NOVA.id - Baiq Nuril Maknun adalah mantan guru honorer SMAN 7 Mataram, NTB, yang pernah harus mendekam di penjara selama beberapa bulan karena terjerat dengan Pasal 27 Ayat 1 UU ITE juncto Pasal 45 UU ITE.
Kala itu, Baiq Nuril dituntut dengan UU ITE lantaran merekam percakapan telepon dari kepala sekolahnya bernama Muslim.
Dalam percakapan tersebut, Muslim menceritakan pengalaman seksualnya dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dan juga dikenal Nuril.
Rekaman percakapan telepon yang dianggap Nuril sebagai pelecehan seksual itu pun akhirnya tersebar luas hingga sampai pada Pengawas SMAN 7 Mataram dari Dinas Dikpora Mataram.
Meski sudah bebas sejak 29 Juli 2019, pengalamannya mendekam di balik jeruji besi tak akan pernah Baiq Nuril lupakan seumur hidupnya.
Eksklusif bersama NOVA, Baiq Nuril menceritakan lagi kejadian pilu yang dihadapinya kala itu sekaligus memberi gambaran hari-harinya sebagai perempuan di penjara.
Nuril memang bisa dibilang mendapatkan perlakuan spesial kala menempati Lapas Kota Mataram.
Menurut penuturan Baiq Nuril, hal tersebut karena keluarganya pernah menjadi kepala lapas di Lapas Kota Mataram.
“Kalau seandainya saya tidak punya keluarga yang pernah bekerja di sana, mungkin mereka memperlakukan saya juga akan sama seperti tahanan yang baru datang itu.
"Ada banyak sekali perbedaannya. Yang saya liat tuh salah satu contohnya tadi, setelah saya masuk ke ruangan, di sana itu karena mereka para penjaga dan napi sudah diberi tahu kalau saya ini masih keluarga mantan Kalapas. Jadinya mereka penjaga sipir dan narapidana alhamdulillah memperlakukan saya dengan sangat baik,” papar Baiq Nuril.
Nuril kala itu menggambarkan jika ia dan tahanan lain ditempatkan di sebuah bangunan seperti rumah yang luas terdiri dari tiga ruangan.
“Satu sel itu dulu saya kayak rumah, tapi besar ukurannya lumayan, di rumah itu dibagi jadi tiga bagian, ada ruangan yang paling besar, sedang, dan lumayan kecil.
"Di ruangan paling besar waktu itu saya ber-74 orang kalau tidak salah. Nah itu dibagi kalau ruangan paling kecil itu 6 orang, yang ruangan sedang sekitar 15, sisanya di luar,” katanya.
Di dalam tahanan itu pun Nuril sempat terkaget-kaget karena ia diminta bayar iuran oleh narapidana senior.
"Setelah seminggu saya ada di sana, ada salah satu narapidana yang mendekati saya dan bilang, 'Bu ini ada yang harus dibayar'," cerita Nuril.
Uang iuran tersebut dikatakan Nuril untuk biaya tempat tidur. Menurutnya, yang memiliki kasur di dalam tahanan hanyalah seorang narapidana senior.
“Itu ada kasur di situ, itu untuk senior yang istilahnya yang punya uang. Kalau masih yang agak baru, mereka tidur di ruangan besar tapi mereka punya kasur. Nah kalau yang kayak saya yang belum senior hanya beralaskan tikar plastik.
"Setelah seminggu saya di sana ada senior yang menyodorkan ke saya untuk bayar uang tidur dan alat-alat kebersihan. Dia bilang harus bayar uang tempat tidur Rp100.000, uang kebersihan setiap bulan Rp15.000,” kisahnya.
Tidak tinggal diam, Nuril pun mau membayar jikalau ia mendapatkan kwitansi.
Tetapi narapidana senior yang meminta uang pun tidak bisa mengindahkan permintaan Nuril hingga akhirnya Nuril dibebaskan dari bayaran.
Baca Juga: Ruang Tahanan Nikita Mirzani Digeledah, Pihak Berwajib Temukan Barang-Barang Ini
“Saya pikir di sini kan ditanggung negara, apalagi uang kebersihan kan ditanggung, uang makan saja kita ditanggung,” katanya.
Tidak hanya itu, Nuril pun mengatakan jika ia dikasih kesempatan untuk bisa menelepon keluarganya setiap hari dengan syarat membayar uang pulsa.
“Semua warga lapas itu memang begitu ditagih, kita dikasih fasilitas telpon, tapi harus bayar. Kita dikasih waktu 10-15 menit. Bayarnya murah sih, sekitar Rp3.000 saat itu kalau tidak salah,” kenangnya.
Nuril pun selalu memanfaatkan telepon itu, lantaran ia masih harus berkomunikasi dengan anak-anak dan suaminya.
Untuk waktu pertemuan, Nuril dan keluarga juga terbilang tidak dipersulit. Dia bisa ditemui keluarganya itu 3 kali dalam seminggu.
“Ketemu keluarga kalau kita masih titipan, belum jadi napi, jadinya 2 kali seminggu. Kalau sudah napi, 3 kali seminggu. Durasinya itu ditentukan dari pagi sampai jam 2 siang,” katanya.
Terakhir, Baiq Nuril juga menceritakan kisahnya tentang makanan yang didapat selama mendekam di tahanan.
“Makanan kita dikasih tiga kali sehari. Jam setengah sembilan pagi, jam 12 siang, lalu jam enam sore," ungkap Nuril.
Namun, Nuril mengaku tidak habis pikir dengan jatah makanan yang diberi. Setiap narapidana dijatahkan harga Rp15.000 untuk sekali makan.
Pada kala itu, menurutnya dengan uang Rp15.000 seharusnya bisa mendapatkan makanan yang lebih layak.
"Menunya itu, saya tidak habis pikir sampai sekarang. Pada saat itu Rp15.000 beli di luar menunya enak.
"Di sini hanya telur satu butir dan sayurnya itu, mohon maaf, sebenarnya kita tidak boleh menghina makanan, tapi itu kayak makanan ditumbuk kayak makanan bebek.
"Ditaruh sayuran tapi sedikit. Kadang kangkung, kadang kol. Itu sudah paling sering. Setiap hari menunya dua, kalau tidak telur ya ikan yang kecil-kecil yang sebesar 2 jari. Nasinya itu beras raskin yang keras,” tandas Baiq Nuril. (*)