11 Cara Ajarkan Anak Berbagi

By nova.id, Jumat, 23 November 2012 | 00:09 WIB
11 Cara Ajarkan Anak Berbagi (nova.id)

11 Cara Ajarkan Anak Berbagi (nova.id)

"Ilustrasi "

1. Egois  sebelum berbagi

Kekuatan untuk memiliki adalah bagian alami dari pertumbuhan kesadaran anak. Selama tahun kedua dan ketiga, dimana anak-anak mulai belajar soal keterpisahan, anak-anak  membuat sebuah identitas terpisah dari ibunya. "aku melakukannya sendiri!" dan "itu milikku!"hal ini kerap diucapkannya. Bahkan, "milikku" menjadi  satu kata  paling awal yang keluar dari mulut balita.

Anak tumbuh mengembangkan keterikatan akan hal-hal serta orang-orang. Kemampuan untuk membentuk ikatan yang kuat adalah penting agar menjadi orang yang sehat secara emosional. Anak berusia satu tahun akan kesulitan 'membagi' ibu nya, anak usia dua tahun mengalami kesulitan membagi boneka beruang kesukaannya. Demikian pula, beberapa anak  begitu lekat pada mainan bahkan boneka tua compang-camping karena telah menjadi bagian dari diri anak. Ketika diminta untuk menggambar dirinya sendiri, anak usia empat tahun  akan selalu menyertakan bonekanya - seolah-olah itu adalah bagian dari tubuhnya. Dapatkah Anda bayangkan, ketika anak diyakinkan  untuk berbagi boneka  dengan teman bermainnya?  Dapat dibayangkan, bagaimana anak tidak akan merasa aman dan nyaman dengan boneka yang berada di tangan  anak lain.

2. Kapan anak dapat berbagi?

Berbagi dengan tulus menyiratkan empati, kemampuan memahami pikiran orang lain dan melihat hal-hal dari sudut pandang mereka. Anak-anak jarang mampu berempati sejati di bawah usia enam tahun. Sebelum  menginjak usia 6,  mereka berbagi hanya karena Anda mengondisikan mereka untuk melakukannya. Jangan berharap anak kurang berusia kurang dari 2 atau 2 ½ tahun  mudah diajak berbagi. Anak dibawah dua tahun sedang dalam fase bermain paralel (bersama anak-anak lain) namun tidak benar-benar bersama mereka. Mereka peduli tentang benda-benda miliknya dan dirinya namun belum berpikir soal apa yang anak lain inginkan atau rasakan.

Dengan bimbingan dan kedermawanan, anak 2 tahun (yang egois) akan menjadi murah hati ketika menginjak usia 3 atau 4 tahun. Anak-anak mulai bermain satu dengan lain bahkan bekerja sama dalam permainan. Mereka mulai melihat nilai berbagi.

Anak-anak dengan orangtua yang mengembangkan pola asuh keterikatan, akan lebih sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan  bersedia untuk berbagi.   Namun mengajarkan sensitivitas untuk berbagi juga perlu mempertimbangkan aspek lain, misalnya, temperamen anak. Teorinya, anak lebih mudah berbagi dengan orang yang kuat dan sejajar, ketimbang dengan orang yang lebih lemah. Seperti, berbagi pada tamu ketimbang saudara kandung, anak yang sebaya ketimbang anak yang lebih muda, anak yang tenang ketimbang anak yang kerap meminta, dan seterusnya. Intinya, perhatikan isyarat anak dan ketahui kapan anak siap untuk berbagi.

3. Jangan memaksa anak

Dorong sikap dan lingkungan agar anak  mau berbagi. Ada kekuatan dalam kepemilikan. Bagi orang dewasa, mainan sekedar mainan. Untuk seorang anak, mainan adalah barang berharga. Hormati sisi posesif  anak, sementara  Anda juga perlu menjadi teladan (role model) yang mendorong mendorong anak berbagi. Bila perlu, ajak anak bermain dalam keompok bermain, Anda juga dapat belajar sisi yang butuh dibimbing dari anak.

Jika anak selalu menjadi tukang serobot, Ia akan belajar jika tukang serobot tidak akan punya teman bermain. Sedangkan anak yang terlalu berkorban, perlu belajar untuk mengatakan 'tidak'. Pada usia pra sekolah, anak-anak dapat secara alami mempelajari  arti 'apa untungnya bagiku', hingga melaju ke tahap kesadaran sosial 'apa untungnya bagi kita'.  Secara bertahap dan dengan sedikit bantuan orangtua, anak akan belajar jika hidup akan lebih nyaman jika mereka berbagi.

4. Lebih terkoneksi

Anak akan memberi ketika ia diberi. Dalam penelitian,  anak-anak yang menerima pola asuh attachment parenting (berdasar ikatan batin orangtua-anak)selama dua tahun pertama,  cenderung menjadi anak-anak yang berbagi di tahun-tahun mendatang. Hal ini disebabkan, anak-anak telah menerima kemurahan hati orangtuanya dan memutuskan mengikuti role model mereka. Juga,  anak  merasa nyaman cenderung lebih mengembangkan sikap berbagi. Seorang anak yang dibesarkan dengan pola asuh  yang tepat akan memiliki citra diri yang kuat. Dia lebih sedikit membutuhkan hal-hal yang memvalidasi harga dirinya.  

5. Contoh kedermawanan

Ibaratnya, siapa  melihat, dia akan melakukan.  Ketika seseorang meminta untuk meminjam "barang"  (yang dapat diasosiasikan anak sebagai mainan) Anda, jadikan ini seagai momen  mendidik anak.  Misal, katakan "Mommy  berbagi buku resep  dengan teman mommy". Biarkan momen berbagi  Anda  bersinar.  Begitupula, berikan pengalaman berbagi pada anak, misalnya dengan menawari "Apa kamu  mau  kue punya mommy?" "Ayo duduk bersama mommy dan ayah, kita sisihkan tempat duduk buatmu". Jika Anda memiliki beberapa anak, terutama yang usianya berdekatan, akan ada saat-saat orangtuanya tak cukup bagi mereka. Dua anak tidak dapat memiliki seratus persen ayah atau ibunya. Dan, yang terbaik yang Anda bisa dilakukan adalah  membagi cukup waktu. "Tidak adil" mungkin keluhan ini akan diulang oleh anak-anak. Cobalah  memberi kesempatan yang sama sebanyak mungkin, sementara mengajarkan anak-anak Anda  faktor lain yang ikut bermain dalam kehidupan sehari-hari.

6. Bermain games

Mainkan "Berbagi ayah". Misalnya dengan, memangku anak dua tahun di satu lutut dan empat tahun di lulut yang lain. Ini  mengajarkan anak untuk berbagi orang spesial mereka. Anak berusia 2 tahun juga bisa bermain "Berbagi Harta Benda". Misalnya dengan, berikan (pada anak berusia 2 tahun) beberapa bunga, kerupuk, blok, atau mainan, dan mintalah untuk membagikan pada semua orang di ruangan.  Ajaklah, "berikan satu untuk kakak, berikan satu untuk ayah.." . Dengan demikian Anda juga menyampaikan pesan jika berbagi adalah cara hidup  normal dan menebar  sukacita adalah hal yang menyenangkan.

AJARKAN PRINSIP HIDUP DENGAN BERMAIN

Cara yang baik  mengajarkan prinsip-prinsip hidup pada anak yang sangat belia adalah dengan bermain. Permainan menarik perhatian anak, sehingga pelajaran dapat terangkum didalamnya kendati diberikan dengan cara yang  menyenangkan. Anak-anak cenderung lebih mudah mengingat dengan belajar sambil bermain ketimbang dinasihati.

7. Kapan harus ikut campur

Sementara orangtua  mengharapkan balita  dapat berbagi, cobalah manfaatkan setiap kesempatan untuk mendorong anak bergiliran. Ajarkan anak bagaimana mengomunikasikan kebutuhan kepada teman-temannya. Misalnya dengan mengatakan, "Nanti kalau Nadine sudah selesai mengendarai mobil, baru kamu  bisa mengendarainya. Coba tanya pada Nadine, kapan selesainya." Atau "Cobalah ulurkan tanganmu dan tunggu. Nadine akan berikan bonekanya kalau dia sudah siap.." Ketika perselisihan mainan dimulai, kadang-kadang  tidak perlu terburu-buru  untuk turut campur didalam perselisihan anak. Berikan anak ruang dan waktu untuk mencari jalan keluar di antara mereka sendiri. Tetap amati di luar arena dan  perhatikan apa yang mereka lakukan. Jika dinamika kelompok menuju arah yang benar, dan anak-anak mampu bekerja sama mencari jalan keluar  mereka sendiri, cukup amati saja. Jika situasi memburuk, barulah Anda boleh campur tangan. Belajar secara mandiri sembari  diarahkan  memiliki nilai yang  abadi di hati anak-anak.

8. Terapkan waktu berbagi

Menggunakan timer dapat membantu Anda menjadi wasit perebutan mainan. Johnny dan Jimmy, kakak beradik yang kerap mengalami kesulitan berbagi mainan. Orangtua perlu campur tangan dengan meminta masing-masing anak  sisi koin, dan yang mendapat sisi koin yang ditentukan akan mendapatkan kesempatan bermain pertama. Jangan lupa atur timer. Dua menit adalah waktu yang tepat untuk anak-anak (masih kecil). Anda dapat meminta anak yang lebih tua menunggu lebih lama. Ketika timer berbunyi, mainan harus berpindah  ke anak kedua dengan jumlah waktu yang sama (meskipun ia mungkin telah lupa bahwa ia menginginkannya).

Mungkin awalnya, perlu beberapa kali upaya agar anak mau menyerahkan sendiri  mainannya. Orangtua dapat mendorong anak mengulurkan mainan kepada anak yang lain. Sembari Anda memuji sikapnya yang sangat bagus. Jika Anda terbiasa menggunakan timer, anak-anak yang berselisih suatu ketika akan pergi pada ibunya sembari berkata "Ibu, tolong atur timer. Jimmy tidak mau berbagi". Dampaknya anak-anak akan belajar soal berbagi sesuai pengaturan waktu dan belajar menahan kepuasan bermain demi orang lain.

Jika metode ini tidak bekerja, lakukan time-out terhadap mainan. Letakkan pada puncak bufet yang tidak terjangkau anak, dan jelaskan jika mainan akan tetap di sana sampai mereka mau berbagi. Anak-anak mungkin akan menangis atau merajuk agar mainan tidak di time-out, namun cepat atau lambat mereka belajar jika lebih baik berbagi ketimbang tak dapat mainan sama sekali. Mereka belajar berkompromi dan kooperatif.

9. Rencana ke depan

Jika anak memiliki kesulitan berbagi mainan, dan teman bermainnya sedang datang ke rumah, mintalah  orang tua teman bermain  anak membawa serta  mainannya. Anak-anak biasanya tidak bisa menahan diri dari mainan yang baru (bagi mereka). Jika  anak  menyadari ada mainan baru yang dibawa sang teman, maka katakan jika  ia harus berbagi mainan sendiri untuk dapat meminjam dari sang teman. Begitu pula, jika Anda membawa anak  ke rumah temannya yang tidak suka berbagi, bawa serta mainan anak. Beberapa anak-anak mengembangkan rasa keadilan dan kejujuran di usia dini. Jika anak tidak ingin kembali ke rumah seorang teman karena "dia tidak mau berbagi" , cobalah puji anak dengan, "Mommy bangga kamu suka berbagi. Mommy  yakin anak-anak yang lain senang datang ke rumah kita.".

10. Lindungi kepentingan anak

Ketika anak sangat posesif terhadap  harta berharganya, hormati  hal ini, kendati Anda masih dapat mengajari soal bermurah hati. Adalah hal yang wajar  bagi seorang anak  menjadi egois dengan  salah satu mainannya.  Ambi saja mainan tersebut, jika anak lain mencoba merebutnya. Tak mengapa menjadi kambing hitam sementara waktu. Ini akan memudahkan anak  berbagi.

Sebelum mulai bermain, bantu anak  memilih mainan yang akan dibagi pada teman-teman bermain dan mana  ingin disimpan  untuk dirinya sendiri. Di sini, Anda  harus menjadi wasit: "Mainan ini adalah  hadiah ulang tahun  Susie, sebaiknya  kamu bermain dengan yang lain atau menunggu  dia siap  berbagi.." . Ini adalah dasar menghormati kepemilikan. Keseimbangan antara kepemilikan dan sikap mau berbagi perlu diajarkan diantara anggota keluarga dengan cara yang tepat.

11. Beri kesempatan anak berbagi

Dorong anak  berbagi dengan beberapa kesempatan mengulurkan makanan kesukaan untuk teman yang lain. Sesekali mintalah, "Tolong bagi beberapa kukis untuk Robin ya sayang." Atau mintalah anak, memotong kuenya  dan memberikannya kepada teman. Ini  praktik yang baik untuk anak soal berbagi.  Atau  Anda dapat mengajarkan nilai-nilai kepada anak yang lebih muda, dengan meminta anak yang lebih tua memberi contoh  yang baik.  Anak yang lebih  muda akan terkesan ketika kakaknya mau membagi kue nya pada mereka. Kelak mereka juga akan melakukannya pada orang lain.

Laili/ dari berbagai sumber