Berinvestasi di Saat Pandemi? Siapa Takut!

By Dr. Agus Sugiarto, Sabtu, 26 Maret 2022 | 19:27 WIB
Cara investasi logam mulia Antam (Yevgeniy Sambulov)

NOVA.id - Sampai hari ini tidak seorangpun mampu meramalkan kapan pandemi covid-19 yang sudah berjalan sekitar 2 tahun yang lalu akan berakhir.

Pandemi tersebut sudah memakan banyak korban jiwa, sehingga menimbulkan dual krisis, yaitu krisis kemanusiaan dan juga krisis ekonomi.

Namun demikian, ada sebagian orang yang mengatakan bahwa di saat pandemi tersebut justeru memberikan suatu peluang besar untuk berinvestasi yang mungkin sangat jarang terjadi pada saat kondisi normal.

Sudah banyak studi empiris maupun pengalaman dari berbagai investor yang memiliki pandangan bahwa berinvestasi di saat pandemi justeru menjadi suatu keputusan yang tepat dan memberikan keuntungan yang besar (Dorn dan Weber, 2013; Lindsay, 2017; Rasmussen, 2020).

Sebagai ilustrasi sederhana dari pelajaran krisis ekonomi global 2008, kita dapat melihat bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebelum krisis 2008 terjadi mencapai puncak tertinggi di sekitar angka 2.830 dan saat krisis muncul, angka IHSG tersebut terjun bebas sampai di angka 1.100an di bulan Oktober 2008.

Namun kita percaya dan yakin saat itu bahwa krisis akan bisa diatasi dan ekonomi akan bergerak kembali ke jalan yang normal, sehingga diperkirakan IHSG akan kembali “rebound”.

Asumsi tersebut ternyata memang benar terjadi sehingga investor yang berani berinvestasi di saat harga saham mengalami kejatuhanj, akhirnya mendapatkan “capital gain” yang luar biasa besar.

Dalam kurun waktu sekitar 3 tahun setelah krisis 2008 terjadi, ternyata angka IHSG pada akhir Desember 2010 telah melesat mencapai rekor baru di angka 3.703, artinya telah naik lebih dari 3 kali lipat.

Andaikan saja kita berinvestasi Rp100 juta di saat IHSG terpuruk di akhir tahun 2008, maka pada tahun 2010 pundi-pundi investasi kita sudah berkembang menjadi Rp300 jutaan lebih.

Baca Juga: Kolaborasi Aplikasi PINTU dan Moon Chicken by Hangry Hadirkan Menu Spesial Berhadiah Bitcoin

Rasional berinvestasi di saat pandemi

Banyak orang maupun investor yang pesimis dan ragu-ragu berinvestasi di saat adanya pandemi sekarang ini.

Mereka menganggap berinvestasi di saat pandemi merupakan keputusan yang salah dan sangat merugikan.

Namun demikian, pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar, ada beberapa alasan yang mendasari bahwa di saat pandemi justeru memberikan peluang besar untuk berinvestasi.

Pertama, di saat pandemi banyak korporasi yang mengalami penurunan kinerja sebagai akibat lemahnya permintaan, sehingga membuat harga saham korporasi tersebut menjadi turun. Padahal korporasi tersebut memiliki fundamental kinerja keuangan yang cukup bagus.

Kedua, di saat pandemi cukup banyak kegiatan ekonomi yang terpaksa harus berhenti beroperasi dan menciptakan pengangguran, sehingga mereka akan menjual berbagai aset yang dimiliki dengan harga murah guna memenuhi kewajiban usahanya maupun kebutuhan hidup sehari-hari.

Ketiga, di saat pandemi berlangsung kita lebih banyak tinggal di rumah, sehingga rencana melakukan liburan, membeli barang, mobil baru dan lain-lain menjadi tertunda. Daripada uang tersebut menganggur lebih baik diwujudkan dalam bentuk investasi yang menguntungkan.

Keempat, pandemi covid-19 yang bersifat global ini belum tentu terjadi setiap tahun atau lima tahun sekali, sehingga sayang sekali kalau ada peluang yang sangat menguntungkan untuk berinvestasi di saat pandemi justeru terlewatkan.

Kelima, investor selalu berpikir rasional bahwa cepat atau lambat pandemi pasti akan berakhir karena selalu ada upaya-upaya untuk menangani dan memulihkan kembali ke kondisi normal.

Baca Juga: Begini Nasib Investasi Tanpa Resolusi, Atasi dengan 3 Tahap Ini

Apakah aman berinvestasi di saat pandemi?

Berinvestasi di saat terjadi pandemi sebenarnya tidak banyak berbeda dengan berinvestasi di saat kondisi normal, yang penting prinsip-prinsip berinvestasi yang benar haruslah tetap kita pegang.

Misalnya saja bukan berinvestasi ke barang-barang atau instrumen keuangan yang berisiko tinggi, yang dilarang, investasi bodong ataupun melanggar hukum.

Salah satu kunci penting dalam berinvestasi di saat pandemi adalah tujuan investasi tersebut bukanlah untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka pendek ataupun berspekulasi, melainkan untuk memperoleh keuntungan dalam jangka panjang.

Sulit untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam jangka pendek karena semua orang tidak bisa memprediksikan kapan pandemi akan berakhir.

Oleh sebab itu, investor harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa instrumen keuangan ataupun barang yang dibeli sebagai investasi di saat pandemi dengan harga yang murah, pelan-pelan akan meningkat nilanya dalam jangka panjang.

Dengan keyakinan seperti itu, maka investor tidak boleh panik atau kaget kalau dalam jangka pendek atau jangka menengah nilai investasinya mengalami fluktuasi naik turun sebagai dampak dari perubahan ekonomi yang terjadi pada saat itu.

Baca Juga: Marak Kasus Investasi Bodong, Rey Utami dan Pablo Benua Beri Bantuan Gratis untuk Korban

Saham

Saham merupakan salah satu bentuk instrumen keuangan yang lebih tepat dipakai untuk tujuan berinvestasi dalam jangka panjang.

Membeli saham secara langsung ataupun dalam bentuk reksadana saham merupakan salah bentuk investasi yang sangat menjanjikan apabila kita membelinya di saat harganya sedang turun.

Saham tersebut tetap kita pegang sampai kondisi normal kembali atau kita lepas pada saat harganya mencapai titik tertinggi.

Namun demikian, tidak semua saham memiliki peluang yang sama untuk “rebound”, sehingga investor perlu berhati-hati dalam memilih saham yang akan dibeli.

Pemilihan saham harus didasarkan atas riwayat kinerja perusahaan sebelum terjadinya pandemi, kondisi fundamental perusahaan itu sendiri dan prospek ke depan seperti apa.

Sebagai gambaran, sebelum krisis tahun 2008 muncul, saham Astra Internasional (ASII) mencapai puncaknya di harga Rp30.250 pada tanggal 15 Januari 2008, dan pada saat krisis terjadi harganya anjlok menjadi Rp7.100 pada tanggal 29 Oktober 2008.

Kalau kita beli saham ASII tersebut di kisaran harga Rp7.000-8.000an saat itu dan kita jual kembali di tahun 2010, maka harganya sudah mencapai Rp40.000an, dan kalau kita pegang sampai awal tahun 2012 harganya sudah di kisaran Rp68.000-70.000an.

Itulah fakta nyata yang terjadi di lapangan yang bisa menjadi pelajaran bahwa berinvestasi di saat krisis justeru bisa mendapatkan keuntungan besar apabila kita jeli melihat saham apa yang memiliki kemampuan “rebound” cepat setelah krisis berlalu.

Baca Juga: Hindari Tipu-Tipu Affiliator, Kenali Ciri-Ciri Flexing dalam Investasi

Properti

Investasi dalam wujud properti memang menjadi impian bagi semua orang, namun karena diperlukan modal yang besar maka tidak setiap orang mampu melakukannya.

Bagi yang memiliki uang cukup besar, tidak ada salahnya menempatkan uangnya pada properti seperti rumah, apartemen, kos-kosan dan ruko.

Di saat pandemi berlangsung harga properti di pasar primer tidak banyak mengalami penurunan harga, namun demikian tetap menjadi tujuan investasi yang menguntungkan bila dilihat dari sisi yang lain.

Di awal terjadinya pandemi covid-19, pasar properti primer mengalami penurunan penjualan, sehingga para pengembang rumah baru akan memberikan diskon besar-besaran maupun promo cara pembayaran yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan kondisi normal.

Kondisi serupa terjadi di pasar sekunder, harga properti juga menurun di saat pandemi, karena pemiliknya butuh uang untuk membiayai usahanya ataupun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Banyak pakar keuangan mengatakan bahwa di saat krisis lebih disarankan untuk membeli properti sekunder sebagai investasi jangka panjang, karena harganya telah mengalami penurunan yang sangat tajam.

Penurunan harga properti di pasar sekunder tersebut bisa sampai 20%-30%, bahkan untuk beberapa daerah dan jenis properti tertentu turunnya bisa sampai 40%-50%.

Anjloknya harga yang sangat tajam tersebut belum tentu bisa terjadi dalam situasi normal, sehingga apabila kita memiliki dana berlebih tidak ada salahnya diinvestasikan ke sektor properti.

Salah satu keuntungan berinvestasi di sektor properti bukan hanya mendapatkan keuntungan dari harga yang cenderung selalu naik terus dalam jangka panjang, namun juga dapat disewakan apabila belum dimanfaatkan.

Baca Juga: Tergiur Investasi Tas Hermes? Pelajari 8 Perbedaan Ini Agar Tak Tertipu Barang Palsu

Emas

Berbeda dengan investasi saham atau properti yang cenderung harganya jatuh saat terjadi krisis, harga logam mulia dalam bentuk emas justeru mengalami kenaikan.

Sejarah membuktikan bahwa di saat krisis terjadi harga emas selalu naik tajam karena dianggap sebagai satu-satunya instrumen investasi yang paling aman.

Dalam kurun waktu 20 tahun, harga emas batangan mengalami tren kenaikan yang cukup siknifikan yaitu dari USD 283 per troy ons menjadi USD 1900an per troy ons, bahkan saat ini harganya hampir menyentuh USD 2000 sebagai akibat dari adanya perang Rusia dan Ukraina.

Walaupun harganya cenderung naik terus di saat krisis, namun beberapa konsultan keuangan justeru meminta investor untuk membelinya sebagai bagian dari diversifikasi portofolio investasinya.

Ada beberapa alasan mengapa emas batangan menjadi pilihan investasi yang menarik untuk jangka panjang, terlepas membelinya di saat kondisi normal atau saat pandemi.

Pertama, emas batangan sangat likuid dan bila dibutuhkan dapat dijual sewaktu-waktu.

Kedua, mudah disimpan dan dibawa serta tidak memerlukan pencatatan khusus.

Ketiga, emas batangan merupakan mata uang universal yang bisa diterima dimana saja tanpa ada aturan maupun catatan khusus.

Keempat, emas batangan tetap aman dalam kekuasaan pemiliknya walaupun harganya mengalami penurunan.

Kelima, dalam hal terjadi krisis harga emas cenderung menguat sebagai respon terhadap kekawatiran para investor terhadap ketidakpastian yang terjadi.

Sebagai contoh di saat invasi Rusia ke Ukraina, harga emas batangan menunjukkan tren kenaikan dari sekitar USD 1.800 per troy ons sampai hampir menyentuh USD 2.000 per troy ons.

SELAMAT BERINVESTASI DAN TELITI SEBELUM MEMBELI. (*)