Kalau dipikir-pikir, tradisi ini agak aneh. Bukankah lebih baik ngumpul di rumah saja, lebih praktis dan ekonomis. Lucunya, tiap aku tanya Mama atau Papa tentang ihwal tradisi ini, mereka pasti jawab, "Kan, dulu kalian yang minta seperti itu."
Saat ini, tradisi itu tak lagi kami lakukan. Meski merasa aneh, aku tak menyesalinya. Mungkin kebiasaan ini yang telah membuat kami lebih dekat satu sama lain. Belakangan ini, setelah perekonomian keluarga membaik, Papa dan Mama memilih membawa kami berlibur, ke Padang, Bali, atau Singapura.
Tidur di Kelas Di sekolah, aku bukan termasuk anak yang menonjol. Meski begitu, untuk urusan nilai, aku bisa dibilang lumayan. Dari SD hingga SMP, aku selalu masuk 10 besar. Hanya saja, ketika SMA nilaiku mulai menurun. Saat itu aku sudah mulai sibuk dengan kegiatan menyanyi.
Walau enggak menonjol, ada beberapa kejadian yang bikin aku selalu diingat para guru dan teman-teman. Kejadiannya sama sekali tidak membanggakan. Ceritanya saat kelas 1 SMA aku punya guru kimia yang sudah tua sekali. Saking tuanya, kalau beliau mengajar, suaranya tak bakal terdengar hingga bangku belakang. Guru ini, kalau sudah marah, cerewetnya minta ampun.
Suatu hari, di tengah pelajaran, ia menyuruhku maju ke depan. Aku diminta menulis suatu rumus kimia. Karena tidak hafal, aku menulis rumus yang salah. Tak ayal ia mengomeliku sejadi-jadinya.
Selama ia mengomel, aku sih, diam saja. Tapi, ketika kulihat ia sudah cukup puas memarahiku, aku pun membalas ucapannya dengan kalimat singkat dan santai, "Udah?" Selanjutnya aku bertepuk tangan seakan memberinya applause.