Kalau masih prakanker, tidak ada. Tapi kalau sudah muncul bau tidak sedap dari area genital, perdarahan setelah berhubungan intim, dan nyeri, berarti yang bersangkutan sudah mencapai tahap selanjutnya. Pada stadium tiga dan akhir, semua itu makin menjadi. Malah tanpa berhubungan intim pun, bisa berdarah terus, juga sering keluar masuk rumah sakit dan butuh transfusi darah.
Butuh waktu 2-5 tahun untuk menjadi lesi prakanker. Dari lesi menjadi kanker butuh waktu 3-5 tahun. Sedangkan dari stadium awal ke stadium akhir, tergantung tipe yang dideritanya, bisa sampai 10 tahun. Selama itu, dia selalu kesakitan.
Bagaimana pengobatannya bila penyakit ini sudah berkembang menjadi kanker?
Kalau masih stadium 1-2, masih bisa disembuhkan dengan cara dioperasi, diangkat bersama rahimnya. Tapi kalau stadiumnya sudah lebih dari dua, pengobatannya dengan radiasi atau kemoterapi, tergantung tipe kanker leher rahim yang diderita. Hanya saja, lesi prakanker itu mudah dihilangkan dan tidak muncul lagi, sedangkan kalau sudah masuk ke tahap berikutnya, ketahanan hidup penderita akan menurun drastis.
Bagaimana cara mengetahui kita terkena kanker serviks atau tidak?
Mudah, dengan deteksi dini. Kalau di puskesmas, tenaga medis terlatih akan menyemprotkan asam cuka ke leher rahim. Kalau leher rahim berubah warna menjadi putih, itu berarti ada sel-sel calon ganas atau lesi yang akan berubah menjadi kanker leher rahim. Biaya pengecekan ini hanya Rp 5 ribu. Kalau di puskesmas tersebut tersedia mesinnya, krio terapi bisa dilakukan saat itu juga. Sedangkan di rumah sakit tersedia pap smear.
Kabarnya, di Indonesia kanker serviks menempati urutan pertama penyebab kematian perempuan, ya?
Benar, tingkat kematiannya di Indonesia sangat tinggi, prevalensinya 5-11 persen. Yang tertinggi di Tasikmalaya, yaitu 11 persen. Sedangkan terendah di Jakarta, yaitu 5 persen, walaupun ketika saya ke Cilincing, profil masyarakatnya agak mirip dengan Tasik. Di negara-negara maju seperti di Australia, prevalensinya hanya 4 persen. Mereka kaget, negara mereka yang warganya banyak menganut seks bebas saja cuma 4 persen, tapi kita kok, bisa setinggi itu.
Padahal, kenyataannya justru karena penduduk kita masih banyak yang sangat tertutup itulah yang jadi penyebab prevalensinya amat tinggi.