Jelang Pemilu 2024, Yuk Simak Cerita Quick Count Pertama di Indonesia

By Presi, Sabtu, 30 Juli 2022 | 05:34 WIB
Pemilihan Umum (Pemilu) berdasar asas LUBERJURDIL (KOMPAS.com/MAHDI MUHAMMAD)

Sebenarnya, program ini sudah direncanakan oleh LP3ES sejak masa Pemerintahan Soeharto dan Orde Baru berkuasa, terutama 1990-an.

Namun, quick count baru terealisasi secara nasional pada Pemilu 2004.

Dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 6 Juli 2004, LP3ES sebenarnya telah melakukan metode penghitungan cepat sebelum Pemilu 2004, namun dalam lingkup yang lebih kecil.

Hal ini dilakukan oleh LP3ES dengan melakukan penghitungan cepat untuk wilayah wilayah DKI Jakarta.

Ketika itu, mereka berhasil memprediksi secara cepat dan tepat perolehan suara PPP, Golkar, dan PDI-P.

Baca Juga: Menjelang Pemilu 2024, Mari Kilas Balik Sejarah Pemilu 1999, Pesta Demokrasi dengan Partai Peserta Terbanyak

Pada Pemilu 1999, LP3ES juga telah mencoba memprediksi penghitungan suara di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Berbekal dari pengalaman lingkup tersebut, akhirnya mereka mencoba untuk melakukan perhitungan dalam lingkup yang lebih luas.

LP3ES juga melakukan kerja sama dengan The National Democratic Institute for International Affairs (NDI) atau organisasi internasional pemantau pemilihan umum yang berpusat di Washington, Amerika Serikat.

NDI telah menggunakan konsep ini pada pemilu di 10 negara yang berbeda. Hasilnya pun memuaskan.

Kemudian, dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 7 April 2004, cara yang mereka lakukan adalah dengan melakukan proyeksi dan analisis pengamatan langsung terhadap penghitungan suara di 1.416 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah suara 289.052 pemilih, yang menjadi sampel dari keseluruhan 2.000 TPS sampel yang tersebar di 32 provinsi.

Ketika itu margin of error dari prediksi diperkirakan tidak lebih dari 1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.  Dari hasil quick count yang dilakukan LP3ES sebagai bagian dari jaringan Jurdil Pemilu 2004, proyeksi perolehan suara Pemilu 2004 adalah Partai Golkar 22,7 persen, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 18,8 persen.