Nova.id – Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditandai dengan gejala yang khas, yakni batuk berkepanjangan. Pada beberapa kasus, batuk juga disertai darah.
Namun sayang, batuk sering kali dianggap sebagai gejala penyakit yang umum sehingga penyakit TBC tidak terdeteksi secara dini. Akibatnya, banyak pasien TBC yang baru menyadari dan tergerak untuk melakukan pemeriksaan ketika gejalanya sudah lebih parah.
Padahal, dengan penanganan dini, gejala maupun dampak buruk yang disebabkan TBC bagi paru bisa diminimalisasi. Centers for Disease Control (CDC) juga menyatakan, TBC bisa sembuh total apabila pasien menjalani tahapan pengobatan dengan benar.
Dilansir dari laman National Health Services (NHS), penularan bakteri TBC dapat terjadi melalui udara. Bakteri dapat lepas ke udara bersamaan dengan percikan air liur saat pasien TBC berbicara, batuk, bersin, atau meludah.
Baca Juga: Manfaat Teh Rambutan untuk Kesehatan, Bisa Turunkan Berat Badan!
Selain itu, risiko penularan juga dapat terjadi apabila seseorang yang sehat menggunakan peralatan makan yang sama dengan pasien TBC.
Gejala TBC
Melansir Mayo Clinic, pasien TBC memiliki dua tahap gejala, yakni TBC laten dan TBC aktif.
TBC laten dapat terjadi ketika pasien terinfeksi bakteri TBC, tetapi pasien memiliki daya tahan tubuh yang kuat sehingga mampu melawan bakteri TBC sebelum menginfeksi tubuh. Meskipun, bakteri penyebab TBC tinggal di dalam tubuh.
Oleh sebab itu, sebagian besar pasien TBC dengan kondisi TBC laten tidak menunjukkan gejala sama sekali. Namun, apabila daya tahan tubuh melemah, kondisi TBC laten dapat berkembang menjadi TBC aktif.
Baca Juga: Mengapa Kita Batuk Setelah Minum Es? Ternyata Penyebabnya Bukan Cuma Infeksi
Pada tahap tersebut, pasien mulai menunjukkan beberapa gejala, seperti batuk lebih dari 14 hari, nyeri dada, sesak napas, demam, berkeringat pada malam hari, kehilangan nafsu makan, dan lelah berlebihan.
Salah satu cara untuk membedakan batuk biasa dengan batuk TBC adalah dengan melihat warna dahak atau lendir. Lendir batuk biasa umumnya berwarna bening. Sementara, lendir batuk TBC berwarna hijau atau kuning akibat infeksi bakteri, bahkan disertai darah.
Gejala TBC pada orang dewasa dan anak-anak pun biasanya tidak jauh berbeda. Namun, penyakit TBC pada anak-anak dapat ditandai dengan pertumbuhan anak yang kurang optimal.
Anak-anak yang terinfeksi bakteri TBC umumnya menunjukkan gejala gizi buruk, seperti kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan drastis, dan pertumbuhan lamban.
Baca Juga: Ibu Wajib Tahu, Ini Cara Cegah Stunting dan Obesitas pada Anak
Risiko penularan
Seperti diketahui, penularan bakteri TBC dapat terjadi melalui udara. Meski demikian, penularan TBC tidak semudah dan secepat penyakit umum, seperti flu atau batuk biasa.
Melansir laman kesehatan tbfacts.org, proses penularan TBC terjadi akibat kontak fisik yang cukup dekat dan lama dengan pasien TBC. Misalnya, sering berada di ruangan yang sama atau tinggal satu rumah dengan pasien.
Selain itu, risiko penularan TBC juga lebih tinggi pada orang dengan human immunodeficiency virus (ODHIV) dan anak-anak usia di bawah 5 tahun yang tinggal bersama pasien TBC.
Laporan Organisasi Badan Kesehatan (WHO) berjudul Global TB Report 2021 juga mengungkapkan, kekurangan gizi (stunting) menjadi faktor risiko tertinggi pemicu penyakit TBC, terutama pada anak-anak.
Meski bakteri TBC umumnya menyerang paru-paru, bakteri ini juga dapat menyebar dan menginfeksi bagian tubuh lain, seperti sistem pencernaan, kelenjar, tulang, dan sistem saraf.
Baca Juga: Metode untuk Kembalikan Kapasitas Paru-paru Pasca Terinfeksi Covid-19
Memutus mata rantai penularan TBC
Saat ini, TBC masih menjadi salah satu penyakit endemik di Indonesia.
Kembali merujuk pada "WHO Global TB Report 2021", pasien TBC di Indonesia mencapai 824.000 per tahun dengan angka kematian mencapai 93.000. Angka itu setara dengan 11 kematian per jam.
Untuk itu, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengajak masyarakat Indonesia untuk lebih peka terhadap gejala dan risiko penularan TB.
Melalui kampanye digital #141CekTBC, STPI dan Kemenkes RI menghadirkan layanan komunikasi digital yang memudahkan masyarakat untuk mengakses berbagai informasi terkait gejala dan risiko TBC.
Baca Juga: Bila Tahu Caranya Ini, Pasti Kita Bisa Mencegah TBC dengan Benar
Seluruh informasi tersebut dapat diakses melalui situs web https://141.stoptbindonesia.org serta fitur chatbot yang akan segera hadir. Melalui fitur obrolan yang bekerja secara otomatis (auto-generated), masyarakat dapat mengajukan pertanyaan seputar TBC dan mendapatkan jawaban secara real-time.
Apabila ingin melakukan pemeriksaan dini, fitur Chatbot 141CekTBC nantinya juga dapat membantu memberikan informasi terkait lokasi fasilitas kesehatan terdekat dari lokasi Anda.
Tidak hanya itu, fitur tersebut bisa menghubungkan Anda langsung dengan dokter melalui platform kesehatan online, serta komunitas peduli TBC terdekat.
Masyarakat yang merasakan gejala TBC juga dapat memanfaatkan fitur Pengingat 141CekTBC. Fitur ini berfungsi untuk menghitung berapa lama gejala batuk berlangsung.
Apabila sudah mencapai hari ke-14 dan batuk belum kunjung reda, fitur Pengingat 141CekTBC akan mengirimkan notifikasi untuk memeriksakan diri agar mendapat penanganan yang tepat.
Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia dr. Henry Diatmo, MKM mengatakan, kampanye #141CekTBC didorong oleh kesadaran masyarakat Indonesia yang semakin peka dengan isu kesehatan, terutama sejak pandemi Covid-19 mewabah.
“Kami berharap kampanye #141CekTBC dapat mendorong kesadaran baru bahwa jika batuk tak reda dalam empat belas hari hari atau lebih, sudah waktunya untuk melakukan pemeriksaan ke dokter,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Nova, Jumat (18/2/2022).
Untuk mengakses informasi selengkapnya mengenai #141CekTBC, Anda dapat mengunjungi situs web 141.stoptbindonesia.org dan tbindonesia.or.id, serta Instagram @stoptbindonesia, Twitter @stoptbindonesia, dan Facebook Stop TB Partnership Indonesia.