80 Persen Pasiennya di Indonesia adalah Perempuan! Kenali Gejala Multipel Sklerosis yang Mirip Stroke Ini

By Maria Ermilinda Hayon, Rabu, 29 Mei 2024 | 14:10 WIB
Ilustrasi gejala Multipel Sklerosis (Spectral-Design)

NOVA.id – Bukan hanya kanker serviks atau payudara yang mengintai perempuan.

Namun juga penyakit Multiple Sclerosis (MS)

Multiple Sclerosis adalah penyakit autoimun penyakit autoimun langka yang menyerang otak dan sumsum tulang belakang, MS umum disebut sebagai “silent disease”.

Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan myelin atau selubung pelindung saraf, oleh sistem kekebalan tubuh. Kerusakan pada myelin menyebabkan hubungan antara otak dan bagian tubuh lainnya terganggu.

Soal apa penyebab pastinya, sampai saat ini belum diketahui secara pasti.

Namun diketahui bahwa MS lebih banyak ditemukan pada individu dengan rentang usia antara 20-40 tahun (usia produktif) dan dua kali lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan pria.

Bahkan data dari Merck Indonesia mengatakan bahwa 80 persen pasien MS yang terdiagnosa di Indonesia adalah perempuan. Kenapa?

“Ada beberapa faktor yang memicu, satu faktor lingkungan bahwa daerah katulistiwa itu lebih aman daripada yang subtropik. Jadi bisa terkait paparan terhadap sinar matahari dan vitamin D. Mungkin perempuan memang lebih indoor, lebih jarang keluar. Mungkin itu salah satu faktornya,” ujar Dr. dr. Rocksy Fransisca V Situmeang, Sp.N, Neurologist Siloam Hospitals Lippo Village pada NOVA.

“Lalu ada faktor infeksi, ada beberapa penelitian menunjukan bahwa infeksi seperti klamidia banyak menyerang perempuan itu berisiko memunculkan MS. Jadi semua masih dalam scoop yang belum pasti tapi sudah menjadi marker. Lalu soal hormon, sistem imun, dan sebagainya,” lanjutnya saat acara kolaborasi PT Merck Tbk (Merck) dan Siloam Hospitals Lippo Village (Siloam Hospitals), di Jakarta, Selasa 28 Mei 2024.

Lantas, apa saja gejala Multiple Sclerosis yang sering terlihat?

Gejala Multiple Sclerosis memiliki kemiripan dengan kondisi medis lain, dan dapat berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya. Bahkan dapat datang dan pergi, atau semakin memburuk dari waktu ke waktu.

Baca Juga: Betharia Sonata Masuk Rumah Sakit, Kenali Gejala Stroke yang Sering Disepelekan Ini

“MS seringkali sulit didiagnosis karena gejalanya mirip dengan kondisi medis lain seperti stroke dan gangguan penglihatan pada mata, dan dapat berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya.

Oleh karenanya diagnosis MS bisa jadi cukup menantang karena tidak dapat ditegakkan hanya dengan satu tes khusus. Hal ini untuk mengantisipasi kesalahan diagnosis yang dapat memperburuk kondisi dan mengakibatkan hilangnya fungsi pada salah satu anggota tubuh secara permanen.” Kata dr. Rocksy.

Salah satu jenis MS yang paling sering ditemukan adalah Relapsing-Remitting MS (RRMS), dimana gejala-gejala tertentu muncul pada seorang individu, hilang, dan setelah itu muncul kembali.

“Kemunculan - hilang dan kemunculan kembali suatu gejala bisa menjadi sebuah gejala MS yang cukup khas dan patut diwaspadai. Penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf jika mengalami tanda tersebut. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, individu dengan MS dapat menjalani hidup yang produktif dan berkualitas,” tambah dr Rocksy.

MS dapat memengaruhi bagian manapun dari sistem saraf pusat, dengan gejala-gejala berikut.

Masalahnya, dengan gejala yang seringkali menyerupai kondisi medis lain, masih kurang dipahami, baik oleh masyarakat umum maupun tenaga kesehatan di Indonesia.

Data Atlas of MS menunjukkan di Asia Tenggara terdapat 9 dari 100.000 orang terdiagnosa MS, sementara di Indonesia tercatat 160 orang yang terdiagnosa MS. 1 Hal ini mengindikasikan adanya potensi kasus MS yang belum terdiagnosis di Indonesia.

Oleh karenanya, peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang MS menjadi krusial untuk meminimalisir risiko diagnosis yang terlewatkan dan keterlambatan penanganan, yang dapat berdampak signifikan pada kualitas hidup individu dengan MS.

Menjawab tantangan tersebut, sekaligus memperingati Hari Multiple Sclerosis (MS) Sedunia yang tahun ini jatuh pada 30 Mei, PT Merck Tbk (Merck) dan Siloam Hospitals Lippo Village (Siloam Hospitals) berkolaborasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang MS di Indonesia sekaligus memperluas akses terhadap penanganan MS yang inovatif dan berkualitas, agar individu dengan MS dapat menjalani hidup yang lebih baik.

Evie Yulin, Presiden Direktur PT Merck Tbk, menegaskan komitmen Merck dalam penanganan MS, “Merck secara global memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun dalam memberikan solusi penanganan MS. Kami terus berupaya menemukan solusi bagi kebutuhan medis pasien yang belum terpenuhi seperti mengembangkan inovasi dengan meluncurkan produk pengobatan inovatif baru yang efektif dan dapat meningkatkan kenyamanan terapi.”

PT Merck Tbk (Merck) dan Siloam Hospitals Lippo Village (Siloam Hospitals) berkolaborasi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang MS di Indonesia (MARIA/NOVA)

Baca Juga: Berkaca dari Betharia Sonata Sakit Stroke, Ini 10 Makanan Penyebab Stroke Pada Perempuan! Nomor Satu Jadi Favorit

Evie melanjutkan, “Untuk memperluas akses penanganan MS yang inovatif dan berkualitas, kami juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Siloam Hospitals Lippo Village sebagai salah satu rumah sakit rujukan MS yang mumpuni di Indonesia.”

Jeffry Oeswadi, MARS, Hospital Director Siloam Hospitals Lippo Village mengungkapkan, “Kami sangat menghargai kerja sama dengan Merck, perusahaan yang memiliki komitmen kuat dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang MS di Indonesia. Merck pun telah aktif terlibat dalam program edukasi untuk masyarakat dan tenaga medis.

Siloam Hospitals Lippo Village sudah berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang MS melalui berbagai inisiatif edukasi dan kampanye.

Kolaborasi ini mencerminkan visi bersama kami untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi individu dengan MS, di mana mereka bisa melakukan deteksi, hingga mendapat diagnosis dini dan penanganan yang efektif guna meningkatkan kualitas hidup mereka.”

Kolaborasi ini meliputi berbagai kegiatan seperti peningkatan kompetensi klinisi, di antaranya melalui workshop dan webinar bagi para praktisi kesehatan secara berkala.(*)