi anggota yang lebih dulu bergabung, di mana keuntungan tersebut diambil dari anggota yang bergabung belakangan.

Skema ponzi kerap disebut sebagai skema piramid karena anggota yang bergabung dibagi menjadi level atau tingkatan yang berbentuk seperti piramid.

Anggota yang pertama kali bergabung akan menduduki tingkatan tertinggi, yaitu di puncak piramid. Anggota yang bergabung selanjutnya akan menduduki tingkatan di bawahnya.

Dengan demikian, susunan anggota dari skema ponzi adalah jumlah anggota yang berada di tingkatan atas lebih sedikit dari jumlah anggota yang ada di tingkatan bawah sehingga polanya mirip seperti bentuk piramida.

Baca Juga: Profil Simon Leviev The Tinder Swindler, Mengaku Miliarder Hingga Menipu Banyak Perempuan di Aplikasi Kencan

Bagaimana cara kerja skema ponzi?

Kemungkinan pertama, anggota yang pertama gabung harus merekrut anggota lain untuk ikut bergabung.

Artinya, tiap anggota harus aktif merekrut anggota baru untuk bergabung dengannya. Biasanya, skema ponzi adalah berbentuk sangat sederhana untuk memberikan kesan skema ini mudah untuk direalisasikan.

Misalnya, satu anggota hanya perlu merekrut dua atau tiga orang. Nah dari perekrutan anggota baru tersebut, anggota lama akan diberikan keuntungan tertentu. Skema pembagian keuntungan biasanya sudah diberitahukan secara jelas dari awal anggota bergabung.

Biasanya, skema ponzi yang menggunakan cara ini akan membentuk arisan berantai atau berkedok multi level marketing (MLM).

Kemungkinan kedua, para anggota tidak perlu merekrut anggota baru tapi perusahaan lah yang akan merekrut sendiri anggota barunya.

Meski tidak ada keharusan merekrut anggota baru seperti cara yang pertama, namun anggota lama akan tetap mendapat uang dari orang-orang yang baru mendaftar.

Biasanya, skema ponzi yang menggunakan cara kedua ini akan berbentuk koperasi, bank gelap, atau skema investasi.

Meskipun agak berbeda caranya, kedua cara ini tetap akan membawa dampak yang merugikan bagi sebagian besar anggota, terutama bagi anggota yang baru bergabung di akhir.

Baca Juga: 5 Tips agar Terhindar dari Penipuan di Aplikasi Kencan Online

Alasan perlu mewaspadai skema ponzi

Alasan perlu mewaspadai skema ponzi adalah bisa membuat korban terlena dengan keuntungan yang diberikan hanya dengan perekrutan anggota baru.

Korban bisa mendapatkan uang dengan mudah tanpa perlu melakukan apapun selain aktif merekrut anggota baru.

Namun perlu dicatat, keuntungan hanya akan diberikan selama ada anggota baru yang bergabung.

Artinya, jika tidak ada anggota baru yang mau bergabung maka skema ini akan hancur.

Oleh karenanya, biasanya skema ponzi memang dirancang untuk hancur pada waktu tertentu.

Semakin banyak anggota yang bisa bergabung dalam skemanya, maka akan semakin cepat skema ini hancur.

Apabila satu skema ponzi mewajibkan anggota merekrut dua anggota baru,

maka hanya membutuhkan 33 tingkatan saja untuk bisa menampung penduduk di seluruh dunia yang berjumlah miliaran.

Baca Juga: Hati-hati Bahaya Penipuan Investasi, Yuk Kenal dan Pahami Skema Ponzi

Siapa pencipta skema ponzi?

Menurut buku Unfair Advantage oleh Robert T. Kiyosaki, pencipta skema ponzi adalah Charles Ponzi.

Charles Ponzi merupakan warga Italia yang terkenal pada 1920 karena berhasil menipu dalam jumlah yang besar.

Pada saat itu, Ponzi berhasil mengantongi uang sekitar 7 juta dollar AS dari para korbannya. Namun, jumlah tersebut masih kalah banyak dari yang didapatkan Bernie Madoff.

Pada 2008, Madoff mengambil sekitar 50 miliar dollar AS dari korbannya dengan menggunakan skema ponzi.

Meski jumlah uang yang didapatkan Madoff lebih besar, namun Charles Ponzi adalah yang pertama memperkenalkan skema ini ke khalayak luas.

Oleh karenanya, nama skema ini diambil dari nama Charles Ponzi.

Cara Simon Leviev menipu korbannya

Diceritakan dalam The Tinder Swindler, Simon Leviev menampilkan diri sebagai sosok laki-laki idaman para perempuan, seperti memiliki finansial luar biasa, tampan, bisnis besar, pandai memikat, sehingga korbannya mudah jatuh hati.

Baca Juga: Waspada Kejahatan SIM Swap yang Bisa Bikin Liburan Tak Aman, Ini Cara Menghindarinya

Ia sering mencari korban di Tinder dan setelahnya menjalin hubungan jarak jauh dengan korban karena alasan pekerjaan.

Karena alasan pekerjaan pula lah ia mengatakan bahwa dirinya tengah "diincar" oleh musuhnya sehingga ia butuh bantuan finansial dari korban.

Ya, ia "mengencani" korban pertama untuk kemudian meminta bantuan finansial. Ketika berhasil didapat, ia menggunakan uang tersebut untuk bersenang-senang dengan "korban" selanjutnya sebelum akhirnya meminta bantuan finansial kembali.

Ia memakai uang korban untuk membiayai kehidupan mewahnya.

Liciknya, Simon Leviev tak memakai namanya untuk melakukan pinjaman ke bank, melainkan korbannya sendiri yang meminjam langsung sehingga hal tersebut bisa jadi alibi bagi Simon tak melakukan tindak penipuan.

Kini, Simon Leviev telah bebas dari penjara dan tetap melakukan gaya hidup yang mewah.

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)