Perjuangan Keras Suku Tikus yang Tinggal di Bawah Tanah Kota Beijing (nova.id)
Tabloidnova.com - Berdasarkan sejarahnya, struktur bangunan bungker di bawah permukaan Beijing, kota terbesar kedua di Cina, sudah ada sejak tahun 1969 atau saat Cina berada di bawah pemerintahan Mao selama masa Perang Dingin.
Kala itu, lantaran khawatir mendapat serangan tiba-tiba dari Soviet, warga kota Beijing diperintahkan untuk mempersiapkan langkah-langkah keamanan, yakni dengan membangun bungker. Ada sekitar 20 ribu tempat penampungan bom yang kemudian digali.
Selanjutnya, ketika Mao meninggal dunia dan Deng Xiaoping menggantikannya, taktik defensif yang dilancarkan Mao seolah menjadi sia-sia. Hingga akhirnya struktur bangunan yang telah digali untuk menampung persediaan senjata dan bom menjadi bangunan tak bertuan.
Kini, bungker tersebut dimanfaatkan oleh ratusan para wirausahawan Beijing atas izin pemerintah untuk menyediakan ruang-ruang yang disewakan seharga minimal 300 yuan (setara 48 dolar AS atau sekitar Rp500 ribu) per bulan, untuk tempat tinggal bagi lebih dari satu juta warga Beijing. Terutama bagi mereka yang tak sanggup membeli properti di atas tanah, yang harganya tak lagi terjamah warga kebanyakan.
(Baca: Harga Rumah Mahal, Banyak Warga Beijing Tinggal di Bawah Tanah dan Jadi Suku Tikus!)
Perjuangan Keras Suku Tikus yang Tinggal di Bawah Tanah Kota Beijing (nova.id)
Perjuangan Keras Suku Tikus yang Tinggal di Bawah Tanah Kota Beijing (nova.id)
Perjuangan Keras Suku Tikus yang Tinggal di Bawah Tanah Kota Beijing (nova.id)
Perjuangan Keras Suku Tikus yang Tinggal di Bawah Tanah Kota Beijing (nova.id)
"Pasangan muda, Jing Ying (24) yang bekerja sebagai bartender, dan Li Ying (23) sebagai karyawan kantoran biasa, tinggal serumah di dalam bungker yang dicat warna pink. (FOTO: DAILYMAIL.CO.UK) "
Dan pada pertengahan tahun 1990-an, pemerintah Cina lantas menempelkan skema dengan banyak ruang di dalam bungker tersebut, yang saat ini merupakan bagian dari sistem perumahan nirlaba di kota Beijing.
Ini artinya, orang-orang seperti Zhang Xi, sang calon aktor asal Mongolia, akhirnya dapat bertahan hidup secara mandiri untuk mengejar impian di Beijing. Kendati harus hidup serba terbatas dan penuh perjuangan keras di dalam bungker sempit dan pengap.
Orangtuanya bahkan sampai memohon kepadanya untuk kembali saja ke Mongolia dan menjadi seorang polisi dan hidup nyaman di negara sendiri, ketimbang menjadi aktor tak terkenal di Beijing dan tinggal di bawah tanah. Namun Zhang tetap bertahan dengan mimpi besarnya.