Kala Sakit, Anak Jadi Lebih Tergantung

By nova.id, Rabu, 28 Desember 2011 | 23:27 WIB
Kala Sakit Anak Jadi Lebih Tergantung (nova.id)

Cemas dan panik, begitu biasanya reaksi orang tua. Namun tak jarang pula orang tua jadi kesal dan marah lantaran si anak begitu rewel. Serba salah, ya?

Orang tua biasanya mudah cemas kala anaknya sakit. Terlebih anak kecil belum mengerti apa itu sakit. Dia belum dapat sepenuhnya mengungkapkan apa yang dirasakannya. Yang ia tahu, ada sesuatu yang tak enak atau tak nyaman pada dirinya.

Umumnya gejala sakit yang paling sering tampak pada batita ialah batuk, pilek, dan badan panas. Namun seringkali pula si anak tak menunjukkan gejala tersebut. Orang tua baru tahu anaknya sakit setelah melihat ada perubahan perilaku yang sangat berarti pada diri si anak. Misalnya, anak yang biasanya ceria, berubah menjadi pendiam dan murung. Atau yang semula begitu doyan makan lalu berubah jadi tak mau makan.

Itu sebabnya orang tua harus senantiasa peka dan tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi pada si kecil. Lalu tanyakan kepada si anak, misalnya, "Ade kenapa? Kok, hari ini makannya sedikit sekali. Ada yang enggak enak di mulut? Coba sini Bunda lihat mulutnya."

LEBIH TERGANTUNG

"Umumnya anak yang sakit akan menjadi rewel dan agak manja," ujar Dra. Puji Lestari Prianto, MPsi. Hal ini wajar saja lantaran kondisi tubuhnya yang lemah. Di samping secara psikis, rasa ketergantungannya menjadi lebih tinggi dibanding anak yang sehat. "Anak ingin merasakan kedekatan yang lebih dari biasanya. Rasa ketergantungan ini dikarenakan rasa cemas pada diri anak dan juga rasa tak nyaman karena sakitnya," jelas staf pengajar di Fakultas Psikologi UI ini. Bahkan, ada anak sakit yang selalu ingin di pangkuan ibunya seperti bayi, ada yang kalau tidur harus selalu ditemani, dan sebagainya.

Apa pun juga perilaku anak sakit, saran Puji, orang tua harus sabar menghadapinya. Bagaimanapun, anak yang sakit kebutuhannya lebih besar dibanding anak sehat. Anak harus selalu didampingi. "Jadi, kalau anak rewel bukannya didiamkan atau orang tua malah menjadi marah. Selalulah berada di sampingnya, tanyakan apa yang dirasakan anak." Sikap orang tua yang lembut, lanjut Puji, akan membuat anak tenang. Orang tua juga bisa mengurangi rasa cemas si anak dengan mengajaknya bermain atau mendekapnya.

Pendek kata, orang tua harus berusaha menciptakan suasana aman pada diri anak. Dengan demikian anak merasa ada perlindungan karena ia dijaga dan diperhatikan, tak ditinggal-tinggal, selalu ada yang menemani. "Nah, si anak jadi merasa aman dari lingkungannya. Ia juga tak merasa bosan karena selalu ada yang menemani, tak sendirian."

Memang, diakui Puji, biasanya orang tua, khususnya ibu, justru lebih cemas dan takut kala anaknya sakit. "Mungkin kalau sakitnya sekadar batuk pilek saja, sudah biasa. Tapi kalau disertai panas yang enggak turun-turun atau penyakitnya berbahaya, tentu orang tua takut penyakit anaknya akan bertambah parah."

Kepanikan ibu menghadapi anak sakit, menurut Puji, tergantung dari kepribadiannya. "Ada ibu yang bisa menutupi kecemasannya dengan bersikap tenang." Namun ada pula yang menunjukkan rasa paniknya, sampai-sampai ia tak bisa berbuat apa-apa dan justru kebingungan sendiri. "Karena itu harus ada yang bisa menenangkan atau membantu sang ibu juga. Entah suami, saudara atau pembantu."

Puji dapat memahami kecemasan para ibu menghadapi anak sakit. Namun begitu, anjurnya, ibu harus berusaha untuk bersikap tenang dan memberikan perhatian lebih pada si anak. "Apa pun yang akan terjadi, orang tua harus lebih siap menghadapi anak yang sakit."

Untuk itu orang tua perlu membekali diri dengan berbagai buku mengenai kesehatan. Dengan demikian, orang tua punya pengetahuan, terutama pertolongan pertama yang harus dilakukan bila menghadapi anak sakit. Apalagi bila hal itu terjadinya pada hari libur di mana dokter tak praktek. "Nah, dengan orang tua mengetahui tindakan apa yang harus dilakukannya, maka si anak bisa segera diberi pertolongan pertama. Entah itu memberikan obat penurun panas yang tersedia atau obat-obatan tradisional seperti bawang merah, minyak kayu putih, dan sebagainya. Yang penting, jangan sampai penyakit anak tambah parah semisal kejang. Nah, setelah itu, minta bantuan dokter."

SUSAH MAKAN

Hal lain yang harus dipahami dari anak sakit, lanjut Puji, umumnya anak jadi tak suka makan dan emoh minum obat. "Kita saja kalau sakit juga tak berselera makan, bukan?" tutur Puji. Karena itu, anjurnya, tak perlu memaksa anak. "Yang penting, anak tetap makan. Sedikit-sedikit, namun sering." Beri makanan lembut untuk memudahkan anak menelan dan tak perlu lama-lama mengunyah. "Makanan harus yang bergizi agar anak terbantu untuk cepat sembuh. Beri ia banyak minum agar tak dehidrasi atau kekurangan cairan."

Bila anak susah minum obat, siasati dengan cara memberikan tambahan zat gula agar rasa pahit obat berkurang. Ada baiknya sebelum minum obat si anak diberikan sesuatu yang menyenangkan. Misalnya, dijanjikan akan dibacakan cerita kesukaannya.

Sebagaimana orang dewasa, anak yang sakit pun harus banyak istirahat. Namun begitu, tak jarang ada juga anak yang tetap aktif, tak bisa diam meskipun tengah sakit. "Mungkin memang ada bagusnya anak sakit tetap aktif sehingga bisa mengeluarkan banyak energi. Bisa jadi panas badannya akan menurun karena mengeluarkan banyak keringat," kata Puji. Selain itu, orang tua juga agak lega karena si anak tak terlalu rewel.

Kendati demikian, saran Puji, aktifnya si anak yang sakit jangan sampai berlebihan. Bagaimanapun, anak yang sakit tak boleh terlalu capek. "Kalau hanya sekadar bergerak ke sana ke mari di sekitar rumah, bolehlah. Tapi ibu juga harus senantiasa mengingatkan anaknya agar jangan sampai kecapekan." Sebab, bisa terjadi sakitnya malah bertambah lantaran capek. Misalnya, panas badannya jadi bertambah. "Jadi, sejauh kegiatannya itu tak mengganggu sakitnya, ya, enggak apa-apa. Kadang anak pun kalau sudah capek akan berhenti dengan sendirinya."

Bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya, si anak sampai tak bisa bangun dari tempat tidur? "Tentu lama-lama bisa membuatnya merasa bosan," ujar Puji. Nah, dalam hal ini orang tua tak boleh menunjukkan kesedihannya karena akan berpengaruh pada si anak. Sebaiknya orang tua mengajak si anak melakukan kegiatan bermain yang disukainya. Misal, membacakan cerita kesukaan anak di tempat tidur, memberikan mainan yang bisa dilakukan di tempat tidur seperti boneka tangan, mewarnai, melipat kertas, nonton televisi, dan sebagainya. "Kegiatan itu dapat mengurangi kebosanan anak."

Jadi, tandas Puji, dalam memberikan kegiatan untuk anak yang sakit, harus disesuaikan dengan kondisi si anak. Tapi kalau si anak tak mau melakukan aktivitas apa-apa, ya, tak usah dipaksa. "Sebaiknya orang tua yang lebih aktif, entah dengan bercerita atau membacakan buku."

Pendeknya, apa pun yang bisa dilakukan orang tua untuk menghibur si anak yang sakit, lakukanlah. Dengan begitu, anak akan merasa nyaman dan tak kelewat rewel.

IBU BEKERJA

Boleh dibilang, anak yang sakit harus mendapatkan perlakuan lebih "istimewa". Nah, hal ini tentunya menjadi persoalan tersendiri bagi para ibu bekerja. "Para ibu yang bekerja memang harus sedikit rela berkorban," ujar Puji. Apalagi, pada awal sakit biasanya anak sangat membutuhkan ibu. Baru setelah kondisi si anak lumayan baik, ia bisa ditangani oleh orang rumah, semisal pengasuhnya.

Apabila ibu tak bisa meninggalkan pekerjaannya di kantor, saran Puji, maka harus ada orang di rumah yang dipercaya bisa menangani si anak. Entah itu ayah, pengasuh, atau nenek dan sebagainya sebagai pengganti ibu. Menurut Puji, naluri seorang ibu juga sangat tergantung pada pribadi masing-masing. "Mungkin ada ibu yang sangat care pada anaknya. Anaknya sakit sedikit saja, ia tak bakal masuk kantor sebelum penyakit anaknya reda."

Selain itu, tergantung pula pada tingkat keparahan penyakit anak. Kalau memang parah, anjur Puji, sebaiknya ibu mengambil cuti dari kantor. "Karena anak masih perlu perhatian, bimbingan, dan penanganan intensif dari orang tua."

Selama ibu di kantor, lakukanlah komunikasi dengan orang di rumah, sehingga kondisi anak bisa terus dimonitor. Hal ini juga membuat ibu menjadi lebih tenang dalam bekerja. Bila ibu sulit mengontak ke rumah, maka orang rumahlah yang harus mengontak ibu di kantor setiap berapa jam sekali. Akan lebih baik bila ibu bisa pulang kantor lebih awal dari biasanya.

Bagaimana seandainya ibu harus dinas luar sementara anak sakit? "Ya, harus ada orang yang menggantikannya di rumah dalam menangani si anak yang sakit." Akan lebih baik jika si pengganti adalah sang ayah. Sehingga bila terjadi sesuatu, misalnya, sakit si anak bertambah parah, maka sang ayah bisa memutuskan tindakan pertolongan pertama yang harus segera diambil. Misalnya, membawa si anak ke rumah sakit. Namun demikian, saran Puji, ibu yang sedang berdinas sebaiknya mempercepat tugasnya untuk segera kembali ke rumah.

AYAH,BANTULAH IBU

Seringkali ibulah yang menangani semuanya kala anak sakit. Padahal ini tak sepenuhnya benar. Ibu pun punya daya tahan dan ambang stres. Ditambah pula dalam menghadapi anak sakit, reaksi ibu biasanya ketakutan. "Awalnya mungkin ibu bisa bertahan. Tapi kalau ibu merasa capek, tegang, takut, lama-lama bisa timbul marah dan sebagainya." Nah, pelampiasan kemarahannya ini bisa ditumpahkan ke orang lain atau pada anak lainnya.

Jadi, tandas Puji, seandainya anak rewel dan menangis terus sementara ibu sedang capek, sebaiknya ayah ikut membantu. Misalnya, menggendong si anak, menghiburnya dengan membacakan cerita atau mengajaknya bercanda. "Jadi, ada kerja sama yang baik antara ayah dan ibu di rumah."

Bila tak ada ayah di rumah, menurut Puji, siapa pun bisa ikut membantu ibu. Misalnya, di rumah ada beberapa anak dan salah satunya sakit, maka anak yang sehat bisa diajak membantu. Entah untuk mengambilkan baju atau pekerjaan sederhana lainnya. "Jadi, anak lain pun dilibatkan. Orang tua sangat berperan dalam menciptakan suasana rumah. Dengan begitu terjalin kebersamaan. Sekaligus, orang tua menanamkan pada anak lainnya, bahwa orang sakit harus ditolong."

Dedeh