Si Dia Senang Menumpuk Barang

By nova.id, Kamis, 3 November 2011 | 22:54 WIB
Si Dia Senang Menumpuk Barang (nova.id)

Tak ada larangan menyimpan atau mengoleksi apa pun. Hanya saja perlu kesepakatan agar keharmonisan dalam rumah tangga tetap terjaga.

"Jangan dibuang, itu masih perlu. Itu juga jangan, sayang kalau dibuang," ujar sang suami kepada istrinya yang tengah sibuk berbenah merapikan tumpukan di ruang kerja. Padahal, dalam tumpukan tersebut banyak ditemukan barang yang jelas sudah tidak dipakai, seperti hasil ujian suaminya ketika zaman sekolah dan agenda kerja 6 tahun lalu.

Jika pasangan adalah orang yang menyenangi kerapian dan kebersihan, maka ia punya kecenderungan membuang segala macam yang dianggap "sampah". Ia merasa bertanggung jawab atas kerapian dan kebersihan rumah. Tangannya selalu gatal melihat kertas, buku, atau pernak-pernik lain yang dianggapnya berantakan atau tak pada tempatnya.

Belum lagi kalau barang-barang atau kertas-kertas itu sebetulnya sudah usang. Justru, jika tak dirapikan dan dibereskan, mungkin keadaan dalam rumah akan semakin berantakan. Jumlah segala tumpukan kertas atau lainnya semakin menjadi-jadi karena akan terus bertambah.

Namun demikian, diakui Henny E. Wirawan, M.Hum, Psi., "Memang ada orang-orang tertentu yang suka menyimpan atau mengumpulkan sesuatu. Barangnya bisa variatif, dari kertas, makalah ilmiah/non-ilmiah, hingga benda-benda lainnya." Pokoknya, dari sesuatu yang sifatnya remeh temeh sampai yang berharga. Juga dari yang murah sampai yang harganya mahal.

Biasanya, orang seperti ini sangat mementingkan hal-hal detail atau kecil. Saking teliti atau takut kehilangan sesuatu, dia "memulung" apa pun yang dirasa menarik, perlu, atau penting. Walaupun bisa juga karena dia memang punya hobi "memulung".

Di lain pihak, ada juga orang yang maunya serbaringkas. Tak perlu main simpan, bila sudah dipakai lalu dibuang, misalnya. Orang seperti ini menurut Henny, cara berpikirnya cenderung global, tak menganggap semua hal itu sesuatu yang penting. Atau, bisa juga sebetulnya orang tersebut termasuk sembrono. Begitu ada suatu, dibuangnya, padahal sebenarnya masih diperlukan, sehingga akhirnya dia menyesal.

Baik istri atau suami sama-sama ada yang punya kecenderungan "memulung" dan menyimpan apa pun. Umumnya, para suami rajin "memulung" hanya karena malas melakukan beres-beres. Misalnya, ia membuat catatan nomor kontak orang di sembarang kertas, kemudian ia malas memindahkannya ke buku alamat, sehingga kertas yang dianggap penting tadi makin lama akan terus bertumpuk.

Sementara, kegiatan "memulung" bagi kaum istri biasanya didasari oleh kesenangan terhadap benda-benda itu. Contohnya, guntingan resep masakan. Tekniknya juga lebih rapi, misalnya dengan cara ditempel di buku.

ALASAN "MEMULUNG"

Selain karena sifat orangnya, diungkapkan Henny, pasti ada sesuatu mengapa orang tersebut menyimpan atau mengumpulkan semua hal. Bisa karena sesuatu itu sangat berkesan, sampai kemudian dia menyimpannya sebagai kenang-kenangan atau lainnya. Bisa saja, semasa di sekolah, suami mendapat nilai ujian tertinggi. Saking terkesan dengan momen tersebut, maka kertas-kertas hasil ujian itu masih disimpannya.

Bisa juga dia menyimpan sesuatu karena menganggapnya memiliki nilai penting. Misalnya, ia pernah ikut seminar dan berkas makalahnya mengandung informasi berharga sehingga harus disimpan. Mungkin baginya berkas-berkas tersebut dapat bermanfaat di kemudian hari untuk dibaca lagi. Dengan demikian, ia bisa membuat referensi dan bisa memperkaya dirinya.

Ada juga yang suka menyimpan dan mengumpulkan pernak-pernik seperti botol parfum, stiker, bahkan tiket perjalanan. Ia menyimpan tiket perjalanan mungkin untuk aktualisasi diri dan bangga-banggaan saja. Bukti berupa tiket menunjukkan bahwa ia sudah banyak melakukan perjalanan. Mungkin juga tujuannya sebagai kenang-kenangan, karena ia merasa senang dan puas dengan pengalaman yang diperolehnya.

Namun demikian, orang yang mulanya cuma "memulung" karena sekadar suka atau untuk kenang-kenangan, bisa saja kemudian meningkat menjadi kolektor. Bahkan, kemudian sampai menguber barang-barang itu untuk jadi koleksinya. Tentunya, kalau sudah sampai pada tahap mengoleksi ini, dibutuhkan biaya yang terbilang "mahal".

HARUS MEMILAH

Menurut Henny, sebetulnya "memulung" apa pun tidak dilarang bagi suami-istri. Hanya saja si "pemulung" ini harus bisa belajar memilah, mana yang penting sekali dan tidak. Mana yang bisa disimpan dan mana yang bisa dibuang. "Karena tak semua barang harus disimpan, apalagi kertas-kertas dari zaman kapan."

Kedua, ia pun harus bertanggung jawab dalam menjaga keharmonisan, suasana, kerapian rumah, dan lainnya. Sepanjang ia tahu cara penyimpanan yang baik, tak sampai mengganggu pasangan, anak-anak, dan suasana rumah, maka tak jadi masalah. Jika tak ingin menimbulkan masalah memang perlu dipikirkan adanya ruangan penyimpanan yang cukup memadai. Jangan sampai suasana rumah menjadi runyam karena kebersihan dan kerapiannya terganggu.

Selain itu, jangan sampai pasangan yang hobi "memulung" selalu mengurusi koleksinya sampai-sampai melupakan hal lain dan bahkan pasangannya. Akan lebih baik, menurut Henny, pasangan yang memang suka "memulung" memberitahukan kebiasaannya itu untuk dipikirkan solusinya bersama-sama. Misalnya, apa saja yang bisa disimpan dan bagaimana menyimpannya, disesuaikan dengan keadaan rumah.

Juga, akan lebih baik lagi bila kedua pasangan dapat meluangkan waktu untuk merapikan barang simpanannya. Catatan-catatan penting seperti nomor telepon di berbagai kertas bisa dipindahkan ke buku telepon sehingga kertas-kertas tadi bisa dibuang. Bila itu berupa makalah atau buku, maka susunlah dengan rapi. Begitu pun dengan barang-barang seperti cenderamata atau lainnya, dirapikan berdua.

Yang sering memicu konflik adalah bila pasangan yang hobi "memulung" malas merapikan barang-barangnya, sementara pasangan lainnya hobi berbenah dan membuang benda-benda yang sudah tidak enak dipandang mata. Oleh karena itu, mintalah izin kepada si pemilik barang bila ingin membenahi koleksinya.

Tanyakan pula pada pasangan, apa saja yang boleh dibuang dan yang tidak. "Ini mau diapakan? Apakah kamu mau membereskannya sendiri? Kalau aku yang bereskan mana yang boleh kubuang?" atau, "Kamu sebaiknya pilah dulu mana yang mau dibuang dan nanti sisanya saya yang rapikan." Bila pasangan tak mau memilah, katakan saja secara baik-baik bahwa barang yang disimpannya sudah menumpuk atau terlampau banyak.

Jika pun sampai terjadi konflik, selesaikankah dengan bijaksana. Jangan sampai urusan sepele jadi lebih penting daripada pasangan. Bila memang tanpa sengaja benda-benda penting itu terbuang, maka siapa pun yang melakukannya harus meminta maaf. Pasangan yang merasa dirugikan pun hendaknya berbesar hati menerima kekhilafannya.

Bila kebiasaan menumpuk barang disebabkan kesembronoan, maka hendaknya perilaku tersebut diperbaiki. Namun, bila maksudnya menyimpan atau mengoleksi, maka harus dihargai. Hanya saja dalam hal itu tetap dituntut tanggung jawabnya, selain juga harus bisa menjaga perasaan pasangan.

Dedeh