Tetap Mesra Tanpa Anak

By nova.id, Selasa, 8 Januari 2013 | 10:09 WIB
Tetap Mesra Tanpa Anak (nova.id)

Ada banyak alasan kenapa mereka memilih tidak mempunyai anak, antara lain karena mereka ingin hidup nyaman. "Mereka sangat fokus dengan diri mereka, mengenal persis jati diri mereka, tahu target hidup mereka, dan fokus untuk itu," papar Elly. Pasangan tipe ini juga tidak ingin kehadiran anak menghilangkan fokus dalam mencapai target. "Karena anak adalah tanggung jawab yang besar," kata Elly. 

Alasan berikutnya, ada orang yang memiliki idealisme atau standar hidup tinggi. Tapi, di lain sisi, mereka merasa masih memiliki banyak kekurangan. Dalam benaknya, muncul pemikiran semacam, "Saya ini masih banyak kekurangan, bagaimana saya mampu memikul tanggung jawab besar melahirkan dan mendidik anak menjadi manusia yang benar?" Di satu sisi, pemikiran ini baik padahal tentu saja tidak ada orang yang sempurna 100 persen.

Yang jelas, ketika memutuskan tidak mempunyai anak, mereka memiliki alasan yang masuk akal dan kuat. Bisa berupa pekerjaan atau aktivitas mereka sangat berharga sehingga lebih baik mereka tidak mempunyai keturunan. Atau, idealisme yang mereka perjuangkan benar-benar bermakna sehingga mereka mengenyampingkan kesenangan pribadi.

Sepakat Berkomitmen

Ada pula orang atau pasangan yang ingin seluruh potensinya benar-benar dicurahkan untuk mencapai misi yang sudah mereka tetapkan. "Kehadiran anak bukanlah misi mereka. Biasanya, ini terjadi pada orang-orang yang sangat concern (peduli) terhadap isu tertentu. Contohnya, para pecinta satwa yang rela hidup di hutan bersama satwa yang dilindungi," lanjut Elly. 

Tipe pasangan ini biasanya juga orang-orang yang sangat peduli terhadap nilai-nilai kebebasan, tidak tergantung, serta mempunyai kontrol penuh terhadap diri sendiri. Nilai-nilai ini kemudian mereka pegang erat, sehingga mereka memilih tidak mempunyai anak. Contoh kecil, mereka tidak bisa tidur ketika anak menangis, yang berarti mereka tidak memiliki kontrol penuh terhadap diri mereka sendiri.

Alasan ekonomi dan kesehatan juga menjadi alasan pasangan suami-istri memilih tidak mempunyai anak. Misalnya, penderita penyakit tertentu yang bisa menular ke anak. Akhirnya, mereka mendedikasikan hidup untuk komunitas tertentu dan rela tidak mempunyai anak. 

Selain itu, ada pasangan suami-istri yang memilih tidak mempunyai anak untuk sementara, karena mereka tidak yakin terhadap pasangan hidupnya. Misalnya, pasangan selalu terlibat konflik yang tidak selesai-selesai. "Istilahnya, perkawinan yang penuh risiko. Akibatnya mereka memilih tidak mempunyai anak, karena takut tidak bisa langgeng dengan pasangannya," lanjutnya.

Apa pun latar belakangnya, menurut Elly, membuat komitmen dengan pasangan termasuk sulit. Apalagi kalau pasangannya sehat dan mampu secara ekonomi. Oleh karena itu, sebaiknya bicarakan dulu sebelum menikah. Kalau pasangannya tidak satu visi, tentu sulit. Hal ini juga tidak baik bagi relasi suami-istri.

Di sinilah konseling pranikah menjadi penting. Semuanya dibicarakan, dari seks, uang, karier, perbedaan iman, termasuk soal anak. "Apakah akan langsung mempunyai anak, kapan mempunyai anak, berapa, pakai babysitter atau dibesarkan sendiri, dan sebagainya," kata Elly. 

Ubah Jadi Positif

Namun, di sisi lain, tidak memiliki anak bukanlah akhir segalanya. Jika pasangan suami-istri bisa berpikir positif, hubungan pun akan semakin harmonis dan sisi pribadi lebih maju. Misalnya, konsentrasi penuh pada karier karena tidak mempunyai kesibukan merawat dan mendidik anak.