Sedikit-sedikit Cemburu

By nova.id, Jumat, 2 Maret 2012 | 21:23 WIB
Sedikit sedikit Cemburu (nova.id)

3. Usahakan untuk bicara dengan bahasa sederhana namun logis. Misal, menawari bertukar tempat dengan adik bayinya, kalau memang itu sumber kecemburuannya. "Apa Kakak mau tukar tempat dengan adik? Kakak seharian harus tidur terus, tidak bisa main bola, tidak bisa ke sekolah. Bagaimana?" Begitu pun jika sumber masalahnya adalah teman. Intinya, "be another shoes", dia harus mau menjadi seperti orang-orang yang dicemburui dengan segala konsekuensinya.

Rasa cemburu ini bisa dijadikan pendorong semangat anak kalau orangtua peka dan segera tahu duduk permasalahannya. Kompetisi di bidang yang sama sah-sah saja, selama orangtua memberi panduan bagaimana berkompetisi dengan sehat. "Kamu bisa kok main bola sehebat Deny, asalkan rajin latihan." Atau kalau sekiranya anak terlihat "tidak mampu" berpacu di bidang yang sama, orangtua bisa mengarahkannya untuk melihat kelebihan dirinya yang tidak dimiliki teman-temannya. Misalnya, "Memang kenapa kalau Deny selalu menang main bola? Toh, kamu bisa menggambar dengan bagus, Deny belum tentu bisa, kan?"

Intinya giring anak untuk melihat sisi positif dalam dirinya sehingga tidak lagi berkecil hati melihat keunggulan orang lain. Dengan demikian anak akan merasa dituntut maju dengan cara "nyaman", walau dalam situasi berkompetisi. Ia sadar bahwa kompetisi itu tidak bertujuan untuk mendapat tepuk tangan atau memperebutkan kasih sayang orangtua melainkan untuk kepuasan dan kebanggaan dirinya.

Jangan khawatir, sifat cemburu anak masih bisa diarahkan. Jadi selama penanganannya tepat, anak tidak akan tumbuh menjadi

TIP-TIP UNTUK ORANGTUA

1. Pekalah terhadap sinyal-sinyal cemburu karena setiap anak pasti mengalaminya. Ini proses yang normal dan wajar. Jangan dikait-kaitkan dengan anak baik dan tidak baik, dosa dan tidak dosa atau hal lainnya karena hanya akan membuat anak jadi represif.

2. Orangtua harus menyadari keunikan tiap anak dan proses perkembangannya. Pemaksaan terhadap anak untuk menjadi seperti kakaknya atau temannya malah mengundang kemarahan, "Kalau saya harus seperti kakak, saya juga minta diperlakukan seperti kakak. Persis!" Juga menstimulasi munculnya perilaku manipulatif. Hal ini justru akan menjadi bumerang buat orangtua.

3. Ajari anak untuk tidak semata-mata melihat bendanya. Tapi ajak anak melihat nilai dan kebutuhannya. Apakah sudah tepat baginya meminta benda tersebut? Apakah kebutuhan itu harus dipenuhi sekarang? Apakah sesuai dengan kemampuan dan situasi/kondisi keluarga dan sebagainya?

4. Ajari anak untuk menghargai proses dan bukan sekadar hasil. Boleh saja ia meminta sesuatu seperti kakak/temannya, tapi ada proses yang harus dilalui sebelumnya.

5. Beri pengertian, kalau cinta dan kasih sayang bukanlah sesuatu yang "diperjualbelikan" atau harus diusahakan oleh anak. Orangtua akan terus memberi dan melimpahkan kasih sayang padanya. Ini untuk memperbaiki persepsi bahwa ia tak lagi disayang setelah kelahiran adik, misalnya.

6. Ajarkan pada anak untuk bersyukur dengan semua yang dimilikinya. Daripada hanya melihat kekurangan, ajarkan untuk melihat anugerah yang dilimpahkan padanya.

7. Ajarki anak untuk menghargai diri sendiri. Jangan hanya melihat kekurangan, tapi lihat juga kelebihan. Ini penting supaya anak tidak inferior karena membandingkan diri dengan anak lain.

8. Puji anak secara proporsional di saat yang tepat, yaitu kala pertama ia mampu menunjukkan kemampuan dan sikap positifnya.

9. Kenalkan anak pada dunia luas. Kalau dunianya luas, anak tidak akan "terganggu" dengan perubahan kecil seperti kelahiran adik, teman punya mainan baru, dan sebagainya.

Marfuah