Si Upik Tanya Penis

By nova.id, Senin, 8 Agustus 2011 | 00:51 WIB
Si Upik Tanya Penis (nova.id)

Makanya, anjur Singgih, begitu bayi lahir, orang tua harus memperhatikan alat kelaminnya dan bila diragukan jenis kelaminnya segera beritahukan dokter. Dengan demikian bisa cepat-cepat diperiksakan ada-tidaknya hormon androgen 17 hydroxy progesteronnya. "Bila ada dan meningkat tinggi sekali, berarti anak ini memang lahir dengan jenis kelamin meragukan."

BISA DIKOREKSI

Tentunya, anak dengan kasus CAH tak boleh dibiarkan. "Tak lazim, dong, kalau anak perempuan ada vagina dan vulva tapi juga ada seperti penis," bilang Singgih. Selain itu, kelainan ini akan mengganggu perkembangan konsep diri si anak. Di usia puber, si Upik tentunya akan mendapat haid tapi karena dirinya dirangsang terus oleh hormon androgen, maka ia merasa sebagai laki-laki. Selain itu, bila anak pada usia bayinya tak mengalami acidosis, tapi karena ada ketakseimbangan kadar garam, akan merangsang si anak menyukai makanan bergaram. Akibatnya, di usia dewasa mudah terkena hipertensi.

Di Amerika dan Eropa, anak dengan kasus CAH banyak dibuat jadi perempuan dengan jalan mengoreksi klitorisnya. Bila si orang tua ternyata menginginkan anaknya dijadikan lelaki, "tentu tak bisa. Sebab, klitorisnya yang membesar takkan berfungsi sebagai penis karena memang bukan penis. Selain itu, karena si anak pada dasarnya memang perempuan, tentu ia akan mendapat haid. Hingga, bila vaginanya ditutup, tentu ia akan merasakan sakit perut karena darah haidnya tak bisa keluar," terangnya.

Namun sebelum dilakukan koreksi, lebih dulu si anak akan diperiksa kromosomnya dan ada-tidaknya hormon androgen 17 hydroxy progesteron. Setelah dikoreksi, akan dilihat fungsi adrenalnya, apakah sementara saja membentuk hormon kortison atau tidak. Bila masih kurang, ditambahkan lagi kortisonnya, bisa berupa tablet atau suntikan.

Sedangkan pada anak lelaki dengan kasus CAH, penisnya tak diapa-apakan atau tak dikoreksi. Hanya dijaga agar hormon androgennya dapat ditekan hingga tak terjadi hiperplasia, yaitu dengan pemberian kortison dan si anak pun harus kontrol ke endokrinolog tiap 2 bulan sekali.

Mengenai sifat/karakter si anak, menurut Singgih, tergantung pola asuh dan pendidikan dari orang tua. "Tentunya bila sudah diketahui si anak itu perempuan, maka didik dan perlakukan ia sebagai perempuan. Bila diperlakukan secara laki-laki, bisa-bisa nanti sifat kelaki-lakiannya akan muncul karena hormon androgennya terangsang." Sebab, meski sudah disubstitusi dan diobati, tapi karena terpapar hormon androgen yang lama dan tinggi, akan terpengaruh juga. Itu sebab, bila jenis kelamin anak sudah diketahui sejak dini, orang tua tak ngawur mendidiknya.

KELAMIN AMBIGU LAINNYA

Selain CAH, masih ada lagi jenis kelamin ambigu lainnya, di antaranya:

* True hermaphrodite atau hermafrodit yang sesungguhnya. Pada kelainan ini, anak punya penis sekaligus vagina, juga ada jaringan ovarium atau indung telur dan testis hingga disebut ovutestis. "Jadi, ada kromosom seks XX dan XY sekaligus, campur-aduk," jelas Singgih.

Kelainan ini pun bisa dikoreksi. Tinggal dilihat mana yang banyak, XX ataukah XY. Namun untuk memilihnya tak semudah itu. Bila ingin dijadikan lelaki, misal, mesti dipikirkan apakah penisnya nanti bisa berfungsi atau tidak. Atau, bila sebagian besar ada ovariumnya dan tak ada testis lalu dijadikan perempuan, maka kemungkinannya ia tak bisa haid nantinya. Itu sebab, tekan Singgih, penanganannya tak bisa main-main dan mesti dikonsultasikan dengan berbagai ahli seperti ahli genetika, ahli bedah anak, urologi, endokrinologi anak, bagian radiologi untuk melihat struktur dalamnya, psikolog, dan lainnya.

Bila tak ketahuan jenis kelaminnya, tentu nantinya mental anak akan terganggu karena identitasnya tak jelas. Selain, bisa juga di usia 14 tahun, ia mengalami kanker testis karena biasanya testisnya tak turun.

* Turner Sindrom dan Klinefelter .Pada Turner Sindrom, kromosom seksnya hanya ada satu X tapi jenis kelaminnya perempuan, perawakannya pendek, bentuk alat kelaminnya tak meragukan tapi tugasnya tak bagus karena di usia puber tak terjadi haid padahal harusnya ia mengalaminya. Sedangkan pada Klinefelter, kromosom seksnya XXY, jenis kelaminnya lelaki dan ada penisnya tapi fungsinya abnormal, hingga bentuk tubuhnya pun abnormal. Jadi, ada payudara yang membesar tapi tak mengalami haid di usia yang seharusnya.

Untuk mengetahui kelainan ini sejak bayi, jelas Singgih, tentunya tak berdasarkan haid tapi dari garis keturunan ibu. Misal, apakah ibu punya bibi atau saudara perempuan yang tak punya anak dikarenakan tak mengalami haid. Bila demikian, berarti bibinya itu harusnya laki-laki tapi jadi perempuan.

*Testiscular Feminism. Si anak punya organ testis tapi jadi perempuan karena fungsi perempuannya ada, seperti rahim dan vagina. Tubuhnya pun bagus seperti layaknya tubuh perempuan. Bisa menikah tapi tak mungkin punya anak karena di dalamnya ada testis. Bentuk organ rahimnya pun tak normal tapi terputus-putus, dikarenakan hormon testosteron yang diproduksi. Kelainan ini diturunkan melalui kromosom X, jadi ibu sebagai pembawa sifat.

Dedeh