Membantu Si ABG Galau (1)

By nova.id, Senin, 16 April 2012 | 05:20 WIB
Membantu Si ABG Galau 1 (nova.id)

Membantu Si ABG Galau 1 (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Beberapa waktu lalu, banyak kasus yang melibatkan anak-anak usia tanggung, 11-15 tahun, dari model iklan remaja yang pergi dari rumah orangtuanya sampai kasus penusukan oleh anak usia 13 tahun terhadap temannya. Apa yang sebetulnya terjadi?

Pada usia 11-15 tahun, anak-anak tengah mengalami sebuah fase yang disebut "Fase Remaja". Pada fase ini, anak akan mengalami perubahan serta perkembangan di beberapa area, yang mencakup area fisik, kognitif, dan psikososial. "Pada area fisik, proses kembang tumbuh anak di usia ini akan menjadi lebih pesat. Pembentukan alat reproduksi mereka juga akan menjadi lebih matang, yang dapat memengaruhi kestabilan hormon mereka," ujar Pustika Rucita, B.A., M.Psi., psikolog dari Personal Growth Counseling and Development Center.

Pada area kognitif, anak di usia ini akan lebih mampu berpikir secara abstrak, serta mampu menalarkan penyebab dari suatu permasalahan. Walaupun begitu, cara berpikir mereka terkadang juga masih kekanak-kanakan. Hal ini dapat terlihat dari bagaimana mereka menampilkan tingkah laku mereka dalam keseharian. Sedangkan pada area psikososial, anak-anak di usia ini akan mulai mencari identitas diri mereka sendiri. Di masa ini, peranan teman-teman sebaya dalam mencari jati diri ternyata memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan keluarga.

Identitas Diri

Fase remaja sangat penting untuk dilalui oleh anak-anak karena akan memengaruhi masa depan mereka. Terutama dalam hal bagaimana anak-anak mendeskripsikan siapa diri mereka serta bagaimana mereka bersikap terhadap lingkungan mereka di masa depan. Jika anak-anak gagal menjalani fase remaja dengan baik, maka tugas-tugas perkembangan mereka di fase usia selanjutnya akan rentan terganggu.

Apalagi tugas perkembangan yang utama dilakukan dalam fase remaja adalah untuk mencari identitas diri. Identitas diri mencakup bagaimana seorang anak melihat diri mereka, bagaimana mereka menilai kelebihan dan kekurangannya, bagaimana mereka menentukan bayangan sosok ideal yang mereka ingin perankan, serta bagaimana mereka menentukan bayangan masa depan yang mereka inginkan. Ketika anak-anak pada usia ini gagal mengetahui siapa identitas mereka, maka mereka akan mengalami kebingungan yang akan rentan berdampak pada tugas-tugas perkembangan mereka selanjutnya.

Proses mencari identitas diri juga bukanlah suatu hal yang mudah. "Anak-anak harus mengeksplorasi diri mereka di dalam lingkungan serta menghadapi tantangan lingkungan, sementara di waktu yang bersamaan mereka juga mengalami perubahan-perubahan di aspek fisik, kognitif, dan psikologis, yang membuat mereka harus beradaptasi," lanjut Pustika. Proses yang tidak mudah inilah yang membuat anak-anak kerap terkesan "labil".

Konflik dengan Orangtua

Pada fase remaja, beberapa persoalan biasanya muncul dan harus dihadapi oleh anak-anak yang berada di fase ini. Yang pertama, keadaan fisik mereka yang terus berkembang, serta adanya kematangan alat reproduksi, membuat proses hormonal pada anak-anak di usia ini menjadi ikut berkembang. Anak laki-laki mulai mengalami mimpi basah, sementara anak-anak perempuan mulai mengalami menstruasi.

Adanya proses hormonal yang terus berkembang kerap membuat emosi anak-anak menjadi tidak selalu stabil. Terkadang mereka mudah terganggu oleh hal-hal kecil dan cenderung menjadi sensitif. "Anak-anak perlu meregulasi emosi mereka agar tidak mudah terpengaruh oleh pengaruh hormon, agar mereka lebih mampu menampilkan tingkah laku yang positif terhadap diri mereka sendiri dan lingkungannya," jelas Pustika.

Yang kedua, proses pencarian identitas diri menuntut anak untuk banyak mengeksplorasi diri mereka sendiri dalam lingkungannya. Hal ini membuat anak harus banyak berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan orangtua dan teman-teman sepermainan. Tentunya, berinteraksi dengan lingkungan bukanlah tugas yang mudah. Selain diri mereka sendiri sedang mengalami proses perubahan fisik dan psikologis yang membuat mereka harus beradaptasi, mereka juga harus berhadapan dengan lingkungan yang tidak selalu mudah diajak berinteraksi. Contohnya, ketika mereka harus menghadapi orangtua yang protektif.