NOVA.id - Dalam rangka memperingati Hari Menopause Sedunia (World Menopause Day) 2022, Perkumpulan Menopause Indonesia atau PERMINESIA mendukung International Menopause Society (IMS) dalam kampanye dengan tema ‘Cognition and Mood’.
Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kondisi menopause khususnya yang berhubungan dengan daya pikir (kognitif) dan pengelolaan emosi.
Perubahan kognitif dan psikologi ini disebabkan oleh perubahan hormon yang terjadi pada tubuh perempuan menopause.
Perkumpulan Menopause Indonesia atau PERMINESIA mengajak perempuan Indonesia untuk memiliki kehidupan setelah empat puluh tahun (KESEMPATAN) yang dan sehat dan bahagia.
Penting untuk melakukan deteksi dini gejalagejala yang terjadi pada perempuan menopause agar tidak terjadi penurunan kualitas hidup.
Gangguan kognitif merupakan gejala yang paling umum dialami setidaknya 44-62% populasi.
Perubahan hormon pada perempuan dalam masa menopause menyebabkan penurunan kemampuan berpikir, yaitu mengalami kondisi lupa sesaat atau ‘Brain fog’, kesulitan memilih kata (verbal fluency), dan penurunan daya ingat.
Selain itu, perubahan hormon seperti estrogen, FSH dan LH, serta fluktuasi prolaktin dan kortisol menjadi penyebab gejala stress, kecemasan, dan depresi dialami oleh perempuan dalam masa menopause.
Dalam masa perimenopause dan postmenopause, setidaknya perempuan mengalami peningkatan risiko 2 sampai 4 kali untuk mengalami depresi.
Dalam sambutannya pada Virtual Press Conference hari ini, dr. Achmad Mediana, Sp.OG, Sekretaris Jendral Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA) menyatakan, "PERMINESIA ingin memberikan informasi seluas-luasnya tentang pentingnya menumbuhkan kesadaran dalam masyarakat dan menyiapkan tenaga ahli yang mampu memberikan pedoman dan acuan dasar bagi perempuan dalam memasuki masa menopause di usia 40 hingga 60 tahun agar tetap terjaga kesehatan jiwa dan raganya."
"PERMINESIA yang merupakan organsasi yang mewadahi dokter- dokter dan tenaga medis yang berkonsentrasi pada Perkumpulan Menopause Indonesia, mempunyai tujuan yaitu ikut meningkatkan derajat Kesehatan bangsa Indonesia dan mengupayakan peningkatan kualitas hidup perempuan pre menopause, menopause, dan pasca menopause melalui pengembangan ilmu Kesehatan dan IPTEK kedokteran terutama yang berkaitan dengan masalah menopause," tutur dr. Achmad.
Baca Juga: Bukan Hal Mustahil, Hubungan Intim Setelah Menopause Tetap Bergairah dengan Tips Ini
Saat ini, Indonesia sudah termasuk dalam negara menua (aging country) hal ini ditunjukan dengan peningkatan populasi penduduk lansia setiap tahunnya. Pada tahun 2010, penduduk lansia mengalami peningkatan sebesar 18 juta jiwa (7,56%), menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019 dan diprediksi akan terus menigkat menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%) pada tahun 2035.
Hal ini tentu menjadi alasan yang kuat akan perlunya kesadaran masyarakat dalam hal kesehatan jasmani dan kesehatan mental bagi penduduk usia 40 tahun ke atas.
Dr. dr. Tita Husnitawati, Sp.OG (K)-Fer, Presiden Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA), menjelaskan bahwa menopause merupakan kejadian alamiah yang pasti dialami semua perempuan.
Kondisi menopause merupakan kondisi berhentinya siklus menstruasi secara alami. Perubahan hormon pada tubuh perempuan menopause menyebabkan gejala-gejala yang dapat mengurangi kualitas hidup.
"Semua perempuan harus mengenal gejalanya, kapan terjadi untuk siap menghadapi sebagai proses alami yang patut disyukuri."
Ia melanjutkan, kondisi menopause menyebabkan gejala atau sindroma metabolik yang terdiri dari obesitas perut yang ditandai lingkar perut lebih dari 80 cm, tekanan darah meningkat, dan pemeriksaan laboratorium menunjukan profil lemak abnormal dan gula darah meningkat.
Hal ini terjadi karena konsumsi makanan berkalori tinggi, kebiasaan merokok, dan pertambahan usia.
Risiko perubahan tubuh akibat menopause dapat dihindari dengan kebiasaan hidup sehat yaitu dengan berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, dan menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok.
"Jenis olahraga yang tepat adalah olahraga yang membuat lancar atau tidak menghambat pertukaran udara (aerobik) adalah jenis olahraga yang dianjurkan, sebaiknya dilakukan setiap hari selama 30 menit, minimal 4 kali seminggu, dengan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan usia," tutur dr. Tita.
Selain gaya hidup, pengobatan untuk gejala menopause dapat dilakukan dengan pengobatan hormon.
Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu, Menopause Punya Manfaat Penting untuk Kesehatan Perempuan
"Pengobatan hormon untuk keluhan menopause bukan pengobatan utama untuk menopause, lagi pula bila ibu memiliki sindroma metabolik obat tersebut tidak bisa digunakan. Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal: melalui kulit, selaput lendir atau vagina," tambah dr. Tita.
Dr. dr. Natalia Widiasih, Sp.KJ (K), MPd.Ked, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, menjelaskan bahwa perubahan hormon yang dialami perempuan dalam masa menopause menyebabkan gejala-gejala yang menganggu produktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup.
Perempuan dalam masa menopause rentan mengalami penurunan daya berpikir (fungsi kognitif), khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia di kemudian hari.
"Estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel. Estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel."
"Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisme otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga dementia," jelas dr. Natalia.
Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif (mood swing).
Ia menambahkan, "Penurunan hormon estrogen memegang peranan penting dalam perubahan mood, terkait dengan fungsinya dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamine, dan norepinephrine. Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah (fatigue)."
Perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi.
Gejala kecemasan, jelasnya, ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas.
Sementara, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup.
Baca Juga: Kehidupan Seks yang Sehat Dapat Menunda Menopause? Begini Penjelasan Ahli
Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya (negative body image).
"Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood," jelas dr. Natalia.
Hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik dapat membantu meringankan stress akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini.
Peran support system sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause.
"Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause, pasangan perlu saling mengkomunikasikan ekspektasi satu sama lain terkait hubungan seksual."
"Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu pasangan agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi."
"Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini," tutupnya.
Baca Juga: Ibu Harus Tahu, Ini Tanda dan Ciri Menopause Dini yang Harus Disadari
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)