Indra Sjafri Pernah Kecewa Tak Masuk Timnas (1)

By nova.id, Rabu, 29 Januari 2014 | 03:22 WIB
Indra Sjafri Pernah Kecewa Tak Masuk Timnas 1 (nova.id)

Indra Sjafri Pernah Kecewa Tak Masuk Timnas 1 (nova.id)
Indra Sjafri Pernah Kecewa Tak Masuk Timnas 1 (nova.id)

"SEmasaya saya (berdiri, ketiga dari kiri) memperkuat tim PSP Padang. Akibat kecewa tak bisa menjadi pemain timnas Indonesia, Akhirnya saya memutuskan menjadi pelatih. (Foto: Dok Pri) "

Bicara soal bola rasanya tak pernah akan ada habisnya. Bagi saya, bola sudah menjadi bagian hidup saya. Bisa dikatakan saya adalah satu di antara orang-orang yang sangat beruntung, karena cita-cita menjadi seorang pemain dan pelatih sepak bola yang saya cita-citakan sejak kecil dapat terwujud.

Oh ya, saya adalah anak pertama dari enam bersaudara, dari Ayah bernama Anwar dan Ibu bernama Sjamsinur. Saya lahir dan menghabiskan masa anak-anak di kampung halaman di Lubuk Nyiur, Batang Kapas, Pesisir Selatan (Sumbar).

Oleh karena sangat cinta sepak bola, sejak kecil hampir tiap hari saya tak pernah melewatkan main bola bersama teman-teman. Saya amat beruntung, sebab orangtua tak penah melarang. Apalagi Ayah juga kebetulan hobi main sepak bola. Bahkan di masa itu Ayah sempat jadi pemain sepak bola di klub tingkat kabupaten.

Kala itu, di kampung halaman belum ada fasilitas lapangan seperti sekarang. Jadi tiap main sepak bola, bukan di lapangan rumput melainkan di sawah yang mengering. Mainnya pun bertelanjang kaki. Oleh karena itu, ketika kecil saya pernah terjatuh hingga tangan kiri saya patah akibat main sepak bola. Namun saya sama sekali tak pernah kapok.

Anak yang Patuh

Kendati hidup dalam suasana penuh kesederhanaan, namun kondisi itu tak mengurangi keceriaan masa kecil saya. Bersama anak-anak lain di kampung, kami selalu bermain dengan penuh rasa riang. Saya bahkan baru mengenal sepatu khusus sepak bola ketika menginjak bangku SMP. Saya masih ingat betul merek sepatu sepak bola pertama saya adalah Siong Fu.

Lantaran rajin latihan sepak bola, bila ada turnamen antarsekolah yang disebut bina seni dan olahraga (Binasenora) atau sekarang disebut Porseni (Pekan Olahraga dan Seni), saya pasti ikut dan tampil menjadi salah satu pemain dari tim sepak bola sekolah.

Saking cintanya pada sepak bola, saya juga tak pernah ketinggalan mendengarkan radio yang menyiarkan pertandingan timnas­ Indonesia. Di tahun 1970-an, di kam­pung halaman saya belum ada televisi. Kalau pun ada yang punya, mungkin hanya di satu atau dua rumah saja. Jadi, berita tentang pertandingan sepak bola hanya bisa kami dapat dari radio,

Nah, suatu kali timnas Indonesia akan bertanding. Setengah jam sebelum pertandingan dimulai, saya sudah bersiap di depan radio. Jika pertandingan sudah dimulai, saya akan mendengarkan sang penyiar radio dengan saksama.

Rasanya girang sekali bila mendengar timnas Indonesia berhasil membobol gawang lawan. Sejak dulu, saya memang selalu mengidolakan timnas Indonesia yang saat itu diperkuat oleh salah satu pemainnya yang bernama Junaidi Abdillah.