Profil Prof. Dr. Sulianti Saroso, Pelopor Program KB hingga Indonesia Bebas Cacar

By Annisa Octaviana, Rabu, 10 Mei 2023 | 16:35 WIB
Prof. Dr. Sulianti Saroso. (Dok. Dokumentasi keluarga)

NOVA.id - Prof. Dr. Sulianti Saroso menjadi perempuan Indonesia yang jadi Google Doodle pada Rabu (10/05).

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Prof. Dr. Sulianti Saroso?

Melansir dari Indonesia.go.id, Sulianti Saroso lahir pada 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali. Dia adalah anak kedua dari keluarga Dokter M Sulaiman.

Sebagai dokter, tempat tugas sang ayah selalu berpindah-pindah. Kendati demikian, Sulianti selalu mendapat pendidikan terbaik.

Dia menempuh pendidikan dasar berbahasa Belanda ELS (Europeesche Lagere School), lalu pendidikan menengah elite di Gymnasium Bandung, yang sebagian besar siswanya kulit putih, dan melanjutkan pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), sebutan baru bagi Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia. Kemudian, Sulianti lulus sebagai dokter tahun 1942. Pada masa pendudukan Jepang, Sulianti bekerja sebagai dokter di RS Umum Pusat di Jakarta, yang kini dikenal sebagai RS Cipto Mangunkusumo. Pada awal kemerdekaan, dia ikut bertahan di rumah sakit besar itu. Namun, ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta, Sulianti turut hijrah menjadi dokter republiken dan bekerja di RS Bethesda Yogyakarta.

Sulianti mengikuti garis politik keluarganya. Ayahnya, yang berasal dari kalangan keluarga priyayi tinggi di Bagelen-Banyumas dan serumpun dengan Keluarga Soemitro Djojohadikusumo itu adalah pengurus dan pendiri Boedi Oetomo, dengan pandangan politik yang pro Indonesia Merdeka.

Di Yogya, Sulianti benar-benar terjun sebagai dokter perjuangan. Dia mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan republik, dan terlibat dalam organisasi taktis seperti Wanita Pembantu Perjuangan, Organisasi Putera Puteri Indonesia, selain ikut dalam organisasi resmi KOWANI.

Pada 1947, Sulianti ikut delegasi KOWANI ke New Delhi, menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia. Di situ, Sulianti dan teman-teman menggalang pengakuan resmi bagi kemerdekaan Indonesia.

Saat pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda/NICA menyerbu dan menduduki Yogyakarta, pada Desember 1948, Sulianti termasuk ke  dalam daftar panjang para pejuang kemerdekaan yang ditahan. Dia meringkuk di penjara dua bulan.

Baca Juga: Kisah Menyentuh Finalis PIN 2015, Perempuan Inspiratif di Wirausaha dan Seni Sosial Budaya

Bekerja di Kementerian Kesehatan RI dan perjuangkan KB