Curhat Ibunda Anak Dengan Kelainan Langka

By nova.id, Sabtu, 9 Juli 2016 | 05:45 WIB
Yola Tsagia (nova.id)

Akhir bulan Juni ini, Odil akan menjalani pemeriksaan mata dan sepertinya akan mulai menemui seorang psikolog. Matanya harus dicek, takut ada sesuatu karena matanya turun. Orbitnya pun terlihat turun. Juga pemeriksaan lain seperti sistem pernapasan karena dia masih suka sesak.

Sejak usia 6 bulan, keringat Odil kadang berlebih. Kalau tidur itu rusuh, pindah-pindah. Padahal kamar tidurnya sudah dingin ber-AC. Ternyata itu karena dia sesak napas, dan kami orangtuanya enggak tahu. Kami disarankan agar Odil tidur dengan posisi miring, meskipun kalau sudah lelap tidur suka berubah. Jadi aku suka mengawasi saat dia tidur, sejam sekali aku bangun memeriksa kondisi Odil.

Punya Adik

Saat ini komunitas IRD sudah memiliki 600 anggota. Bukan hanya orangtua anak dengan kelainan langka, ada pula dokter, pengacara, guru dan lainnya. Di sini kami curhat dan menguatkan satu sama lain, karena memberi dukungan itu penting.

Khusus untuk TCS, di Indonesia, yang baru aku tahu ada lima orang. Salah satunya adalah Mas Budi, tukang parkir di Masjid Sunda Kelapa. Aku ketemu waktu mau nonton di Metropole dan makan di situ. Dengan bertemu Mas Budi, aku merasa enggak sendiri. Aku bisa mendengar bagaimana perjuangannya.

Lewat IRD, saatnya aku edukasi masyarakat supaya meningkatkan awereness dan bisa menerima kelainan langka ini. Bagaimana susahnya mereka untuk sekolah, juga saat mereka masuk dunia kerja. Lewat IRD kami juga minta dukungan pemerintah, seperti dia negara luar yang sudah memberi dukungan untuk rare disorder.

Aku ingin Odil bisa mengenyam pendidikan sampai bangku kuliah. Agar dia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, tidak menyusahkan orang lain di kemudian harinya. Harapan yang sama juga bagi anggota masyarakat lain yang mengalami kelainan langka lainnya. Agar mereka tidak tergantung dengan orang lain.

Menjadi orangtua yang hebat itu bukan dihasilkan dari kesenangan atau kegembiraan, melainkan oleh tantangan dan airmata. Untuk masyarakat, terimalah anak-anak ini dengan kondisi apapun. Mereka memiliki hak yang sama di mata negara, untuk hidup, bersosialisasi. Biarkan mereka menjadi dirinya sendiri, jangan dipandang sebelah mata dan dikelilingi stigma negatif lain. Harapan lainnya, Odil belum ada adik, aku ingin ia punya teman. Agar ketika dia dewasa nanti, jika kami yang “dipanggil” lebih dulu, Odil punya siblings di sampingnya.

Edwin F. Yusman