NOVA.id - Tulisan Konsultasi Psikologi ini merupakan surat kiriman pembaca NOVA yang dijawab oleh psikolog Rieny Hassan.
TANYA
Bu Rieny Yth,
Saya seorang laki-laki, bulan Desember nanti akan menginjak usia 20 tahun.
Ketika saya berusia 14 tahun, saya punya adik. Tapi, adik saya terlahir dengan kondisi jantung yang tidak normal, sehingga sepanjang hidup singkatnya, badannya tersambung dengan mesin dan harus selalu diawasi kondisinya.
Ayah dan ibu saya berusaha keras demi adik. Saya waktu itu berpikir, kalau saya tidak terlibat, kok, jahat sekali. Apalagi saya juga menantikan adik saya semasa dalam kandungan.
Waktu itu saya dengan naif berpikir, mungkin akan ada kejaiban adik saya bisa dioperasi dan setidaknya bisa tumbuh cukup normal. Tak apa deh walau mesti mengawasi, alangkah senang kalau dia bisa lepas dari mesin-mesin.
Maka, waktu naik SMA, saya tidak melanjutkan pendidikan resmi. Saya ikut paket homeschool, di sela-sela belajar mengoperasikan alat serta memberi obat untuk adik.
Si adik sendiri, walaupun pasti merasa berat juga, kalau disuapi makan, diberi minum, dia sering tertawa. Makanya, walau capek saya punya harapan, dia bisa, kok, bertahan.
Tahun lalu, ibu saya pergi dari rumah. Sepertinya sudah tak kuat merawat adik. Saya tidak tahu dan tidak berusaha mencari tahu lebih lanjut karena takut sedih. Saya sepertinya paham, sih, Bu, betapa ibu pasti letih, apalagi pengobatan adik, kan, memang tidak murah. Bahwa kami belum terlilit utang yang besar saja masih untung.
Dua bulan lalu, adik saya dipanggil Tuhan dan...
Baca Juga: Konsultasi Psikologi: Saya Cantik, Pintar, tapi Lajang dan Kesepian
Dua bulan lalu, adik saya dipanggil Tuhan dan sejak saat itu saya seperti kehilangan semangat, Bu.
Sekadar membereskan kamar adik saja, tidak ada semangat sama sekali. Makan pun cuma seadanya dan ini berakibat saya mulai sering nyeri lambung. Tapi, tetap saja saya tidak bernafsu makan.
Saya tahu ini tidak baik, tapi, saya seolah merasa semua yang saya lakukan, kok, sia-sia. Adik saya meninggal, ibu saya entah di mana, ayah juga tambah sering lembur.
Bu, apakah saya salah pilih? Salahkah saya memilih menjaga adik? Salahkah saya tidak sekolah resmi? Terima kasih.
James – somewhere
JAWAB
James yang baik,
Memerhatikan paparan Anda tentang apa yang Anda rasakan, waktu dua bulan sejak adinda tercinta mengembuskan nafas terakhirnya, adalah jarak yang relatif pendek untuk membuatmu mampu melupakan almarhum adik dan move on.
Sementara, kepergian ibunda juga mungkin belum bisa James relakan. Pastinya ada luka hati, mengingat kehadiran seorang ibu adalah sumber semangat hidup buat anaknya, bukan?
Jadi, secara emosional, menurut saya, ada dua masalah yang bisa ditengarai di sini. Berkabung yang belum selesai, serta rasa kehilangan ibu yang menjadi kesedihan kronis buat James.
Dan karena isunya akan sensitif bila dibahas bersama ayah, pastinya ini jadi lebih mengganjal di hati Anda.
Baca Juga: Konsultasi Psikolog: Aku Menemukan Lipstik di Kerah Baju Suamiku
Keluarga adalah Sistem
Begini James, keluarga itu berfungsi sebagai sebuah sistem, bahkan katanya keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Bukankah masyarakat kita dibangun oleh begitu banyak keluarga-keluarga kecil?
Karena keluarga adalah sebuah sistem, maka ketika salah satu dari komponen yang ada, entah itu ayah, ibu, atau anak-anaknya memiliki masalah sehingga tak dapat berfungsi optimal, semua akan kena dampaknya.
Seperti yang terjadi pada keluarga James. Adik sakit dalam waktu lama, perlu perawatan ekstra, dan puncaknya adalah saat adik meninggal. Pelan tapi pasti, itu mengubah banyak hal di dalam keluarga James.
Ibunda meningalkan keluarga, ini khas cara seseorang melepaskan diri dari beban mental berkepanjangan, pergi dari sumber masalah. Artinya, rumah sudah tak memberi perasaan positif lagi.
Ibu “melupakan” peran utamanya sebagai istri dan ibu, pergi begitu saja.
James sendiri, sudah lebih dulu membuat keputusan untuk membuang masa remajamu. James mengambil homeschool demi menjaga adik.
Ketika adik masih hidup, James memperoleh semacam pembenaran untuk keputusan yang James buat, artinya tak percumalah ambil sekolah di rumah karena bisa jaga adik lebih intens.
Hantaman Keras
Akan tetapi, sekarang yang James hadapi adalah sebuah kenyataan yang keras menghantam, ketika adik pergi untuk selamanya. Kenapa saya katakan keras? Karena tak akan pernah ada jawaban untuk “kenapa pergi?” selain karena Allah berkehendak.
Opsi yang ada tidak memberi sebuah petunjuk bahwa adik bakal kembali lagi...
Baca Juga: Mau Konsultasi dengan Perencana Keuangan, Berapa Biayanya?
Opsi yang ada tidak memberi sebuah petunjuk bahwa adik bakal kembali lagi. Maka, seperti lazimnya benak kita bekerja bila ada hal yang tak diinginkan terjadi pada kita, akan kita katakan, ”Nanti juga berubah, kok, dan akan jadi lebih baik”.
Tapi untuk sebuah kematian, tak akan ada perubahan. Yang pergi tak akan pernah kembali.
Dua Pilihan: Transisi dan Transformasi
Jadi, apa yang harus dilakukan?
Karena hidup kita berjalan terus, waktu juga tak menunggu kita, maka hanya dua pilihan yang mau tak mau harus kita terima dan jalani. Yang satu bernama transisi, yang satu lagi adalah transformasi. Tidak bisa “ditawar”, James.
Pastinya tidak mudah untuk Anda, karena identitas sebagai pribadi dan bahkan harga diri Anda terkait dengan hidup adik yang sakit-sakitan itu.
Banyak hal yang harus dilakukan untuk adik dan itu yang justru membuat James merasa hidup dan berharga, serta diterima oleh keluarga.
Sekarang, James ada dalam tahap kehidupan berikutnya, yaitu belajar dan belajar lagi menerima kenyatan tentang kehilangan tadi.
Beranilah mengumpulkan ingatan tentang perjalanan penyakit adik, sampai James tiba di sebuah pemahaman bahwa setelah semua yang keluarga James lakukan, apa yang James lakukan, meninggalnya adik adalah sebuah keniscayaan.
Rasanya banyak sekali yang sudah dilakukan, bukan? Insyaallah adik pun kini sudah tenang di sisi Allah.
Jangan Menipu Diri
Baca Juga: Sang Adik Meninggal Dunia, Emil Dardak Tulis Pesan Menyentuh
Jangan Menipu Diri
Langkah berikutnya, Anda masih harus berjuang. Jangan “menipu diri” dengan mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Karena dalam kenyataannya memang tidak sedang baik-baik saja, bukan?
Setelah ini dilakukan, barulah James cari, mana sisi positif dari semua yang tidak nyaman ini.
Satu hal yang pasti, besok adalah hari yang baru. Ketika semesta saja berubah dari hari ini jadi besok, dan kita ada di “besok”, maka yang ada di hari ini, saat James membaca jawaban ini, akan jadi sesuatu yang “sudah lewat, sudah berlalu”.
Begitulah kenyataan yang harus kita jalani. Setelah besok akan ada besok yang lain, maka selalu ada peluang untuk harapan baru, untuk peristiwa baru, untuk pengalaman baru. Tidak berarti James harus melupakan adik.
Kenyataan bahwa hari di mana kita hidup adalah hari yang baru, cobalah diisi dengan hal-hal baru pula.
Ketemu teman baru, pergi keluar rumah, kalau biasanya ibadah di rumah, cobalah pergi ke masjid atau gereja, atau membeli lauk di rumah makan yang baru.
Jangan mengurung diri dengan kenangan, karena ini adalah hal yang tak akan berhasil bila kita ingin menghidup-hidupkannya kembali.
Maknai Hidup
Sebenarnya, langkah berikut adalah upaya berkesinambungan untuk memaknai hidup, dimulai dengan terus membuat diri sadar apa yang ada di dalam diri saat ini, sekarang.
Mungkin di usia muda ini, James belum terbiasa...
Baca Juga: Ditinggal Sang Ibu Pergi, Anak Berusia 6 Tahun Ini Rawat Ayahnya yang Lumpuh
Mungkin di usia muda ini, James belum terbiasa mencari apa makna hidupmu. Tetapi, dimulai, deh, James, dengan bertanya, “apa yang saya harapkan untuk diri saya”.
Dan coba memahami diri hari ini, sambil mulai mereka-reka apa yang harus dilakukan untuk memastikan bahwa hidup yang terus bergulir ini James isi dengan lebih banyak manfaat lagi.
Kali ini tidak lagi buat adik (yang sudah tidak ada) melainkan untuk kehidupanmu sendiri, buat ayah yang masih ada.
Ayo James, jangan tenggelam dalam kenangan dan larut dalam kesedihan terus, adik pasti menginginkan kakak James-nya punya kesibukan baru, pengalaman baru, dan hidup yang juga punya makna baru.
Temukan kebahagiaan baru ya James, dengan makin lama makin mampu merelakan. Salam hangat.(*)
(Bila Anda ingin berkonsultasi dengan psikolog Rieny Hassan, silakan kirimkan kisah Anda ke email nova@gridnetwork.id dan tuliskan "Konsultasi Psikologi" pada subjek email.)