Sudah Nikah Kok Masih Disuruh-suruh?

By nova.id, Kamis, 22 Desember 2011 | 23:27 WIB
Sudah Nikah Kok Masih Disuruh suruh (nova.id)

Seorang kakak biasanya dijadikan pelindung bagi adik-adiknya. Dialah yang diharapkan dapat membantu bila si adik mendapat kesulitan. Kakak juga dianggap bertanggung jawab dalam mengurus adik. Tak jarang si kakak selalu diminta orang tuanya untuk mengalah pada sang adik.

Jeleknya, kadang si kakak merasa dirinyalah yang paling berkuasa. Alhasil, dia tumbuh jadi si tukang perintah yang tak bisa dibantah. Sementara adik berada pada posisi sebagai objek penderita yang tak kuasa menolak, bahkan sampai mereka sama-sama dewasa.

Menurut Rahmi Dahnan, Psi., secara psikologis seorang adik cenderung merasa menjadi subordinat. Apalagi bila didukung pola asuh orang tua yang seolah-olah membuat si kakak selalu di atas angin. "Pola asuh yang salah akhirnya membuat kakak merasa powerfull, bisa memerintah sesukanya," tutur psikolog keluarga dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Jakarta.

DULU BEDA DARI SEKARANG

Lalu, apakah hubungan kakak-adik seperti ini otomatis akan berubah setelah mereka masing-masing berkeluarga? Menurut Rahmi, secara emosional mereka tetap sebagai kakak-adik. Artinya, seorang adik tetap menghargai dan menghormati kakak. Sebaliknya, seorang kakak tetap merasa berkewajiban menjaga adiknya.

Secara psikologis, seiring bertambahnya usia, setiap orang mengalami perkembangan kedewasaan sehingga harusnya bisa lebih memahami, menghormati, dan menghargai hak orang lain. Jadi, fungsi dan peran kakak-adik masih tetap seperti sediakala meski masing-masing sudah berkeluarga. Yang berbeda hanyalah "bentuknya". Misalnya, selagi masih kecil, bentuk perlindungan yang ditunjukkan kakak adalah saat si adik diganggu temannya. Nah, setelah mereka berkeluarga, perlindungan yang diberikan contohnya berupa bantuan finansial jika si adik sedang kesulitan perekonomian. "Jadi fungsi tetap sama, tapi manifestasinya saja yang beda."

Lalu bagaimana bila si kakak masih suka menyuruh-nyuruh adiknya seperti di masa lajang? "Itu berarti sang kakak mengalami fiksasi atau regresi dalam perkembangan emosinya," komentar Rahmi. Si kakak merasa dirinya masih seperti dulu yang bisa memerintah adiknya sesuka hati. Berarti secara emosional dia tetap berada pada posisi anak-anak atau, "Yang bersangkutan tak berkembang sesuai usianya dan enggak sehat pula mentalnya."

Dalam kenyataannya, masih saja ditemukan perilaku kakak yang semena-mena bahkan otoriter terhadap adiknya meski masing-masing sudah berkeluarga. Sang kakak melakukan pemaksaan kehendak dan masih memanfaatkan posisinya sebagai anak yang lebih tua tanpa mau mengetahui apakah sang adik keberatan atau tidak.

PERINTAH YANG BIKIN GERAH 

Berikut ini beberapa perilaku yang masih kerap dilakukan sang kakak terhadap adiknya:

* Memerintah membelikan sesuatu

Sebetulnya sah-sah saja seorang kakak meminta bantuan pada adiknya. Apalagi, di masyarakat ada budaya bahwa adik sebaiknya menurut pada kakaknya. Masalahnya, cara penyampaiannya kurang baik, sehingga seolah-olah memaksakan kehendak dan terkesan masih yang paling berkuasa.

* Meminta diantar/dijemput

Dalam batas-batas yang wajar, seorang adik bisa saja membantu kakaknya, tapi tentunya tergantung pada kesempatan dan kesepakatan. Kalau si adik tak punya waktu untuk mengantar/jemput, tentu ia tak harus mengorbankan aktivitasnya saat itu hanya untuk meluluskan permintaan kakaknya. Apalagi di saat yang bersamaan si adik ini berkewajiban mengurus anggota keluarganya sendiri, seperti istri dan anaknya.

* Menyuruh menjaga/mengurus rumah selama ditinggal pergi

Untuk kasus ini tentunya mesti ada kesepakatan juga. Konsekuensinya, sang adik mesti meninggalkan keluarganya, kecuali mereka mau juga diboyong mengisi rumah sang kakak. Saling membantu memang tak dibatasi umur dan bisa kapan saja. Asalkan cara memintanya baik-baik dan tak merugikan, tentunya segala perintah dan permintaan bantuan akan dipertimbangkan si adik.

SOLUSI BAGI ADIK: BERSIKAP TEGAS

Yang biasanya juga muncul sebagai masalah, bila pasangan atau anak yang bersangkutan keberatan ayah/ibunya "disuruh-suruh" terus. Nah, agar persoalan tak berlarut-larut, perlu ada penjelasan kepada seluruh

anggota keluarga. Dalam hal ini, jelaskan bahwa permintaan bantuan dari kakaknya itu tidak dimaksudkan untuk menurunkan harga diri ayah/ibunya. Justru sampaikan pula penjelasan kalau menolong saudara itu mulia jika memang yang dimintai mampu mengulurkan bantuan.

Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan agar hubungan kakak-adik tetap terjalin dengan baik dan perkara saling membantu tak lagi jadi masalah besar:

* Kakak-adik mesti saling menghormati dan menghargai posisinya sekarang dalam keluarganya masing-masing. Kakak mengerti posisi adiknya yang sudah menjadi kepala keluarga, contohnya, dan demikian pula sebaliknya.

* Si kakak mesti menyadari dirinya tak punya kekuasaan seperti dulu saat mereka masih sama-sama lajang. Termasuk bila biaya pendidikan si adik ditanggung sang kakak. Jangan sampai si adik merasa terpaksa hanya karena takut dianggap tak tahu balas budi. Padahal menolak "perintah" bukan selalu berarti tak mau menuruti kehendak kakaknya.

* Jalin terus komunikasi agar tak terjadi salah persepsi. Jika si adik menolak permintaan tolong sang kakak, tak bisa si adik langsung dicap "sombong" dan lupa kacang pada kulitnya.

* Kalau memang si adik betul-betul tak bisa membantu kakaknya ketika itu, utarakan dengan sikap tegas. Jika tidak demikian, bisa saja terjadi perselisihan, perbedaan pendapat yang memunculkan perasan-perasaan negatif dari sang kakak. Katakan bahwa lain kali kalau memang ada waktu tentu akan bersedia membantu dengan senang hati.

* Jika sang kakak tak kunjung menyadari situasi adiknya, sang adik harus bisa menegaskan bahwa dirinya sudah berkeluarga dengan serentet peran dan kewajiban yang berbeda dari kondisi dulu. Bagaimanapun si adik tetap berkewajiban memprioritaskan pasangan dan anak-anaknya.

Hilman