Jika Anak Mencuri

By nova.id, Senin, 22 Oktober 2012 | 09:00 WIB
Jika Anak Mencuri (nova.id)

Jika Anak Mencuri (nova.id)

"Ilustrasi "

1. Memahami mengapa anak mencuri

Seperti berbohong, "mencuri" merupakan istilah orang dewasa yang mungkin tak berarti apa-apa bagi anak-anak. Permen  yang tergenggam di kepalan  setelah melalui kasir, atau mobil mainan yang ada dalam saku anak empat tahun setelah bertamu, bukanlah bukti  anak Anda berbuat nakal. Bagi anak prasekolah, posesi dapat berarti kepemilikan. Dalam pikiran, mereka memiliki hak atas apa pun dalam yang dapat diambil. Anak di bawah empat tahun mengalami kesulitan membedakan antara "milikku" dan "milikmu." Semuanya berpotensi jadi "milikku." Mereka tidak tahu  menggenggam  permen di toko adalah mencuri. Mereka hanya mengetahuinya setelah Anda memberi tahu. Dan dalam pikiran anak, ini bukan sebuah kesalahan sehingga orang tua berhak memberikan penilaian.

Banyak anak usia prasekolah tidak dapat menahan dorongan terutama soal kepemilikan. Ketika mereka melihat mainan  (dan merasa  harus memilikinya) mereka dapat membawanya tanpa menyadari  tindakannya benar atau tidak. Alih-alih rasa bersalah, mereka merasa lega keinginannya terpenuhi. Semakin impulsif, semakin besar kemungkinan anak terdorong memiliki barang yang bukan miliknya.

Anak berusia  lima hingga tujuh tahun  kerap mengelak dari kesalahan  mencuri. Kendati sebenarnya mereka  paham konsep kepemilikan dan hak milik. Mereka juga telah mengetahui  kenyataan jika  seluruh dunia bukan milik mereka  dan mencuri barang  yang bukan milik mereka adalah perbuatan yang salah.

Sayangnya, pada usia ini anak justru dapat menjadi seorang pencuri  yang pintar. Mereka takut hukuman orang dewasa namun belum paham benar tentang moralitas.

Hentikan sang pencuri kecil, dan ajarkan jika kekeliruan  ini bukanlah hal kecil. Mereka perlu belajar, jika kejujuran merupakan  hal kecil yang akan membuka jalan kesuksesan  kelak mereka dewasa. Seorang anak harus belajar  mengendalikan dorongan hasratnya, menahan diri, dan menghormati hak-hak orang lain.

2. Praktek parenting

Anak-anak yang dekat dengan orangtua kerap lebih sensitif, dan mereka juga mampu memahami serta menghormati hak-hak orang lain. Mereka dikatakan memiliki kematangan mental lebih baik dalam usia yang masih dini. Anak-anak  ini mampu merasakan perasaan menyesal ketika melakukan kesalahan sehingga mereka lebih berhati nurani.

Lebih mudah mengajarkan nilai-nilai ketika pola pengasuhan terhadap anak juga tepat. Anak-anak akan memiliki kemampuan berempati dan memahami dampak tindakannya terhadap orang lain ketika memiliki komunikasi yang baik dengan orangtuanya. Cobalah beri waktu yang cukup pada anak, untuk mencegah penyimpangan perilaku. Selain berguna memantau perkembangan anak,  kedekatan juga mampu memelihara kepercayaan anak-orangtua. Beberapa pengalaman  membuktikan, akibat hubungan orangtua-anak yang kurang dekat dapat memicu anak suka berbohong, mencuri dan  berbuat curang.

Orangtua yang dekat dengan anak juga  umumnya memiliki kemampuan membaca isyarat bahasa wajah dan tubuh sehingga mampu  mengungkap perilaku tersembunyi anak. Hubungan orangtua-anak, karenanya, dianggap lebih efektif ketimbang memberi nasihat dan menanamkan nilai-nilai.

3. Beri  pelajaran tentang keuangan