Lazuli Sarae Tradisi Batik pada Denim Modern (nova.id)
Lazuli Sarae Tradisi Batik pada Denim Modern (nova.id)
Katanya resign dari pekerjaan untuk fokus berbisnis?
Ivan: Setelah melihat perkembangannya semakin baik, saya memutuskan untuk keluar dari kerjaan dan mulai semakin serius menekuni bisnis ini. Saya dan Retta akhirnya sepakat untuk resign dan fokus menjalankan Lazuli Sarae total, tidak hanya sebagai part time saat weekend. Alhamdulillah semua tidak sia-sia. Seiring dengan waktu, kami merasakan kemajuan yang cukup berarti.
Retta: Sejak awal melihat perkembangan bisnis, saya ingin fokus menjalankan Lazuli Sarae. Sayangnya, saat itu saya masih terikat proyek dengan kantor. Jadi waktu itu saya masih harus bekerja dan berbisnis dalam waktu bersamaan. Saya bolak balik Jakarta-Bandung tiap minggu. Semua pikiran, waktu, dan tenaga habis terkuras. Apalagi saat itu juga kan harus bisa meyakinkan kedua orang tua bahwa resign dari pekerjaan untuk Lazuli Sarae adalah keputusan yang cukup berat.
Dukungan orangtua?
Ivan: Setiap orangtua tentu mau anaknya mendapatkan pekerjaan yang bagus. Tentu, saya terlebih dahulu komunikasi dengan orangtua tentang rencana resign saya. Awalnya mereka kurang mendukung dengan keputusan saya. Akan tetapi, setelah melihat kerja keras dan hasilnya, orangtua pun mendukung. Saat ini ya sudah mendukung 100%. Bahkan, sekarang orangtua selalu ikut mempromosikan Lazuli Sarae ke semua orang. Hehehe.
Retta: Alhamdulillah,orangtua mendukung penuh. Sama seperti Ivan, akhirnya saya bisa meyakinkan orangtua dengan berwirausaha pun bisa maju. Banyak memang yang bilang bahwa tidak gampang membangun usaha. Tapi, dengan tekad yang kuat, akhirnya semua bisa dan dapat dukungan dari semuanya.
Pengalaman tak terlupakan?
Retta: April 2011, Lazuli Sarae mendapatkan undangan dari Departemen Perdagangan ikut dalam pameran Inacraft 2011. Enggak menyangka pameran ini punya andil besar, kami bisa membaca keinginan pasar. Dari Inacraft akhirnya semua semakin termotivasi, apalagi produk laku. Dalam lima hari, omset bisa sampai Rp20 juta. Wah, sungguh pengalaman yang tidak terlupakan.
Ivan: Ya, pengalaman ikut pameran Inacraft 2011 itu jadi semangat untuk terus memberikan inovasi. Ternyata segmen Lazuli Sarae untuk anak muda dengan harga yang cukup mahal memang dilirik oleh pasar. Ini juga akhirnya yang terus membuat kami berinovasi.
Apa inovasinya?
Ivan: Ya, dalam industri kreatif tentunya inovasi harus terus dilakukan. Dari awal, kan, memang target Lazuli Sarae untuk segmen muda dan menengah ke atas. Setelah membaca pasar, maka ada beberapa peluang yang terbaca. Banyak permintaan datang untuk produk Lazuli Sarae tetapi minta dengan harga yang lebih murah.
Dari permintaan tersebut, hadirlah Biondi by Sarae. Alhamdulillah produk Biondi by Sarae dengan konsep yang lebih sederhana dan lebih terjangkau harganya, mulai diminati. Selain itu maraknya tren busana muslim juga menjadi peluang tersendiri. Jadi, kami tidak ingin ketinggalan momen dong. Sejak 2013 lalu hadirlah juga koleksi busana muslim dari Lazuli Sarae.
Retta: Betul, inovasi lain yang kami lakukan juga adalah dengan mendiversifikasi produk. Dulu kan hanya atasan pria dan wanita sekarang variasinya mulai dari kemeja, dress, blazer, jaket, dan celana pendek. Tas dan juga aksesori sudah mulai dibuat dan ternyata juga direspons dengan baik oleh pelanggan.
Apa kelebihan Lazuli Sarae?
Ivan: Kami membuat produk yang memiliki nilai-nilai serta filosofi dalam seluruh rancangan desain. Jadi, konsepnya komprehensif. Mulai dari pemilihan bahan dan material sampai motif batik juga kami kreasikan sendiri. Jadi motifnya benar-benar kami kreasikan menjadi benar-benar batik Lazuli Sarae. Beberapa motif batik seperti parang juga ikut dikreasikan. Produk yang kami hasilkan enggak "asal jadi".
Retta: Betul yang disampaikan Ivan. Batik on denim yang berkualitas sudah jadi ciri khas dari Lazuli Sarae. Kelebihan lain, selain dari produk yang dihasilkan kami memiliki beberapa kampanye yang sering dilakukan di media sosial. Kami terus menyosialisasikan batik kepada generasi muda. Seperti tagline Lazuli Sarae, local value modern spirit, nilai kearifan lokal yang dimiliki batik lewat denim yang akrab dengan anak muda bisa menjadi semangat baru untuk para generasi muda.
Pembagian tugasnya seperti apa?
Ivan: Untuk pembagian memang akhirnya kami bagi sesuai dengan keahlian dan kemampuan masing-masing. Saya mengurusi bagian eksternal mulai dari marketing, sales, dan administrasi termasuk konten-konten yang ada di website dan sosial media. Tapi ini bukan patokan karena kami juga saling membantu dan menyemangati satu sama lain.
Retta: Karena saya lulusan Kriya Tekstil, saya bagian internal yang mengurusi bidang kreatif, desain sampai produksi. Kami mengerjakan bagian-bagian yang kami bisa sehingga semua jadi maksimal.
Bagaimana strategi bisa masuk dept store?
Ivan: Awalnya kami mulai promosi dalam ranah online, ya website sampai media sosial kemudian ikut berbagai pameran. Dari situlah bertemu dengan calon-calon customer dan juga para mitra yang kemudian menjadi reseller ataupun jalan buat kami untuk masuk ke consignment store. Alhamdulillah saat ini consignment store yang menjadi channel penjualan Lazuli Sarae itu Alun-Alun Indonesia, Pendopo Rumah Batik & Kerajinan di Living World Alam Sutera, Sarinah Thamrin dan Pejaten Village. Sedangkan untuk online juga bisa didapatkan di Zalora, Rakuten dan Hijup.com.
Apa saja, sih, prestasi yang pernah diraih?
Retta: Alhamdulillah lewat Lazuli Sarae kami berhasil memenangkan 3rd Place Honda Youth Startup Icon, Winner Shell LiveWIRE Business Startup Award, 100 Youth Women Netizen Berpengaruh di Indonesia versi majalah Marketeers, Wanita Wirausaha Femina, Mandiri- Most Potential Enterpreuner dan Outstanding Designer at Indonesia Creative Week.
Rencana ke depan?
Ivan: Kami akan terus mengembangkan dan membuat inovasi pada produk yang kami hasilkan. Selain itu, memperluas channel penjualan, tidak hanya lokal, regional, tapi kami akan mengusahakan bisa diterima di pasar Internasional. Seperti motto yang terus menyemangati saya berbisnis yaitu In business and life, challenges and obstacles will never end; keep on trying, praying and believing that there is always ways to solve that. Jadi, apa pun nanti tantangan dan hambatan yang akan datang, kami tidak akan pernah berhenti mencoba, berdoa dan meyakini bahwa suatu saat nanti semua pasti akan terjadi.
Retta: Sama, intinya ingin terus fokus dan mengembangkannya. Semoga semua cita-cita goes global bisa tercapai.
Swita A. Hapsari